Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 29 Jan 2022, 06:35 WIB

Di Rumah Saja, Risiko Tertular Sedang Tinggi

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin

Foto: ANTARA/GALIH PRADIPTA

Pandemi Covid-19 masih belum usai. Setelah varian Delta yang memicu gelombang kenaikan kasus, kini dunia menghadapi varian Omicron dengan karakteristik penularan yang lebih tinggi.

Di Indonesia sendiri, varian Omicron baru terdeteksi pada akhir Desember 2021. Sejak saat itu, kenaikan jumlah kasus sangat signifikan. Pemerintah memprediksi puncak penularan kasus Covid-19 varian Omicron terjadi akhir Februari atau awal Maret.

Di sisi lain, berbagai cara telah dilakukan untuk mencegah peningkatan kasus. Pemerintah telah menyelenggarakan vaksinasi lanjutan atau booster masyarakat. Untuk mengetahui kondisi terkini serta strategi penanganan Covid-19 ke depan, wartawan Koran Jakarta, Muhamad Mar'up, mewawancarai Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, dalam beberapa kesempatan. Berikut petikannya.

Bisa dijelaskan kondisi terbaru Covid-19 khusus varian Omicron?

Omicron sudah masuk ke sini. Penularan lokal juga telah terjadi. Sama juga dengan negara-negara lain, kita harus menghadapi Omicron ini. Perbedaan utama Omicron dengan varian lain terkait penularannya yang cepat dan banyak. Ini ciri-ciri utamanya. Jadi, nanti kita akan melihat dalam waktu singkat, kenaikan kasus cukup tinggi. Pengalaman di negara-negara lain, Omicron naik cepat dan tinggi. Jadi tidak perlu kaget.

Ciri-ciri lain gejala Omicron seperti apa?

Ciri-ciri lain Omicron adalah hospitalisasinya (harus dirawat) lebih rendah. Tingkat keparahannya juga lebih rendah. Yang masuk ke rumah sakit lebih sedikit. Lebih banyak orang-orang terpapar Omicron dirawat di rumah atau isolasi mandiri. Untuk itu, strategi pemerintah dalam menghadapi gelombang Omicron sedikit berbeda dengan Delta. Gelombang Delta keparahan tinggi sehingga kita harus mempersiapkan rumah sakit dengan sangat hebat karena tekanannya tinggi sekali.

Sedangkan Omicron, yang tinggi penularannya, tapi keparahannya rendah karena sebagian besar orang tanpa gejala (OTG) atau sakitnya ringan, seperti batuk, pilek, flu, atau demam sedikit. Sebenarnya bisa sembuh tanpa perlu dibawa ke rumah sakit.

Dapat diceritakan kondisi rumah sakit pascatemuan kasus Omicron?

Kondisi rumah sakit sekarang sekarang per 26 Januari 2021, yang dirawat di seluruh Indonesia ada 7.688. Pasien di ICU ada 432. Total tempat tidur isolasi yang sudah siap dipakai sekarang sekitar 80 ribuan. Jadi, baru sekitar 10 persen dari kapasitas tempat tidur isolasi. Tapi, tempat tidur isolasi bisa dinaikkan sampai 120-130 ribu tempat tidur.

Kemenkes melakukan riset kecil terhadap pasien varian Omicron di rumah sakit. Bisa dipaparkan hasilnya?

Kita meriset kecil untuk orang-orang terbukti Omicron. Sebab yang masuk 7.688 ini harus kita Genom Sequeencing (GS). Kapasitas GS kita terbatas, tapi sudah dilakukan. Total pasien yang sudah dilihat terkena Omicron ada 1.988 diteliti, diriset. Dari 1.988 yang sudah sembuh dan selesai dirawat ada 765, meninggal 3. Total pernah dirawat sejak awal Desember ada 854. Itu asimptomatik atau OTG 461 dan ringan 334. Sedangkan kategori sedang butuh oksigen dan berat masuk ICU ada 59. Sebenarnya yang masuk rumah sakit, 59. Sekitar 7 persen pasien dirawat sekarang. Sebenarnya yang sekarang ada di rumah sakit, tidak semua perlu dirawat. Perlu dirawat hanya kalau mereka butuh treatment oksigen.

