Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Deteksi Penyakit Mata Glaukoma Melalui Penanda Biologis

Foto : Istimewa.

Ilustrasi-Glaukoma

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Glaukoma merupakan salah satu penyebab kebutaan terbanyak di seluruh dunia. Penyakit ini menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang cukup signifikan didorong dengan adanya pertambahan usia penduduk.

Pasien membutuhkan penanganan yang berkesinambungan untuk mencegah progresivitas penyakit tersebut. Glaukoma mayoritas bersifat asimtomatik sehingga sangat mungkin pasien tidak menyadari terjadinya penurunan fungsi penglihatan mereka.

Deteksi dini menjadi hal yang sangat krusial terutama pada individu dengan faktor risiko. "Bila tidak terdeteksi dini, glaukoma berpotensi mengakibatkan berkurangnya luas penglihatan dan berakhir pada kebutaan yang bersifat permanen," ujar dokter spesialis mata dari JEC Eye Hospital and Clinics, Dr. dr. Emma Rusmayani, SpM(K), dalam keterangan tertulis Selasa (20/9).

Emma yang menggagas penelitian "Tinjauan Kadar Ischemia-Modified Albumin, Tumor Necrosis Factor Alfa, dan Malondialdehyde Pada Humor Akuos dan Serum Darah Sebagai Penanda Iskemia Lokal dan Sistemik Pada Glaukoma Primer" yang sekaligus mengantarkannya meraih gelar Doktor dari Universitas Gadjah Mada mengatakan deteksi dini sangat berperan penting dalam mencegah progresivitas penyakit.

"Perlu diingat, kerusakan saraf mata karena glaukoma tidak dapat disembuhkan dan kebutaan akibat penyakit ini berlangsung permanen," paparnya.

Pemeriksaan Intraokular

Diagnosis Glaukoma ditegakkan melalui pemeriksaan tekanan bola mata (intraokular) dengan pemeriksaan luas penglihatan atau Humphrey visual field dan pemeriksaan ketebalan melalui retina nerve fiber layer (RNFL) atau biasa disebut lapisan serat saraf retina, melalui optical coherence tomography (OCT).

Dia menerangkan, saat ini deteksi dini glaukoma utamanya dilakukan melalui penipisan RNFL pada pemeriksaan OCT. Pemeriksaan ini perlu dilakukan secara serial dan tidak hanya sekali untuk mengetahui kerusakan RNFL yang terjadi.

Memahami situasi dr. Emma menawarkan alternatif deteksi dini glaukoma melalui penanda biologis Ischemia Modified Albumin (IMA). Pemeriksaan ini merupakan uji penanda biologis iskemia atau kurangnya aliran darah ke dalam organ tubuh tertentu. Metode ini yang sudah umum dilakukan pada diagnosis penyakit kardiovaskular atau penyakit sistemik lainnya.

Patogenesis (proses perkembangan penyakit) yang terjadi pada glaukoma, salah satunya adalah proses iskemia kronik. Pemeriksaan kadar IMA humor akuos bertujuan untuk menggambarkan kerusakan yang terjadi akibat proses iskemia tersebut.

"Pemeriksaan ini diharapkan dapat menjadi alternatif deteksi yang lebih dini pada glaukoma dibanding metode pemeriksaan yang sudah ada," ucapnya.

Prosedur IMA

Deteksi dini melalui penanda biologi IMA dapat dilakukan melalui metode yang sederhana dan harga yang relatif lebih terjangkau. Caranya dengan mengambil sampel humor akuos intraokular yang tidak dipengaruhi oleh perancu sistemik.

"Prosedur IMA ini dapat dilakukan dengan akuos tap yang mudah dan dapat dilakukan di poliklinik. Dengan adanya proses yang mudah dan harganya yang cukup terjangkau, teknik ini dapat dapat mendeteksi adanya kerusakan mata akibat glaukoma lebih dini sehingga mencegah kebutaan," lanjut dr. Emma.

Kepala Divisi Marcom JEC Eye Hospitals and Clinics, Mubadiyah, S.Psi, MM, mengatakan JEC Eye Hospitals and Clinics terus mendorong tenaga ahlinya untuk meningkatkan kapabilitas diri, tidak hanya demi pencapaian secara akademis namun juga untuk meningkatkan kualitas layanan JEC kepada para pasien. Saat ini, rumah sakit tersebut telah memiliki jajaran tenaga ahli yang berkompeten di bidangnya terdiri dari puluhan dokter, 18 doktor dan juga 4 profesor mata.

"Para praktisi kesehatan di JEC juga kerap melakukan penerapan temuan berbasis sains, guna memberi solusi pada tantangan yang tengah dihadapi masyarakat. Bersama jajaran praktisi yang mumpuni, seperti Dr. dr. Emma Rusmayani, SpM(K) meraih gelar Doktor, JEC optimis mampu melanjutkan kontribusi kami pada dunia kesehatan mata di Indonesia," ujar dia.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top