Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Prospek Perekonomian I ADB Proyeksi Kawasan Asia Tumbuh 4,8 Persen Tahun Ini

Ekonomi Asia Terhambat Kebijakan Moneter Ketat Global

Foto : Sumber: ADB - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Inflasi di negara maju akan mendorong bank sentral untuk lebih jauh mengambil sikap kebijakan yang hawkish.

» Harga energi, minyak dan gas akan tetap tinggi karena sanksi Uni Eropa terhadap Russia semakin diperketat.

JAKARTA - Asian Development Bank (ADB) mengingatkan bahwa tantangan global berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang Asia pada 2023 ini.

Ekonom Utama Departemen Riset Ekonomi dan Kerja sama Regional ADB, Arief Ramayandi, dalam virtual webinar Asian Development Outlook April 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa (4/4), mengatakan ADB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang Asia akan tumbuh 4,8 persen atau lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya 4,6 persen.

"Kebijakan moneter kemungkinan akan tetap ketat di negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS) dan kawasan Euro yang akan mempengaruhi pertumbuhan negara-negara kawasan tersebut serta memiliki beberapa dampak limpahan ke Asia," kata Arief.

Beruntung, pembukaan kembali perekonomian Tiongkok telah menghidupkan kembali aktivitas bisnis, terutama pemulihan konsumsi dalam negeri lebih kuat dari perkiraan, sehingga memberi dampak limpahan ke regional setidaknya melalui perdagangan dan pariwisata.

Lebih lanjut dipaparkan, inflasi di negara maju akan mendorong bank sentral untuk lebih jauh mengambil sikap kebijakan yang lebih hawkish dan episode kondisi pengetatan likuiditas pun akan lebih lama terjadi di ekonomi global.

Implikasi dari tingkat suku bunga yang lebih tinggi, otomatis akan menuntut kemampuan fiskal yang lebih besar karena tingkat utang yang tinggi. Stabilitas sektor keuangan pun bisa mendapatkan risiko yang berasal dari berbagai sektor.

Harga Energi dan Pangan

Selain pengetatan kebijakan di negara maju, invasi Russia ke Ukraina, kata Arief, juga menjadi tantangan lainnya yang dapat semakin meningkatkan dan memperbaharui tantangan energi dan ketahanan pangan yang tinggi, serta mengobarkan kembali tekanan inflasi.

"Harga energi, minyak dan gas akan tetap tinggi karena sanksi Uni Eropa terhadap Russia semakin diperketat pada bulan Desember 2022 dan Januari 2023," katanya.

Tantangan global lain juga menghantui prospek pertumbuhan ekonomi negara berkembang Asia, termasuk pematahan produksi global yang dapat mempengaruhi perdagangan, lapangan kerja, dan produktivitas. Begitu pula beberapa tantangan yang muncul dari situasi cuaca ekstrem yang sering terjadi di dunia serta proses transisi ke kondisi zero emmision.

Secara terpisah, pengamat ekonomi, Nailul Huda, mengatakan tantangan ekonomi global ke depan adalah kondisi moneter dan sektor jasa keuangan yang tengah kelimpungan.

Selain beberapa bank di AS seperti Silicon Valley Bank dan Signature Bank yang kolaps, bank raksasa di Eropa pun ikut tumbang. Sebab itu, penting bagi pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tetap memantau ketat kondisi moneter dan perbankan dalam negeri.

"Jangan sampai perbankan Indonesia mengalami masalah likuiditas akut. Rasio-rasio kesehatan perbankan harus dijaga betul," tegasnya.

Lonjakan Harga Komoditas

Kepala Ekonom ADB, Albert Park, kepada Reuters seperti dikutip dari Antara, mengatakan di luar Tiongkok, kawasan Asia diperkirakan akan tumbuh 4,6 persen tahun ini, lebih lambat dari laju 5,4 persen tahun sebelumnya.

Berdasarkan subkawasan, Asia Selatan diperkirakan akan mencatat pertumbuhan tercepat 5,5 persen tahun ini, didukung oleh proyeksi pertumbuhan India 6,4 persen, diikuti Asia Tenggara yang diperkirakan tumbuh 4,7 persen. Saat pertumbuhan di negara-negara berkembang Asia semakin cepat, ADB memperingatkan agar tetap mewaspadai tantangan termasuk gejolak di sektor perbankan global dan eskalasi perang Ukraina, yang dapat menyebabkan lonjakan harga komoditas.

Tetapi untuk saat ini, gejolak di sektor perbankan global, yang dipicu oleh jatuhnya dua pemberi pinjaman menengah di AS, tidak akan berubah jadi krisis sistem keuangan yang lebih besar di AS, meskipun kata Park, harus tetap diwaspadai.

Faktor yang menguntungkan kawasan adalah ekspektasi pelonggaran inflasi, yang akan mengurangi kebutuhan akan kenaikan suku bunga yang sering dan besar yang dapat mengurangi konsumsi.

Dari 4,4 persen pada 2022, inflasi diperkirakan akan melambat menjadi 4,2 persen tahun ini dan 3,3 persen tahun depan.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top