Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Program Legislasi - Pembahasan Pansus RUU Terorisme Diusulkan Terbuka

DPR Sepakati Definisi Terorisme

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Salah satu masalah yang mengganjal dalam pembahasan RUU Terorisme adalah soal definisi terorisme. Mengingat soal ini sudah ada kesepakatan diharapkan RUU segera tuntas.

Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah telah menyepakati definisi tentang terorisme dalam RUU Tindak Pidana Terorisme yang selama ini masih menjadi polemik. Pansus sudah menerima salinan definisi terorisme yang telah dibuat oleh pemerintah, yang nantinya akan disampaikan usulan tersebut di rapat Pansus terorisme.

Anggota Pansus RUU Tindak Pidana Terorisme dari Fraksi PDIP Risa Mariska mengatakan hal itu dalam diskusi publikbertema 'Nasib Pembahasan RUU Terorisme', di Hotel Atlet Century, Jakarta, Senin (14/5).

Risa mengungkapkan, bunyi usulan definisi terorisme tersebut yakni: terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan korban yang bersifat masal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik dan fasilitas internasional.

"Ini sudah pernah disampaikan kepada pemerintah tetapi dari beberapa anggota pansus menyampaikan bahwa masih ada yang perlu dimasukan ke dalam rumusan sehingga rumusan ini dikembalikan kepada pemerintah dan pemerintah diminta mereformulasi," ujar Risa Mariska.

Risa berharap agar rapat Pansus dilakukan secara terbuka. Sebab hal tersebut guna menghindari polemik yang mempertanyakan transparansi pembahasan RUU tersebut, juga diperlukannya masukan publik karena ini menyangkut masalah penindakan tetapi juga bagaimana korbannya.

Terkait pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme kata Risa, sebenarnya sudah jelas diatur dalam Pasal 43 j RUU Tindak Pidana Teroris tersebut. Hanya saja dalam pelaksanaannya, pelibatan TNI hanya sebatas operasi mother selain perang. Tetapi hal tersebut perlu diatur lebih lanjut melalui Perpres karena hal tersebut merupakan ranah eksekutif.

"Pelibatan TNI itu ranahnya eksekutif, nanti hasilnya kita tunggu saja," tegasnya.

Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf berpendapat, bahwa definisi teroris di RUU Terorisme, yang masih menjadi perdebatan, seharusnya sudah selesai. Pasalnya tak perlu ada definisi terorisme karena sebetulnya definisi itu sudah ada dalam Pasal UU Terorisme, yakni di pasal 6 dan 7.

"Formulasi definisi terorisme gak usah pusing, Pansus seharusnya tarik saja pasal 6 dan 7 dalam RUU terorisme," tuturnya.

Sementara itu mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai mengatakan, perlu dikeluarkannya Perppu Terorisme oleh Pemerintah terutama Perppu terkait warga negara Indonesia yang baru pulang dari negeri-negeri yang sedang konflik semisal Suriah. Sebab bila tidak diatur secara tegas, maka warga yang baru pulang atau pernah menerima pendidikan radikalisme dari negara-negara yang sedang konflik, berpotensi meneruskan hal serupa di Indonesia.

"Percepat saja itu Perppu kalau UUnya belum siap terutama terkait WNI yang baru pulang dari Suriah karena belum tentu hal semacam itu diatur dalam RUU tersebut," tegasnya.

Apalagi ia mendukung pelibatan TNI dalam menindak aksi terorisme di Indonesia. Menurutnya kolaborasi antara Polri dan TNI dalam setiap penumpasan aksi terorisme sudah sering dilakukan. Ia mencontohkan, kala penumpasan gerakan Santoso di Poso, kedua institusi bekerja sama dan bahkan berhasil. Hanya saja memang masalah pelibatan TNI dalam aksi terorisme harus melihat ekskalasi ancaman tersebut, dan hanya presiden yang bisa mempertimbangkannya.

"Saya heran, tanpa diatur dalam UU saja, kolaborasi kedua lembaga menumpas Santoso berjalan dan berhasil, lalu kenapa ribut masalah RUU," keluhnya.

Penggiringan Opini

Sementara mantan Pimpinan Jamaah Islmaiyah Nasir Abbas menyatakan, ada upaya menggiring opini di media sosial agar masyarakat menjadi benci dengan Polisi dalam menindak terorisme. Hal tersebut dilihat dari seringnya publik mempertanyakan mengapa aparat selalu menggeledah suatu hal yang suci semisal kitab suci guna proses penyidikan.

Padahal ungkap Nassir, teroris selalu menyembunyikan benda- benda berbahayanya melalui hal-hal yang dianggap suci agar dapat lolos dari pemeriksaan.

rag/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top