Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Induced Pluripotent Stemcell

Eksperimen Pengembangan Mutan Manusia-Tikus

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Jepang sebagai negara pertama yang memberikan izin kelahiran embrio dengan sel gabungan manusia dan hewan untuk kebutuhan membuat organ manusia.

Belum lama ini, tepatnya pada 24 Juli, sekelompok peneliti Jepang, menerima persetujuan dari sebuah komite di pemerintahan Jepang untuk melakukan eksperimen sekaligus mengembangkan sejenis sel induk manusia (sel yang dapat tumbuh dihampir semua sel) ke dalam embrio hewan.

Begitu berada di dalam embrio, sel-sel manusia yang disebut sel batang pluripotent terinduksi (Induced Pluripotent Stemcell - iPS) dapat tumbuh menjadi organ tertentu. Jika semuanya berjalan dengan baik, para peneliti berencana untuk menumbuhkan organ manusia pada hewan lain, seperti babi. Para peneliti menilai ke depan mungkin organ-organ ini dapat digunakan untuk transplantasi organ pada manusia.

"Saya pribadi berpikir itu sangat menarik. Ini memiliki potensi luar biasa untuk membantu banyak orang yang menderita berbagai macam penyakit atau membutuhkan berbagai jenis jaringan atau penggantian organ," kata Ronald Parchem, asisten profesor ilmu saraf di Baylor College of Medicine di Houston.

Sebelumnya banyak negara di dunia yang membatasi dan melarang praktik eksperimen hibrida manusia-hewan karena dianggap tidak etis. Namun, Jepang menjadi negara pertama yang mengizinkan eksperimen tersebut kepada ilmuwan tertentu. Ilmuwan sekaligus ahli biologi sel induk, Hiromitsu Nakauchi, sangat senang karena ia termasuk peneliti pertama yang mendapatkan izin.

Sejak larangan pada 2014, tidak ada satu peneliti pun yang berani mengembangkan sel embrio manusia-hewan. Sebelumnya, ilmuwan di Jepang sebenarnya telah mengembangkan embrio hibrida seperti embrio babi-manusia dan domba-manusia. Namun para ilmuwan tersebut belum pernah diizinkan untuk berkembang lebih jauh lagi.

Syarat yang harus dipenuhi kala itu sangat ketat. Ilmuwan hanya boleh mengembangkan embrio untuk perawatan pankreas saja. Jika tim pengawas mendeteksi lebih dari 30 persen otak tikus mengandung sel manusia, maka eksperimen langsung ditutup. Hal tersebut merupakan syarat untuk mencegah hewan yang dimanusiakan tidak berkembang lebih lanjut.

Sementara itu, Nakauchi sendiri telah berpindah dari satu negara ke negara lain dalam mengejar mimpinya. Suatu hari nanti, katanya, ilmuwan dapat menumbuhkan organ manusia yang disesuaikan pada hewan seperti domba dan babi.

Hanya melalui eksperimen hibrida manusia-hewan maka hal tersebut bisa terjadi. Perlu diketahui lebih dari 116 ribu pasien berada dalam daftar tunggu transplantasi di AS.

Nakauchi berharap bahwa suatu saat nanti, para ilmuwan dapat memecahkan masalah tersebut sehingga dapat mengembangkan organ manusia di dalam tubuh hewan.

Tujuan utamanya masih jauh, namun setidaknya pemberian izin eksperimen ini bisa menjadi lampu hijau dan langkah pertama untuk melakukannya.

"Kami tidak berharap untuk membuat organ manusia dalam waktu dekat. Tetapi ini memungkinkan kami untuk membuat penelitian kami lebih maju berdasarkan pengetahuan yang kami peroleh saat ini," kata Nakauchi.

