Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Dinilai Menyesatkan, WHO Mengecam Klaim Pemasaran Industri Susu Formula

Foto : Istimewa

Ilustrasi.

A   A   A   Pengaturan Font

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengecam klaim pemasaran industri susu formula yang bersifat eksploitatif, seraya mendesak para produsen untuk tidak menggunakan klaim yang menyesatkan.

Merujuk pada studi yang diterbitkan di The Lancet pada Rabu (8/2), WHO menyoroti bagaimana pemasaran susu formula dapat membahayakan kesehatan dan hak perempuan serta anak-anak.

Dalam publikasi bertajuk Marketing of commercial milk formula: a system to capture parents, communities, science, and policy, industri susu formula dilaporkan telah mengeksploitasi kurangnya dukungan untuk menyusui oleh pemerintah dan masyarakat, sambil menyalahgunakan politik gender untuk menjual produknya.

Industri susu formula disebut peneliti telah berupaya meningkatkan penjualan mereka dengan mengeksploitasi keinginan orang tua untuk memberikan kehidupan terbaik bagi sang buah hati. Pendekatan seperti ini dilakukan mereka dengan menyarankan susu formula sebagai solusi atas kekhawatiran orang tua tentang perilaku bayi, seperti tingkat kerewelan, perut kembung, dan tangisan.

"Industri susu formula menggunakan ilmu pengetahuan yang buruk untuk menyarankan, dengan sedikit bukti pendukung, bahwa produk mereka adalah solusi untuk tantangan kesehatan dan perkembangan bayi yang umum," kata Profesor Linda Richter dari University of the Witwatersrand, Afrika Selatan, seperti dikutip dari laman resmi WHO.

Produsen umumnya menawarkan berbagai komposisi khusus dalam produk susu formula mereka, seperti prebiotik, protein terhidrolisis, xanthan gum, atau laktosa rendah, yang mereka klaim dapat mengurangi ketidaknyamanan yang dirasakan bayi. Padahal, klaim tersebut tidak didukung oleh uji coba yang memenuhi standar bukti yang diharapkan dari rekomendasi kesehatan.

Tak sedikit susu formula yang mengklaim dapat mendorong bayi untuk tidur dalam waktu yang lebih lama. Padahal dalam beberapa bulan pertama kehidupannya, durasi tidur bayi memang menjadi pendek pada siang dan malam hari, dan akan semakin mengikuti pola diurnal.

Perlu diingat bahwa pola tidur seperti itu adalah bagian dari perkembangan normal manusia. Namun, banyak orang tua yang harapan yang tidak realistis bahwa bayi mereka akan tidur dalam pola yang sinkron dengan tidur orang dewasa. Keinginan inilah yang kemudian dieksploitasi oleh industri susu formula.

Pada salah satu kasus yang lebih umum, banyak produsen susu formula yang berlomba mengklaim bahwa produk mereka dapat mendorong kecerdasan bayi. Gagasan ini biasanya disampaikan melalui iklan yang menggunakan istilah seperti brain, neuro, dan lainnya yang disertai gambar yang menunjukkan pencapaian dan perkembangan awal bayi. Namun, studi intervensi dan tinjauan sistematis tidak menunjukkan manfaat dari bahan yang ditambahkan ke produk ini pada kinerja akademik atau kognisi jangka panjang.

"Teknik pemasaran ini jelas melanggar Kode 1981, yang mengatakan bahwa label tidak boleh mengidealkan penggunaan formula untuk menjual lebih banyak produk," sambungnya.

Sebagai informasi, Kode Internasional Pemasaran Pengganti ASI diterbitkan pada tahun 1981 sebagai hasil dari laporan investigasi The Baby Killer terhadap pemasaran susu formula Nestle di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah pada tahun 1970-an.

Industri susu formula terutama di negara berpenghasilan tinggi juga kerap menggunakan norma gender untuk menjual produknya. Pasalnya menurut studi tersebut, susu formula terus diasosiasikan dengan modernitas dan kebebasan atau hak-hak wanita. Partisipasi perempuan dalam angkatan kerja merupakan inti dari upaya pemasaran ini. Pemasaran susu formula menggambarkan produk itu sebagai solusi nyaman yang mengatasi kondisi kerja yang dapat membatasi pemberian ASI.

Selain mengakhiri taktik pemasaran yang eksploitatif dan pengaruh industri, tindakan yang lebih luas di tempat kerja, perawatan kesehatan, pemerintah, dan masyarakat diperlukan untuk secara efektif mendukung wanita yang ingin menyusui sehingga menjadi tanggung jawab sosial kolektif, daripada menempatkan tanggung jawab pada wanita seorang.

Atas dasar itu, para peneliti merekomendasikan dukungan yang jauh lebih besar perihal menyusui dalam sistem perawatan kesehatan dan perlindungan sosial, termasuk menjamin cuti melahirkan berbayar yang memadai.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Suliana

Komentar

Komentar
()

Top