Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Ekonom Unair : Komunitas Internasional Harus Saling Mendukung untuk Menekan Risiko Sistemik

Foto : Istimewa

Pakar ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Wasiaturrahma.

A   A   A   Pengaturan Font

SURABAYA - Baru-baru ini, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) Kristalina Georgieva, mengajak seluruh pimpinan G20 untuk memperkuat arsitektur keuangan internasional, khususnya di bidang resolusi utang dan memperkuat jaring pengaman keuangan global. Menurutnya, komunitas internasional memiliki tanggung jawab untuk bersama-sama mencari solusi bagi negara-negara yang rentan.

Ekonom dari Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Wasiaturrahma, mengatakan, salah satu penguat untuk menekan krisis global adalah menjaga stabilitas sistem keuangan internasional dengan memperkuat arsitektur keuangan sebagai penyangga resolusi utang dan meminimalkan terjadinya risiko sistemik komunitas Internasional.

"Selain itu juga pentingnya pendalaman pasar keuangan Internasional untuk menjaga stabilitas sitem Keuangan Internasional. Komunitas Internasional disini saling mendukung tidak hanya mementingkan negaranya sendiri, karena saat ini sudah liberal," ujarnya saat dihubungi, Senin (27/2).

Dia menambahkan, jika krisis global terjadi pada salah satu negara komunitas Internasional tentu mengganggu rantai pasok dalam komunitas negara itu sendiri dan menyulitkan negara-negara komunitas lain. "Karena turunnya permintaan ekspor pasar global yang menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi. Intinya perekonomian semua negara komunitas Internasional harus stabil" ungkapnya.

Terkait utang Amerika Serikat (AS) yang pada 19 Januari dilaporkan telah menyentuh plafon atau batas utang yang diperkenankan undang-undang negara tersebut, Rahma mengatakan bahwa yang penting adalah perbedaan antara tingkat bunga riil dan tingkat pertumbuhan ekonomi.

"Jika tingkat bunga riil lebih rendah dari tingkat pertumbuhan PDB riil atau yang disesuaikan dengan inflasi, maka rasio utang dapat turun bahkan ketika pemerintah mengalami defisit anggaran. Perkiraan CBO (Kantor Anggaran Kongres AS) untuk pertumbuhan selama 10 tahun ke depan adalah 1,7 persen, lebih tinggi dari tingkat bunga riil," ujarnya.

Dia menjelaskan, tentu saja itu bukan berarti pemerintah federal dapat terlibat dalam pengeluaran tanpa batas. Tapi itu menyiratkan bahwa dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 100 persen, AS dapat menjalankan defisit sebesar 0,5 persen dari PDB (selisih antara 1,7 persen dan 1,2 persen) di atas pembayaran bunganya tanpa menyebabkan rasio utang menjadi tinggi.

"Faktanya, utang pemerintah AS tidak melonjak. CBO memperkirakan bahwa utang yang dipegang oleh publik akan meningkat dari kurang dari 100 persen PDB pada tahun 2022 menjadi sedikit lebih dari 110 persen pada tahun 2033. Meskipun patut diperhatikan, peningkatan ini sama sekali bukan bencana besar," ungkapnya.

Dan sementara CBO melihat rasio utang yang didorong oleh pembelanjaan hak meningkat lebih cepat setelah itu, kata Rahma, memang ada masalah yang lebih mendesak untuk diperhatikan hari ini daripada apa yang terjadi setelah 2033.

"Hal ini terkait dengan tabungan dan penuaan populasi yang terlalu lama terjadi di sini juga," pungkasnya.


Redaktur : Selocahyo Basoeki Utomo S
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top