Untuk tiga pasien meninggal di rumah sakit analisisnya seperti apa?

Orang yang meninggal belum divaksin sama sekali. Ada 30 persen orang meninggal belum divaksin. Yang lansia 60 persen. Kita perlu memastikan orang-orang lansia dirawat dengan baik. Mereka perlu diprioritaskan untuk divaksinasi. Kalau ada lansia komorbid yang terpapar akan diprioritaskan dikirim ke rumah sakit. Dari data tersebut bisa diambil kesimpulan memang confirm bahwa kasus yang masuk lebih ringan di rumah sakit. Vaksin memberi proteksi yang baik. Maka, orang pada umumnya entah tanpa gejala atau bergejala ringan, tidak perlu oksigen.

Bagaimana cara membedakan pasien harus dibawa ke rumah sakit dan tidak?

Sebenarnya orang tanpa gejala, di rumah bisa sembuh sendiri. Begitu juga yang kategori ringan batuk, pilek, demam bisa di rumah. Jadi, angka 7.688 itu tadi sebagian besar sebenarnya tidak perlu dirawat di rumah sakit. Kita memahami orang-orang masih trauma kejadian bulan Juli lalu. Maka, kalau kena, masuk rumah sakit. Sebenarnya guidance-nya, kalau saturasi di atas 95, bisa dirawat di rumah.

Dari data yang kita miliki, 30-40 persen tanpa gejala bisa dirawat di rumah. Mereka tidak usah panik. Minum vitamin, buka jendela, dan isolasi sendiri, kecuali tempatnya banyak orang berkumpul satu keluarga, tidak bisa dihindari, maka masuk saja ke isolasi terpusat. Konsultasi saja ke telemedicine. Nanti akan diarahkan dokter dan dikirim obat-obatan. Yakinlah bisa sembuh, tanpa perlu masuk rumah sakit.

Kalau sudah sesak dan saturasi di bawah 95-94 butuh oksigen. Ini perlu dibawa ke rumah sakit. Orang tua di atas 60 tahun lebih baik dibawa ke rumah sakit, atau ada orang belum divaksin, kena dibawa ke RS. Risiko orang belum divaksin dan orang tua memang tinggi. Maka, sebaiknya langsung dibawa ke rumah sakit. Yang lainnya, dirawat di rumah saja.

Mengingat akan ada banyak isolasi mandiri, bagaimana ketersediaan obat?

Ketersediaan obat ada monoviravir 400.000, sedangkan untuk papiviravir ada sekitar 2,5 juta. Papiviravir beregim 80 tablet per orang. Monviravir 1 regimnya 40. Obat-obat ini hanya untuk kasus sedang. Kasus sedang per hari masih 300-400-an. Kalau masih membutuhkan, kita bisa impor dan membuka jalur swasta untuk impor, dan langsung didistribusi ke apotik-apotik.

April baru produksi karena masih membutuhkan persetujuan BPOM. Pembuatannya harus ada masa uji stabilisasinya. Tapi, kita inginnya April-Mei bisa produksi.

Di Jakarta, jumlah kamar tidur terisi sudah sekitar 45 persen. Apakah itu sudah mengkhawatirkan?

Khusus untuk DKI yang sudah masuk isolasi 1.700-1.800. Sampai kini kapasitas DKI 3.900, tapi kapasitas maksimal DKI 11.000. Jadi masih ada room. Sekarang belum dikonversikan saja. Disiapkan segitu karena dulu sempat naik sampai 10 ribuan pada bulan Juli.

Apakah kondisi Omicron berdasarkan riset tadi sudah sesuai dengan situasi global?

