Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Desa Harus Jadi Pengendali Modernitas

Foto : Koran Jakarta/Muhamad Marup

Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Modernitas yang berjalan di Indonesia cenderung berjalan tanpa kendali sehingga banyak memunculkan dampak negatif. Salah satu dampak negatif yang muncul adalah menutup identitas budaya asli Indonesia terutama yang berasal dari desa.

"Akar budaya yang datang dari desa harus dipertahankan dan dimunculkan ke permukaan. Modernitas yang tanpa kendali ini jangan sampai mengalahkan salah satu akar budaya kita yang dari desa ini," ujar Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hilmar Farid, dalam taklimat media peluncuran Pemajuan Kebudayaan Desa, di Jakarta, Selasa (13/4).

Hilmar menjelaskan dampak dari modernitas harus dikurangi dengan pengenalan dan pengetahuan terkait budaya dari desa. Hal ini sekaligus menjadi modal awal yang baik dalam pelestarian budaya sekaligus mengendalikan modernitas.

"Jadi kita awas dan cermat. Modernitas jadi lebih sesuai dengan desa karena desa sebagai subjek yang memanfaatkan modernitas itu," jelasnya.

Lebih jauh Hilmar menyatakan budaya yang ada di desa menjadi basis yang sangat kuat. Pemerintah, budayawan dan pemangku kepentingan harus berkolaborasi untuk memanfaatkan dan mengembangkan potensi tersebut.

Dia menambahkan proses untuk mengerjakan hal tersebut bakal menjadi jalan panjang. Untuk itu pihaknya meluncurkan program pemajuan kebudayaan desa pada tahun ini dengan target 359 desa akan menjadi sasaran program.

"Minimal kita tahun ini baru bisa identifikasi, lalu bisa turun dan interaksi dengan masyarakat. Tapi yang paling penting ini sudah bisa menjadi landasan," ucapnya.

Hilmar mengungkapkan 359 desa itu adalah yang terdekat dari kawasan cagar budaya, jalur rempah, taman nasional dan destinasi wisata. Selain itu aspek ketertinggalan dan berkembangnya desa juga menjadi pertimbangan.

"Saya harap program ini kian menggali kebudayaan yang ada di desa sebab desa merupakan akar dari seluruh budaya. Jadi kebudayaan bukan sesuatu yang hidup di kota dan festival lalu hilang," katanya.

Hilmar menyampaikan program pemajuan kebudayaan desa ini juga bentuk pelestarian adat isitiadat. Esensi budaya yang murni, kata dia, dapat terjaga dengan berjalannya program ini.

"Bahwa pelestarian adat tradisi budaya, sangat esensial dari desa itu sendiri. Bicara tentang desa ini pasti akan berkaitan dengan tradisi adat," tandasnya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top