Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Dolar AS Naik di Asia, Pedagang Pertimbangkan Suku Bunga Lebih Tinggi

Foto : ANTARA/Muhammad Adimaja

Petugas menghitung uang dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Jakarta, Rabu (16/11/2022).

A   A   A   Pengaturan Font

Dolar AS menguat mendekati titik puncak 7 minggu setelah data ekonomi AS memperkuat pandangan The Fed harus menaikkan suku bunga lebih lanjut dan lebih lama.

SINGAPURA - Dolar AS menguat di awal sesi Asia pada perdagangan Senin (27/2), mendekati titik puncak tujuh minggu setelah serangkaian data ekonomi AS yang kuat memperkuat pandangan bahwa Federal Reserve harus menaikkan suku bunga lebih lanjut dan lebih lama.

Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap enam mata uang utama lainnya, berada di 105,17, tepat di bawah puncak tujuh minggu di 105,32 yang disentuh pada Jumat (24/2) setelah data yang lebih kuat dari perkiraan. Indeks naik 3,0 persen untuk Februari dan bersiap untuk menghentikan penurunan beruntun empat bulan.

Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE), pengukur inflasi pilihan Federal Reserve, melonjak 0,6 persen bulan lalu setelah naik 0,2 persen pada Desember, menurut data pada Jumat (24/2).

Pengeluaran konsumen, yang menyumbang lebih dari dua pertiga aktivitas ekonomi AS, melonjak 1,8 persen bulan lalu, menurut Departemen Perdagangan. Para ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan belanja konsumenrebound1,3 persen.

Rodrigo Catril, ahli strategi mata uang senior di National Australia Bank, mengatakan data menggambarkan ekonomi AS berjalan terlalu panas pada awal tahun, meningkatkan urgensi bagi Fed untuk memperketat lebih lanjut selama beberapa bulan mendatang.

"Kenyataannya adalah ekonomi AS telah memulai tahun 2023 dari posisi yang lebih kuat dari yang diperkirakan banyak dari kita."

Pasar sekarang memperkirakan suku bunga AS mencapai puncaknya di 5,4 persen pada Juli dan tetap di atas 5,0 persen hingga akhir tahun.

Namun, para pembuat kebijakan Fed berbicara pada Jumat (24/2) tidak mendorong kembalinya kenaikan suku bunga jumbo tahun lalu, menunjukkan bahwa untuk saat ini para gubernur bank sentral puas untuk tetap pada jalur pengetatan bertahap meskipun ada tanda-tanda bahwa inflasi tidak mendingin seperti yang mereka harapkan.

The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan 21-22 Maret, meskipun beberapa analis melihat kemungkinan kenaikan 50 basis poin jika inflasi tetap tinggi dan pertumbuhan tetap kuat.

"Kami sekarang percaya itu adalah seruan yang lebih dekat untuk menaikkan 50 basis poin pada Maret dari asumsi kami sebelumnya 25 basis poin," kata Kevin Cummins, kepala ekonom di NatWest Markets.

"Kami menempatkan peluang sekitar 60 persen bahwa FOMC naik 50 basis poin."

Data tersebut juga menyebabkan pasar mendorong kemungkinan kenaikan suku bunga untuk Bank Sentral Eropa dan Bank Sentral Inggris.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS dua tahun, yang biasanya bergerak sejalan dengan ekspektasi suku bunga, terkerek 0,4 basis poin menjadi 4,809 persen, sedikit di bawah level tertinggi tiga bulan di 4,840 persen yang disentuh pada Jumat (24/2).

Bagian yang diawasi ketat dari kurva imbal hasil obligasi pemerintah AS yang mengukur kesenjangan antara imbal hasil surat utang dua dan 10 tahun, dilihat sebagai indikator ekspektasi ekonomi, berada di -87,7 basis poin.

Euro naik 0,08 persen menjadi 1,0554 dolar, keluar dari level terendah tujuh minggu yang dicapai pada Jumat (24/2). Sterling terakhir diperdagangkan pada 1,1959 dolar atau naik 0,13 persen.

Yen Jepang menguat 0,15 persen menjadi 136,26 per dolar, dolar Australia naik 0,12 persen menjadi 0,673 dolar AS dan kiwi naik 0,13 persen menjadi 0,617 dolar AS.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top