Sebagai pembanding, kalau untuk varian Delta, hospitality rate-nya 20 persen dari kasus aktif. Yang masuk ICU sekitar 5 persen. Fatality rate-nya 1,8 sampai 3 persen. Omicron di luar negeri hospitalitaty-nya lebih rendah, berkisar 1-4 persen. Yang masuk ICU di bawah 1 persen.

Angka kita masih seperti guidence-nya. Tapi sampelnya masih kecil. GS kita terbatas kapasitasnya 1.700-2.000 per bulan. Kita sekarang pastikan terima reagen agar lebih cepat. Tapi, saya melihat sekarang angkanya masih di angka fatality dan hospitalitation dunia.

Kira-kira kapan dan berapa kasus saat puncak Omicron di Indonesia?

Kalau ditanya kapan naiknya, sampai di mana, saya sudah lihat beberapa model. Pengalaman saya sejak tahun lalu model-model itu tidak ada yang tepat juga. Secara jujur, saya bilang belum tahu naiknya akan seperti apa. Range-nya ada 1-5 kali kenaikannya dari Delta. Range yang sudah terlihat seperti itu, tapi tergantung pada disiplin prokes, tingkat vaksinasi, dan kapasitas testing. Jadi, akan sulit menampilkan besarannya. Kalau dilihat, peak-nya bisa 37-60 hari sejak kasus teridentifikasi. Kalau teridentifikasi akhir Desember maka akhir Februari atau Maret akan terjadi puncak. Kita lihat saja nanti kenaikannya berapa.

Kelompok lansia rentan, bagaimana progres vaksinasinya?

Mengenai vaksinasi lansia memang tiap daerah bervariasi. Kita rutin menampilkan data ke gubernur dan kepala daerah agar memvaksinasi masyarakat lansia mereka. Penting sekali divaksinasi untuk melindungi mereka. Memang pengamatan kita mengenai sebaran Omicron akan di Jakarta dulu. Polanya nanti akan geser ke Jabar dan Banten. Kemudian, Jateng, Jatim, dan Bali. Itu berdasarkan GS. Kita agak beruntung karena vaksinasi lansianya tinggi. Ini akan menjadi medan perang pertama. Mudah-mudahan Jakarta sudah siap, kita bisa menguji strategi seperti apa.

Untuk daerah lain yang masih lambat dorongannya seperti apa?

Untuk daerah-daerah lain kita berharap bantu dipercepat. Kita komunikasi dengan Kapolri, Panglima TNI, dan Kepala BIN untuk memfokuskan ke lansia yang rentan. Memang vaksinasi lansia sebelum menjadi kewajiban vaksinasi anak di atas 60 persen baru 4 provinsi. Tapi, sekarang kalau anak-anak mau divaksin, vaksinasi lansia harus 60 persen. Sekarang naik sudah 20 provinsi yang vaksinasi lansianya di atas 60 persen. Vaksinasi lansia di semua negara susah. Indonesia suntik pertama 69-68 persen. Amerika bertahan di 74 persen tidak gerak-gerak. Kalau Indonesia bisa menyentuh 80 persen, itu luar biasa. Itu transparan bisa dilihat datanya di masing-masing negara.

Vaksinasi lanjutan atau booster sudah berjalan. Seberapa efektif ini mencegah penularan Covid-19 terutama untuk vaksin heterolog?

Basis pengambilan vaksin heterolog setengah dosis. Vaksin heterolog ini sudah banyak risetnya di luar negeri. Kenapa ini jadi preferensi, karena memberikan multiple protection. Jadi, jenis antibodi akan lebih kaya dibanding homolog. Setengah dosis juga sudah ada penelitiannya. Negara paling besar yang sudah melakukan itu, Amerika Serikat dengan setengah dosis moderna karena KIPI-nya tinggi. Jadi, kita melihat setengah dosis akan jauh lebih aman.

