Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Proyeksi 2022

Di Tengah Merebaknya Omicron, Ekonomi Global Diramal Tumbuh 4,4%

Foto : Sumber:BPS, OECD – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2022 tetap berlanjut di kisaran 4,4 persen di tengah merebaknya kasus Covid-19 varian Omicron, tekanan inflasi yang tinggi, dan percepatan normalisasi kebijakan moneter di beberapa bank sentral.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, melalui video conference dalam rangka penyampaian hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan, di Jakarta, Kamis (20/1), mengatakan pemulihan diperkirakan berlangsung lebih seimbang, sehingga tidak hanya bertumpu pada Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, tapi juga disertai dengan perbaikan ekonomi Eropa, Jepang, dan India.

"Perbaikan yang terus berlangsung dikonfirmasi oleh kinerja sejumlah indikator pada Desember 2021, antara lain Purchasing Managers' Index (PMI), keyakinan konsumen, dan penjualan ritel yang tetap kuat," kata Perry.

Menurut Perry, volume perdagangan dan harga komoditas dunia masih meningkat, sehingga menopang prospek ekspor negara berkembang. Namun, ketidakpastian pasar keuangan global masih berlanjut sejalan dengan percepatan kebijakan normalisasi Bank Sentral AS, The Fed sebagai respons tekanan inflasi di AS yang meningkat.

"Ini sejalan dengan gangguan rantai pasok dan kenaikan permintaan, serta tingginya penyebaran Covid-19 varian Omicron," paparnya.

Kondisi tersebut, jelasnya, mengakibatkan terbatasnya aliran modal dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Sebagai respons, BI akan terus memastikan stabilisasi rupiah, menjaga perekonomian, dan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam penyesuaian imbal hasil atau yield Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia.

Tekan Konsumsi

Menanggapi kondisi perekonomian global, Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, menegaskan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini akan lebih rendah dibandingkan 4,4 persen, tidak seoptimis seperti yang diproyeksikan Bank Dunia.

"Faktor penyebaran Omicron tentu menjadi faktor utamanya. Kemudian, faktor inflasi bisa menjadi tekanan konsumsi masyarakat," kata Nailul.

Di Amerika sendiri, papar Nailul, inflasi sedang tinggi, ditambah harga komoditas yang juga sedang melonjak. "Kondisi tersebut bisa menghambat pertumbuhan ekonomi yang optimal," jelas Nailul.

Dia mengatakan angka moderat Bank Dunia lebih masuk di kisaran 4,1 persen. Untuk perekonomian nasional, dia mengatakan pemerintah harus melakukan banyak hal termasuk mengupayakan agar kasus Omicron ini tidak meledak seperti varian Delta sebelumnya.

Begitu juga sisi penerimaan, pemerintah perlu mendorong pendapatan agar bisa mengungkit pertumbuhan ekonomi nasional.

Sementara itu, Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Wasiaturrahma, menyayangkan bantuan vaksin Covid-19 dengan masa kedaluwarsa yang pendek, sehingga tidak memiliki manfaat seperti yang diharapkan bagi masyarakat Indonesia. Untuk itu diharapkan setiap daerah mendorong percepatan vaksinasi Covid-19 agar stok tersebut tidak sia-sia.

"Nah, ini perlu gerak cepat dan harus menambah tenaga kesehatan agar mampu mengakselerasi vaksin yang sudah datang tersebut biar segera memberikan booster kepada masyarakat secara keseluruhan biar tidak sia-sia. Semua Kepala Daerah juga harus kerja keras untuk mengoordinasikan bagaimana vaksin ini bisa segera diberikan kepada masyarakat," katanya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top