Percobaan akan dimulai dengan menyuntikkan sel induk berpotensi majemuk yang diinduksi sel manusia ke dalam embrio tikus dan hewan pengerat lainnya. Tujuannya agar embrio hewan pengerat menggunakan sel manusia untuk membangun pankreasnya sendiri. Kemudian selama dua tahun, peneliti akan memonitor organ dan otak mereka dalam proses tersebut. ima/R-1

Percobaan Memanusiakan Tikus

Ujung eksperimen ini memang untuk kepentingan manusia, tapi pada intinya, beberapa ilmuwan dan ahli khawatir jika terlalu banyak sel manusia menyusup ke otak tikus, maka otak tikus itu memiliki perubahan dalam kemampuan kognitif atau mental dalam beberapa cara, yang akan berimbas pada etika pula.

Parchem menjelaskan, kita tidak benar-benar tahu apa yang akan terjadi. "Sangat tidak mungkin bahwa Anda akan mendapatkan manusia dengan kualitas 'manusia'. Dengan kata lain, tidak mungkin tikus hibrida memiliki perilaku manusia. Sebaliknya, tikus mungkin memiliki fitur molekuler tertentu yang mirip manusia," katanya.

Dalam percobaan sebelumnya, Nakauchi memasukkan sel-sel iPS manusia ke dalam telur domba yang dibuahi dan kemudian mentransplantasikan embrio ini pada seekor domba di Universitas Stanford. Sel-sel manusia yang ditransplantasikan tidak mengubah embrio menjadi makhluk manusia-domba yang aneh.

"Jumlah sel manusia yang tumbuh di tubuh domba sangat kecil, seperti satu dalam ribuan atau satu dalam puluhan ribu. Pada level itu, seekor binatang dengan wajah manusia tidak akan pernah dilahirkan," jelasnya pada The Asahi Shimbun. ima/R-1

Pembelajaran Biologi bagi Para Ahli

Perlu diketahui, metode Nakauchi secara ilmiah masuk akal, karena tidak hanya memasukkan sel satu spesies ke dalam embrio spesies lain. Dan ketika itu terjadi, hasil akhirnya dikenal sebagai chimerism, campuran sel dari dua atau lebih organisme.

"Setiap kali Anda mengambil spesies dan mencampurnya dengan yang lain, spesies inang (yang dengan embrio) umumnya lebih baik, jika Anda mengambil sel tikus dan memasukkannya ke dalam blastokista tikus (embrio awal), sel-sel tikus berada pada posisi yang kurang menguntungkan. Itulah sebabnya, secara umum, chimerisme sangat rendah." kata Parchem.

Namun, ketika seluruh organ, seperti pankreas tersingkir di inang, sel-sel yang diperkenalkan dari spesies lain memiliki peluang. "Mereka tidak harus bersaing untuk menghasilkan pankreas. Dan kemudian, spesies sel lain ini dapat menyumbangkan sebagian besar sel yang menghasilkan jaringan atau organ tertentu," kata Parchem.

Parchem mencatat para ilmuwan sebelumnya telah bereksperimen dengan chimerisme pada hewan, bukan manusia, terutama yang terkait erat satu sama lain, seperti burung puyuh dan ayam misalnya.

Hal ini penting dilakukan karena para peneliti juga belajar soal perkembangan biologi. "Bahkan semua bukti mengatakan sel manusia sangat buruk jika digabungkan dengan spesies lain yang telah kita lihat, seperti babi, tikus, dan domba," ujar Parchem.

Eksperimen manusia mungkin lebih berhasil jika hewan lain adalah primata bukan manusia, yang lebih dekat hubungannya dengan manusia daripada hewan lab lainnya. Tetapi Parchem menegaskan dia tidak pernah mendengar eksperimen semacam itu, yang jelas jauh lebih penuh dengan masalah etika.

Untuk saat ini, para ilmuwan pasti ingin melihat eksperimen terobosan Nakauchi.

Di AS sendiri, hibrida manusia-hewan telah dilakukan tetapi tidak pernah diistilahkan. Selain itu, persoalan yang dihadapi adalah bahwa penelitian tersebut harus didanai secara pribadi, jika ingin melakukanya. Karena pada 2015, National Institutes of Health, AS, memberlakukan moratorium pendanaan untuk penelitian semacam itu. ima/R-1

Komentar

Komentar
()

Top