Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Deteksi Dini Cegah Kemunculan Talasemia Mayor

Foto : Muhamad Ma'rup

Plt. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kemenkes, Elvieda Sariwati, dalam acara Temu Media Hari Talasemia Sedunia secara daring, Selasa (10/5).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Deteksi dini penyakit talasemia diperkuat. Hal tersebut mencegah terjadinya kelahiran bayi dengan penyakit talasemia mayor.

Demikian disampaikan, Plt. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kemenkes, Elvieda Sariwati, dalam acara Temu Media Hari Talasemia Sedunia secara daring, Selasa (10/5).

"Sampai saat ini talasemia belum bisa disembuhkan namun dapat dicegah kelahiran bayi Talasemia Mayor," ujarnya.

Dia mengatakan, deteksi dini bertujuan mengidentifikasi pembawa sifat talasemia agar tidak terjadi perkawinan sesama pembawa sifat.

Dijelaskannya, talasemia dapat diturunkan dari perkawinan antara dua orang pembawa sifat. Seorang pembawa sifat talasemia secara kasat mata tampak sehat atau tidak bergejala. "Talasemia Mayor dapat dicegah dengan menghindari pernikahan antar sesama pembawa sifat, atau mencegah kehamilan pada pasangan pembawa sifat talasemia yang dapat diketahui melalui upaya deteksi dini terhadap populasi tertentu," jelasnya.

Lebih jauh, dia menjelaskan talasemia hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan darah dan analisis hemoglobin. Selain itu, cara mengetahui seorang talasemia dilakukan melalui pemeriksaan riwayat penyakit keluarga yang anemia atau pasien talasemia, pucat, lemas, riwayat transfusi darah berulang, serta pemeriksaan darah hematologi dan Analisa Hb.

Dari sisi pembiayaan, menurut data BPJS Kesehatan 2020 beban pembiayaan kesehatan sejak tahun 2014 sampai tahun 2020 terus meningkat. Talasemia menempati posisi ke-5 di antara penyakit tidak menular setelah penyakit jantung, gagal ginjal, kanker dan stroke yaitu 2,78 triliun rupiah pada tahun 2020.

"Talasemia adalah penyakit keturunan atau kelainan genetik akibat kelainan sel darah merah yang dapat menyebabkan penderita harus melakukan transfusi darah sepanjang usianya. Penyakit tersebut bisa dicegah melalui deteksi dini," ucapnya.

Elvieda menerangkan, Kemenkes mengimbau kepada pemerintah, swasta maupun masyarakat untuk dapat berpartisipasi dan mendukung upaya pencegahan dan pengendalian talasemia dengan. Hal tersebut meliputi peningkatkan upaya promotif dan preventif, melaksanakan deteksi dini pada calon pengantin yang belum memiliki kartu deteksi dini.

Selain itu, melaksanakan penjaringan kesehatan pada anak sekolah dengan integrasi program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Lalu, mendorong kementerian terkait dan lintas sektor terkait lainnya. "Hal ini penting untuk meningkatkan kerjasama dalam mengatasi masalah kesehatan sehingga semua kebijakan yang ada berpihak pada kesehatan," tandasnya.

Tiga Jenis

Sementara itu, Guru Besar Fakiltas Kedokteran Universitas Indonesia, Pustika Amalia Wahidiyat, menerangkan, secara klinis ada tiga jenis talasemia, yakni talasemia mayor, talasemia intermedia, dan talasemia minor/trait/pembawa sifat. Pasien talasemia mayor memerlukan transfusi darah secara rutin seumur hidup atau 2-4 minggu sekali.

Sedangkan, lanjut dia, pasien talasemia intermedia membutuhkan transfusi darah, tetapi tidak rutin. Sementara pasien talasemia minor/trait/pembawa sifat secara klinis sehat, hidup seperti orang normal secara fisik dan mental, tidak bergejala dan tidak memerlukan transfusi darah.

"Berdasarkan hasil penelitian Eijkman tahun 2012, diperkirakan angka kelahiran bayi dengan talasemia mayor sekitar 20 persen atau 2.500 anak dari jumlah penduduk kurang lebih 240 juta," katanya.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top