Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Dunia Kerja di Era Disruptif

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Djoko Subinarto

Dunia pendidikan dan usaha perlu bersinergi secara harmonis menyiapkan lulusan dengan keterampilan dan keahlian memadai. Dengan begitu, mereka akan senantiasa siap menghadapi dunia kerja yang terus bergerak dinamis selaras dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Kemajuan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dewasa ini telah membuat semua berada di zaman serbadigital. Kemajuan ini tentu saja melahirkan dampak positif dan negatif. Begitulah, selalu plus minus dari kelahiran sebuah teknologi.

Tak pelak, kemajuan TIK telah pula menelurkan berbagai inovasi dahsyat yang mendorong era disruptif. Era ini ditandai banyaknya perubahan serta guncangan yang menerpa berbagai sektor kehidupan. Sebagai ilustrasi, munculnya jaringan transportasi online bukan hanya membuat kaget para pengusaha bisnis transportasi konvensional. Mereka juga melahirkan kegaduhan berupa konflik horizontal di tengah masyarakat. Sementara itu, toko-toko ritel berangsur mulai kehilangan pelanggan akibat perubahan pola belanja masyarakat dari offline ke online.

Maka, tidak perlu heran apabila sebagian kalangan kemudian menganggap kemajuan TIK sebagai musuh yang bisa mengancam kelangsungan bisnis mereka. Tuntutan untuk menutup operasional sistem transportasi online oleh sebagian pelaku bisnis transportasi konvensional adalah contoh nyata. Faktanya, berkat kemajuan TIK bakal semakin banyak jenis pekerjaan di masa depan dilakukan lewat sistem otomatisasi. Dengan kata lain, berbagai jenis pekerjaan yang sekarang dikerjakan tenaga manusia, kelak kemungkinan besar bakal dikerjakan mesin.

Sebagian kalangan memproyeksikan, akibat kemajuan TIK, sekitar 60 juta orang akan kehilangan pekerjaan konvesional di masa depan. Namun, jika semua siap, sebetulnya tidak perlu terlalu cemas. Di balik awan kelabu, sesungguhnya selalu tersembunyi sinar terang. Hilangnya pekerjan-pekerjaan tertentu akibat TIK, akan pula melahirkan jenis-jenis pekerjaan baru yang tidak pernah ada dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Sekadar ilustrasi, sepertiga pekerjaan baru di Amerika Serikat yang muncul selama 25 tahun terakhir justru sama sekali tidak pernah ada sebelumnya. Bidang-bidang pekerjaan itu hampir semuanya berkaitan dengan TIK mulai dari pengembangan teknologi informasi (TI), pembuatan piranti keras, aplikasi hingga ke pengelolaan sistem TI.

Sebuah kajian yang dilakukan McKinsey di Prancis menunjukkan bahwa dari 500.000 pekerjaan yang hilang akibat kemajuan TIK selama 15 tahun terakhir, ternyata kemudian memunculkan sekitar 1,2 juta pekerjaan baru. Sebagai negara dengan penduduk terbanyak ke-4 dunia, salah satu tantangan terbesar Indonesia di masa depan tentu saja menyediakan lapangan kerja. Tanpa lapangan kerja yang memadai, maka bonus demografi hanya bakal menjadi petaka sosial.

Pendidikan

Pendidikan menjadi sektor krusial dalam menyiapkan angkatan kerja andal. Sayang, sejauh ini, sistem pendidikan kerap tak mampu berlari sekencang kemajuan di sektor teknologi. Hal ini menyebabkan sektor industri kesulitan mendapat tenaga kerja dengan keahlian tinggi.

Survei McKinsey yang dilakukan di sembilan negara dan melibatkan para pengelola korporasi sebagai repondennya menyimpulkan, sebanyak 60 persen responden menyatakan, para lulusan sekolah selama ini cenderung tidak memiliki kesiapan yang memadai untuk masuk ke dunia kerja. Survei tersebut agaknya perlu menjadi catatan bagi dunia pendidikan nasional.

Bagaimanapun, apabila jagat pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang siap kerja karena tidak memiliki keahlian dan keterampilan memadai, maka bangsa ini akan semakin sulit bersaing dengan negara-negara lain. Di zaman globalisasi dan perdagangan bebas seperti sekarang, di mana arus tenaga kerja terampil bisa leluasa keluar-masuk antarnegara, kemungkinan direbutnya lapangan kerja Indonesia oleh tenaga kerja asing bakal semakin besar.

Maka, institusi-institusi pendidikan mesti adaptif, menyesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Kurikulum mesti dirancang secara baik dan futuristik, sehingga senantiasa berorientasi ke masa depan. Pada saat yang sama, program-program pelatihan, kursus, maupun magang harus pula menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kurikulum pendidikan.

Dengan demikian, para lulusan tidak gagap tatkala menghadapi kehidupan nyata dunia kerja setelah lulus sekolah. Untuk itu, kolaborasi antara sektor pendidikan dan industri sangat penting. Sektor industri dapat secara aktif memberi informasi kepada institusi-institusi pendidikan mengenai jenis-jenis keahlian yang dibutuhkan dunia kerja. Kemudian bersama dengan institusi pendidikan merancang sejumlah program untuk menjawab berbagai kebutuhan dunia kerja.

Tak kalah penting, pendidikan kewirausahaan di sekolah/perguruan tinggi untuk menyiapkan calon-calon wirausahawan muda. Program pendidikan kewirausahaan baik lewat jalur kurikulum maupun nonkurikulum diperlukan mengingat jumlah wirausahawan saat ini masih sangat minim (baru sekitar 1,6 persen dari seluruh penduduk, menurut data Kamar Dagang dan Industri Indonesia). Selain itu, keberadaan program pendidikan kewirausahaan ini dimaksudkan pula untuk mencetak para lulusan yang bukan hanya siap masuk ke dunia kerja, tetapi juga mampu menciptakan lapangan kerja.

Penulis Alumnus Universitas Padjadjaran

Komentar

Komentar
()

Top