Kenapa kita ambil setengah dosis. Kembali lagi, itu atas rekomendasi ITAGI, juga ada uji klinis dari konsorsium profesor-profesor Unpad, UI, dan sudah disetujui BPOM. Setelah kita lihat, rata-rata, primer 100-200 sudah tinggi sekali antibodinya. Begitu disuntik booster 1/2 naik ke level 7.000-8.000. Dikasih 1 dosis jadi 8.000-9.000. Jadi, kita melihat kalau sudah memberikan proteksi jauh dari situ beda 500 tidak terlalu signifikan. Kita melihat KIPI Moderna cukup tinggi dari keamanan. Kita melihat isu operasionalnya, ada vaksin setengah dosis dan 1 dosis. Itu operasionalnya akan sulit.

Jadi, kita standardisasi: semua setengah dosis. Sebab itu masukan dari ITAGI dan BPOM. Hasil riset menunjukkan bedanya tipis dan beda jauh di atas perlindungan 250 serta akan memudahkan operasional di lapangan.

Ada kritik, untuk mencegah Omicron penutupan pintu masuk dari luar negeri berubah-ubah. Kenapa begitu?

Omicron memang berubah cepat sekali. Di luar negeri perubahan-perubahan kebijakan ini terjadi sangat cepat. Dalam sebulan informasi-informasi baru terus masuk. Kita berubah berdasarkan perkembangan kondisi terakhir perkembangan di masing-masing negara. Ya, setiap negara risikonya sama. Sudah 160 lebih negara terkena Omicron. Jadi, setiap negara jangan ditutup agar tidak diskriminasi.

Dalam menghadapi lonjakan kasus Omicron, apakah PPKM masih relevan?

Dari asesmen level PPKM, kita akan tetap menggunakan. Ini disusun berbasis standar WHO. Ada asesmen mengenai transmisi dan kesiapan daerah. Dari transmisi, kita ukur jumlah kasus, jumlah hospitality, dan jumlah kematian. Kita akan pertahankan definisi ini karena standar internasional. Kita review setiap Senin. Ada perubahan setiap hari. Akan lebih baik kita rutin perubahannya, kecuali ada emergency. Sehingga masyarakat tidak bingung kalau sering perubahan. Tapi Senin kita meeting dengan Presiden juga. PPKM tetap kita gunakan sesuai dengan definisi lama dengan konsisten. Tidak kita ubah dari sisi levelnya. Tapi mungkin di dalamnya berubah karena Omicron ini berbeda. Kita ubah batasan-batasannya. Komponen dasar PPKM kita jaga seperti dulu karena ini standar WHO.

Bagaimana strategi ke depan?

Saya tetap konsisten dengan strategi penanganan pandemi. Pertama prokes 3M. Lalu, surveilance, vaksinasi, dan terapeutik atau perawanan. Strategi tersebut (1-3) diarahkan untuk orang sehat, jangan sampai sakit. Strategi 4, kalau orang sudah sakit, ya dirawat di rumah sakit.

Yang perlu diyakinkan, masyarakat jangan takut untuk dites. Terpapar tidak apa-apa karena akan sembuh. Kalau dites ketahuan bisa cepat masuk isolasi atau dirawat.

Strategi vaksinasi harus dipercepat. Kita melihat di Inggris maupun Amerika, bobolnya oleh orang-orang antivaksin dan anak-anak. Makanya kita percepat vaksinasi anak-anak untuk menutup celah transmisi. Transmisi terjadi, mutasi bisa terjadi.

Ada pesan untuk masyakat?

Tetap waspada, hati-hati. Paling penting selalu jaga masker, hindari kerumunan. Kalau bisa kerja di rumah saja. Tidak usah jalan. Ke mana-mana terlalu banyak orang. Risiko tertular sedang tinggi. Kalau tertular tidak usah panik, asal disiplin: tinggal di rumah, minum vitamin, isolasi sendiri. Yang perlu masuk rumah sakit itu lansia, komorbid, dan vaksin. Ingat cepat-cepat divaksin. Kalau divaksin daya tahan tubuh lebih kuat menghadapi varian baru.

Redaktur: Aloysius Widiyatmaka

Penulis: Muhamad Ma'rup

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.