Dijanjikan Kerja di Perusahaan Startup, 188 WNI Malah Dipaksa Kerja di Kasino dan Judi Online di Kamboja
Sebuah kasino di pusat kota Sihanoukville, Kamboja, sebagai ilustrasi. Kementerian Luar Negeri Indonesia kini tengah menangani kasus perekrutan tenaga kerja ilegal di mana sejumlah warga Indonesia menjadi korban dalam kasus tersebut.
JAKARTA - Sebanyak 188 warga Indonesia menjadi korban perekrutan ilegal tenaga kerja. Banyak dari mereka yang dipekerjakan di perusahaan-perusahaan kasino dan judi online di Kamboja. VOA melaporkan, Jumat (22/4).
Kementerian Luar Negeri Indonesia menyampaikan bahwa pihaknya kini tengah menangani kasus perekrutan tenaga kerja ilegal di mana sejumlah warga Indonesia menjadi korban dalam kasus tersebut.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha menjelaskan Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Ibu Kota Phnom Penh, Kamboja, tengah menangani kasus sejumlah warga Indonesia yang dipekerjakan tidak sesuai dengan prosedur di perusahaan-perusahaan kasino atau judi online di negara tersebut.
Judha mengungkapkan bahwa kasus tersebut terungkap setelah pihak kementerian mendapatkan laporan pengaduan baik dari warga negara Indonesia yang bermukim di Kamboja dan juga dari keluarga korban.
"Perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan modus penjeratan utang, memberlakukan jam kerja yang berlebihan, pembatasan ruang gerak dan komunikasi serta tindakan kekerasan terhadap beberapa warga Indonesia," tambah Judha.
Menurutnya, pihak kementerian menduga kasus-kasus itu layaknya fenomena gunung es. Terdapat kemungkinan bahwa angka sebenarnya mungkin lebih besar dari yang tercatat saat ini. Para korban sendiri diketahui berasal dari berbagai daerah di Indonesia termasuk Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jakarta, dan Jawa Barat.
"Kami mencatat ada peningkatan kasus yang cukup tinggi. Pada tahun 2021, terjadi dua kasus besar yang melibatkan 117 WNI kita di sana yang bekerja di kasino dan judi online. Pada triwulan pertama tahun 2022 saja, sudah ada lagi 71 kasus, sehingga total sejak tahun 2021 ada total 188 WNI yang menjadi korban," kata Judha.
Keterangan dari pihak kementerian menyebutkan para korban sebelumnya dijanjikan oleh calo perekrut untuk bekerja di bagian layanan konsumen di berbagai perusahaan rintisan ataustartup yang ada di Kamboja. Mereka diiming-imingi dengan gaji besar serta kualifikasi yang dibutuhkan untuk memenuhi posisi tersebut tidaklah sulit.
Para korban kemudian diberangkatkan dari Jakarta menuju Phnom Penh. Setibanya di Kamboja, mereka dieksploitasi dengan dipekerjakan di berbagai macam perusahaan judi online antara lain untuk memasarkan produk investasi dan mata uang digital.
Judha menuturkan bahwa tim dari Kementerian Luar Negeri serta Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah terbang ke Phnom Penh untuk mengidentifikasi para korban, mendalami informasi, kesaksian dan alat bukti untuk menindaklanjuti penegakan hukumnya di Indonesia. Tim dari Jakarta juga bekerjasama dengan penegak hukum di Kamboja untuk menangani kasus tersebut lebih lanjut.
Dari 188 korban yang tercatat, sebanyak 162 di antaranya sudah dipulangkan ke Indonesia dan lima lainnya akan dipulangkan pada minggu depan.
Judha mengimbau agar warga Indonesia tidak tergiur tawaran bekerja di luar negeri dengan janji-janji yang tidak realistis, seperti persyaratan kerja yang ringan dan gaji yang fantastis. Ia juga meminta masyarakat untuk berhati-hati atas tawaran kerja yang datang melalui media sosial.
"Calon tenaga kerja (sebaiknya) terlebih dulu mengecek kredibilitas dan kebenaran tawaran pekerjaan tersebut ke instansi yang terkait, seperti ke Kementerian Tenaga Kerja atau Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI)," ungkapnya.
Kementerian Luar Negeri juga kini menyediakan layanan aduan bagi warga Indonesia yang masih bekerja tidak sesuai prosedur di perusahaan kasino atau judi online di Kamboja. Aduan bisa ditujukan ke nomorhotlineKBRI Phnom Penh +85512813282.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, mengatakan perlunya penguatan mekanisme pengawasan, termasuk pengawasan dari tingkat desa, untuk mencegah kasus serupa terulang kembali di kemudian hari.
Secara prosedural, menurut Wahyu, seharusnya terdapat koordinasi yang baik antara pihak imigrasi, Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia untuk memastikan legalitas sebuah proses rekrutmen tenaga kerja.
"Imigrasinya kerap tutup mata, dia bilang secara imigrasi berhak untuk ke luar negeri tetapi kan ada dokumen penyertaannya, dia ke luar negeri karena apa? Karena bekerja? Kalau karena bekerja imigrasi harusnya berkoordinasi dengan Kemenaker misalnya benar tidak dia bekerja ke Saudi resmi atau tidak. Nah ini seringkali tidak menjadi pertimbangan" ujar Wahyu.
Redaktur : Lili Lestari
Komentar
()Muat lainnya