Ekonomi Kerakyatan
Foto: IstimewaS
udah lama muncul kritik yang menyatakan bahwa teori trickle down economics telah gagal dalam mengatasi pemerataan pembangunan di berbagai wilayah dunia. Teori ekonomi yang menyatakan bahwa kegiatan ekonomi yang lebih besar diharapkan dapat memberikan efek terhadap kegiatan ekonomi di bawahnya yang memiliki lingkup yang lebik kecil, terbukti tidak berjalan di beberapa negara.
Efek menetes ke bawah (trickle down effect) yang diharapkan tidak tercipta. Yang terjadi justru tidak adanya pemerataan dan melahirkan disparitas kesejahteraan tinggi sehingga jurang si kaya dan si miskin terlampau dalam. Lebih miris lagi, kegiatan ekonomi yang besar malah menghasilkan trickle up effect (muncrat ke atas) sehingga Produk Domestik Bruto (PDB) dan selutuh aktivitas ekonomi domestik maupun nondomestik hanya dikuasai beberapa orang saja.
Orang kaya cenderung lebih mendapatkan kemudahan secara ekonomi, tetapi justru lupa membangun perekonomian kecil yang berada di bawahnya. Akibatnya, yang kaya makin kaya dan yang miskin menjadi makin miskin. Konglomerasi yang diciptakan terbukti tidak menetes ke bawah dan membuat rakyat kecil lebih sejahtera. Bahkan dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Obligasi Rekapitalisasi (OR) Perbankan, justru rakyat kecil yang tidak menikmati yang harus membayar utang orang kaya dan para konglomerat.
Di Amerika Serikat, Presiden Joe Biden baru-baru ini dalam lama Instagram-nya juga mengkritik kebijakan trickle down economics. Kebijakan dengan memberi insentif perpajakan kepada perusahaan besar dan orang kaya dengan maksud memperkuat perekonomian, terbukti tidak berjalan. Trickle down economics tidak pernah berhasil dan kini saatnya menumbuhkan ekonomi dari bawah dan menengah atas atau yang kita kenal dengan ekonomi kerakyatan.
Langkah Joe Biden ini tidak ada salahnya kita terapkan di Indonesia. Pemerintah selayaknya fokus dengan pengembangan gerakan ekonomi dari bawah karena sejatinya ekonomi itu memang harus tumbuh dari bawah.
Dan sebenarnya, pemikiran untuk mengoreksi pertumbuhan menetes ke bawah itu sudah lama ada di Indonesia. Ekonomi kerakyatan yang mengutamakan bottom up economic development atau membangun dari bawah ke atas sebenarnya bukan sistem baru karena sudah ada dalam amanat UUD 1945 yang mengatur soal ekonomi kerakyatan. Ide ini juga sudah diutarakan jauh-jauh hari oleh proklamator kita, Mohammad Hatta.
Jauh sebelum itu, pemikir Islam terkenal di abad XIV, Ibnu Khaldun, sudah memperkenalkan landasan ekonomi kerakyatan. Khaldun berpendapat aset dan harta negara jangan sampai dikuasai oleh sekelompok orang saja karena itu pasti tidak produktif. Kekayaan negara harus tersebar merata di rakyat dan itu akan berpotensi berkembang berlipat ganda.
Masalahnya sekarang, bagaimana pemerintah mau bekerja keras mengubah sistem ekonomi yang cenderung oligarki ke ekonomi kerakyatan. Sangat diyakini, hanya dengan ekonomi kerakyatan, Indonesia bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap. Basis ekonomi kerakyatan yang kuat adalah dengan segera membangun desa demi terciptanya ketahanan pangan nasional.