Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebutuhan Pokok | Pembentukan Badan Pangan Mendesak Diwujudkan

Ego Sektoral Hambat Upaya Menciptakan Kedaulatan Pangan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Peneliti Ekonomi dari Indef, Nailul Huda, mengatakan agar impor pangan bisa dihentikan maka yang paling utama dibangun pemerintah adalah produksi pangan dalam negeri harus mampu memenuhi kebutuhan, bahkan kalau bisa surplus dan bisa diekspor. Masalahnya, selama ini, semua departemen yang berkaitan dengan pangan mengedepankan ego sektoral, jalan sendiri-sendiri.

"Bagaimana bisa membangun kalau jalan sendiri-sendiri, apalagi ada 7-8 kementerian yang berkaitan langsung dengan pangan. Seharusnya ada koordinator setingkat Menko yang bertanggung jawab langsung ke Presiden. Sesuai amanat UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, seharusnya dibentuk Badan Pangan," kata Nailul.

Badan Pangan itu yang akan memutuskan tanaman berkualitas yang harus diproduksi dalam tiga tahun ke depan, sehingga impor bisa dihapus. Misalnya kedelai atau gula nasional dari tebu ditambah produksinya dua juta ton dalam tiga tahun terakhir. Begitu juga dengan pemanfaatan umbi-umbian menjadi Mocaf (modified cassava flour) sebagai alternatif pengganti tepung terigu. Kemudian, ikan laut dan air tawar untuk meningkatkan gizi.

"Target ini harus ada yang melaksanakan, dan semua departemen harus dikonsolidasikan. Jangan Menteri Perdagangan malah sibuk mengurusi impor," kata Nailul.

Dikatakan, sulit untuk membangun kemandirian pangan jika Mendag begitu menjabat langsung berpikir impor. Semestinya Mendag amanatnya ekspor, bukan impor. Dia harus duduk bersama rakyat memikirkan bagaimana agar rakyat bisa makan tanpa harus impor. Dengan kewenangannya bisa mengeluarkan insentif untuk ekspor dan disinsentif bagi impor. Sayangnya, di Indonesia justru kebalikan. Mendag semestinya membabat habis impor pangan.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top