Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
enghargaan Internasional l Perjuangan Mukwege dan Murad Membahayakan Diri Sendiri

Dokter Kongo dan Korban Budak Seks ISIS Raih Nobel Perdamaian 2018

Foto : AFP/Frederick FLORIN
A   A   A   Pengaturan Font

Pasangan ini memenangkan penghargaan atas upaya mereka mengakhiri penggunaan kekerasan seksual sebagai senjata perang, dan konflik bersenjata.

OSLO - Dokter kandungan dari Kongo, Denis Mukwege, dan mantan budak seks ISIS, Nadia Murad, meraih Nobel Perdamaian 2018 karena perjuangan mereka dalam memerangi dan mengakhiri penggunaan kekerasan seksual dalam konflik bersenjata. Penghargaan ini diberikan langsung di Institut Nobel Norwegia di Oslo. Penerima Nobel ini dipilih oleh komite lima dari parlemen Norwegia.

"Pasangan ini memenangkan penghargaan atas upaya mereka mengakhiri penggunaan kekerasan seksual sebagai senjata perang, dan konflik bersenjata. Dunia yang lebih damai hanya dapat dicapai jika hak-hak dasar dan keamanan perempuan diakui, dan dilindungi dalam perang," kata Ketua Komite Nobel, Berit Reiss-Andersen, di Oslo, Jumat (5/10).

Murad adalah perempuan Yazidi dari Kota Sinjar, Irak Utara. Dia pernah disekap sebagai budak seks oleh ISIS. Dia juga merupakan Duta Besar PBB untuk korban perdagangan manusia. Berit Reiss-Andersen mengatakan Murad menunjukkan keberanian yang luar biasa dalam menceritakan penderitaannya sendiri serta mau berbicara atas nama korban lainnya.

"Murad, yang juga korban kejahatan perang, menolak menerima peraturan sosial yang mengharuskan perempuan tetap bungkam dan malu oleh penganiayaan di mana mereka menjadi korbannya," sebut Berit Reiss-Andersen.

Mimpi buruk Murad dimulai saat para militan ISIS menyerbu desanya di Irak Utara, pada Agustus 2014. Dia dibawa ke Mosul di mana dia berulang kali diperkosa, disiksa, dan dipukuli.

"Hal pertama yang mereka lakukan adalah memaksa kami untuk masuk Islam. Setelah itu, mereka melakukan apa pun yang mereka inginkan," ujar Murad.

Setelah melarikan diri, Murad langsung menjadi simbol perlawanan komunitas Yazidi. Dia kemudian diangkat sebagai duta PBB untuk korban perdagangan manusia.

Sementara itu, Mukwege adalah seorang dokter spesialis ginekologi (kandungan). Dia bersama para stafnya sudah bekerja untuk mengobati ribuan perempuan dan anak korban perkosaan serta kekerasan seksual di Republik Demokratik Kongo.

"Mukwege adalah simbol terkemuka dan paling mempersatukan, secara nasional maupun internasional, dalam perjuangan mengakhiri kekerasan seksual dalam perang dan konflik bersenjata. Prinsip dasar Mukwege adalah keadilan merupakan urusan semua orang,"kata Berit Reiss-Andersen.

Menurut Reiss-Andersen, dengan melakukan perjuangan memerangi kejahatan perang seperti itu, baik Mukwege maupun Murad telah membahayakan diri mereka sendiri.

"Denis Mukwege adalah orang yang telah mengabdikan hidupnya untuk membela para korban ini. Nadia Murad adalah saksi yang menceritakan tentang pelanggaran yang dilakukan terhadap dirinya, dan orang lain. Dengan cara mereka sendiri, nasing-masing telah banyak membantu memberikan gambaran yang lebih jelas soal kekerasan seksual dalam perang, sehingga para pelaku dapat dimintai pertanggungjawaban," tegas Berit Reiss-Andersen.

Nadia dan Dr Mukwege merupakan bagian dari 331 individu atau kelompok yang dinominasikan untuk meraih hadiah Nobel Perdamaian ini. Awalnya beberapa nama dijagokan untuk meraih penghargaan ini termasuk pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in. Awal tahun ini, kedua pemimpin tersebut melakukan pembicaraan yang untuk pertama kali meredakan ketegangan di antara kedua Korea selama beberapa dekade terakhir.

Presiden AS, Donald Trump, juga masuk dalam daftar nominator setelah menggelar KTT dengan Kim Jong-un di Singapura. Namun, banyak kalangan meyakini Trump tidak berpeluang untuk mendapatkan hadiah Nobel setelah membatalkan kesepakatan nuklir dengan Iran dan mencabut pendanaan untuk pengungsi Palestina.

AFP/SB/P-4


Redaktur : Khairil Huda
Penulis : AFP, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top