Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perdagangan Dunia - Tiongkok Bukukan Rekor Surplus Dagang dengan AS

Ekonomi Global Bakal Sulit, Jaga Stabilitas Nasional

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

>>Indonesia akan melakukan berbagai cara agar AS tetap memberikan fasilitas GSP.

>>Ekspor bahan baku RI ke Tiongkok bakal menyusut bila arus barang ke AS dihambat.

JAKARTA - Di tengah-tengah memanasnya kembali tensi perang dagang, Tiongkok membukukan rekor surplus perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) pada Juni 2018. Data tersebut diperkirakan membuat suhu perang tarif impor di antara kedua Raksasa Ekonomi Dunia itu tetap tinggi.

Oleh karena itu, sejumlah kalangan mengingatkan agar Indonesia segera mengantisipasi meluasnya dampak perang dagang pada semua negara.

Ini artinya, ekonomi dunia sedang memasuki periode sangat sulit sehingga sudah seharusnya seluruh pemangku kepentingan di Tanah Air kompak melakukan apa pun untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.

Ekonom senior UGM, Wihana Kirana Jaya, mengatakan pada saat inilah Indonesia dituntut mengerahkan segala potensi dan kemampuan guna menjaga dampak lanjutan dari perang dagang yang terjadi antara AS dan Tiongkok.

"Ini memang situasi sulit, tapi akan jadi mudah kalau mau kompak bekerja sama. Short term, BI (Bank Indonesia) mesti pegang komando. Tren pelemahan rupiah harus bisa diperbaiki," kata dia, ketika dihubungi, Jumat (13/7).

Menurut Wihana, apabila rupiah terus melemah maka beban pembayaran utang negara makin berat, apalagi era uang murah sudah berakhir.

Dunia usaha pun akan makin sulit karena ekspor bakal tersendat. Sementara itu, Menko Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengungkapkan pemerintah Indonesia akan melakukan berbagai cara agar AS tetap memberikan fasilitas generalized system preference (GSP).

"Tidak usah tanya khawatir atau tidak, pemerintah khawatir atau tidak, pokoknya kami mau berusaha sekuat tenaga supaya itu [fasilitas GSP] bisa tetap," kata Darmin, Jumat. "Pemerintah tentu berkepentingan mempertahankan fasilitas itu, karena itu menyangkut banyak sekali barang.

Sehingga kalau kita ekspor ke sana, biaya masuknya nol yang masuk daftar itu," tegas dia. Sebelumnya dikabarkan, pemerintah AS saat ini tengah mengevaluasi sekitar 124 produk ekspor Indonesia, untuk menentukan produk apa saja yang masih layak menerima GSP.

Evaluasi itu dilakukan karena AS menganggap sejumlah bisnisnya dihambat di Indonesia, misalnya, mengenai asuransi, Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), data processing center, hak kekayaan intelektual, dan pertanian.

Ekonom Indef, Achmad Heri Firdaus, mengatakan pada akhirnya yang terdampak perang dagang bukan cuma Tiongkok, tapi juga Indonesia.

"Karena banyak bahan baku industri di Tiongkok itu dari Indonesia, seperti karet, aluminium, timah, dan baja," jelas dia.

Apabila perdagangan Tiongkok dihambat maka akan mengurangi ekspor ke AS, sehingga otomatis bakal mengurangi pembelian bahan baku dari Indonesia.

Meski peluang tetap ada, tetapi salah satu sumber untuk memupuk cadangan devisa nasional jadi tersumbat.

"Makanya kita harus membaca perdagangan internasional yang menentukan kinerja eksternal kita," kata Heri. Menurut dia, untuk memperkuat rupiah, salah satu cara adalah memperbanyak cadangan devisa.

Itu berarti, Indonesia harus memperbanyak ekspor atau investasi langsung. Selain itu, industri substitusi impor harus diperkuat.

Tetap Memanas

Terkait perdagangan global, pertumbuhan pesat ekspor Tiongkok menyebabkan surplus perdagangan negara itu dengan AS mencapai rekor tertinggi pada Juni 2018. Ini menjadi salah satu penyebab perang dagang Beijing dengan Washington tetap memanas.

Surplus itu terutama disebabkan para eksportir mempercepat pengiriman barang sebelum ketentuan tarif impor baru mulai berlaku pada 6 Juli lalu.

Diperkirakan surplus perdagangan Tiongkok akan mulai berkurang dalam beberapa bulan ke depan akibat pemberlakuan tarif baru AS.

Data perdagangan tersebut muncul setelah Presiden AS, Donald Trump, meningkatkan tekanan perdagangan terhadap Tiongkok, dengan rencana memberlakukan tarif impor baru 10 persen senilai 200 miliar dollar AS, pada sejumlah barang kebutuhan sehari-hari awal pekan ini.

Di tengah gejolak perang tarif surplus perdagangan Tiongkok dengan AS, Juni lalu melonjak menjadi 28,97 miliar dollar AS dari bulan sebelumnya 24,58 miliar dollar AS,

"Rekor surplus itu tidak dapat membantu hubungan perdagangan yang telah memburuk, dan makin menambah ketegangan," kata Kepala Kantor Everbright Sun Hung Kai di Beijing, Jonas Short, dalam sebuah catatan, Rabu.

Setelah pekan lalu kedua pihak saling memberlakukan tarif impor senilai 34 miliar dollar AS, Trump dapat menggunakan data terbaru itu untuk semakin menekan Beijing.

AS pernah memperingatkan akan memberlakukan tarif pada barang-barang Tiongkok senilai lebih dari 500 miliar dolar AS, atau hampir setara dengan total impor AS dari negara itu tahun lalu. AFP/SB/YK/ahm/WP

Penulis : AFP, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top