Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sistem Pemerintahan I Kekhususan Jakarta Sangat Berbeda dengan Yogyakarta

Demokrasi di Jakarta Harus Diperkuat

Foto : ISTIMEWA

Badiul Hadi Manajer Riset Seknas Fitra - Kekhususan Jakarta justru harus diperkuat dengan sistem demokrasi yang sehat dan baik, wali kotanya harus dipilih langsung oleh rakyat. Dengan begitu, kekhususan itu semakin kuat.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Setelah melepas status sebagai Ibu Kota Negara, sistem pemerintahan di Provinsi Daerah Khusus Jakarta harus diperkuat. Hal itu dengan membangun sistem yang lebih demokratis melalui pengambilan keputusan-keputusan yang berkualitas dan solutif, sehingga bisa mengatasi masalah utama Jakarta, seperti banjir, kemacetan, polusi, dan tingkat kemiskinan penduduknya.

Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, mengatakan dorongan agar status Jakarta sama dengan daerah lain wajar. Kekhususan Jakarta, terangnya, tentu sangat berbeda dengan Yogyakarta yang memang memiliki sistem administrasi berbeda.

"Kekhususan Jakarta justru harus diperkuat dengan sistem demokrasi yang sehat dan baik, kepala daerahnya dipilih langsung oleh rakyat. Dengan begitu, kekhususan itu semakin kuat," tegas Badiul.

Sebagai daerah yang didesain menjadi pusat perekonomian, pemerintah Daerah Khusus Jakarta harus memperkuat distribusi anggaran agar antardaerah tidak mengalami ketimpangan dalam pembangunan dan pelayanan publik.

"Jakarta masih bisa dijadikan barometer dalam penguatan demokrasi di Indonesia ketika kepala daerahnya dipilih secara langsung," ungkap Badiul.

Senada dengan Badiul, Peneliti Pusat Riset Pengabdian Masyarakat (PRPM) Institut Shanti Bhuana, Bengkayang Kalimantan Barat, Siprianus Jewarut, menegaskan yang harus disadari bahwa titik berat otonomi daerah itu ada pada kabupaten/kota, bukan di provinsi.

"Itu berarti pemilihan wali kota oleh gubernur seperti yang terjadi di Jakarta bertentangan dengan semangat otonomi daerah," tegasnya.

Kalau berkaca pada prinsip otonomi daerah yang baik, maka pada sistem pemerintahan harus mengedepankan rakyat dalam menentukan siapa pemimpinnya. Hal itu penting karena masyarakat kenal dan tahu siapa pemimpin yang memiliki hati dalam membantu rakyat kecil.

"Pemimpin yang berasal dari rakyat pasti akan memiliki rasa cinta yang besar kepada rakyatnya, hal inilah yang saat ini sedang diharapkan oleh rakyat," tandas Siprianus.

Oleh sebab itu, tata kelolah dan sistem administrasi yang ada di DK Jakarta perlu ditata kembali. Hal itu penting agar sistem administrasi yang ada bisa lebih demokratis dan manfaatnya lebih dirasakan oleh masyarakat banyak.

"Seperti yang kita lihat pada daerah-daerah lain di luar Jakarta yang memiliki sistem administrasi yang tertata dengan baik dan mengedepankan demokrasi memberi dampak yang signifikan pada upaya pemenuhan hajat hidup orang banyak," paparnya.

Sayang Belum Diatur

Pada kesempatan terpisah, Ketua Umum Pergerakan Advokat, Heroe Waskito, menyayangkan pembentukan UU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta yang baru saja disahkan pada April 2024, belum mengatur secara spesifik mengenai pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan wali kota (pilwalkot) secara langsung di wilayah-wilayah yang saat ini dipimpin oleh wali kota.

Padahal dengan status baru Jakarta setelah tidak menjadi Ibu Kota Negara, peran strategis Jakarta sebagai pusat kegiatan ekonomi, perdagangan, dan budaya memerlukan partisipasi publik yang lebih intens di tiap wilayah.

"Pembangunan di Jakarta harus diarahkan untuk mencapai keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi, dan itu semua perlu partisipasi publik yang kuat di masing-masing wilayah yang penduduknya besar sekali itu. Bayangkan, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan itu, jumlah penduduknya ada yang lebih dari tiga juta. Kasihan kalau partisipasi masyarakatnya hanya sebatas di pemilihan gubernur (pilgub) dan pemilihan legislatif (pileg) Daerah Khusus Jakarta atau DPRD I," papar Heroe.

Meskipun UU Nomor 2 Tahun 2024 tersebut baru saja disahkan, Heroe mengatakan bukan hal yang tidak mungkin untuk mendorong revisi UU dengan memasukkan ketentuan mengenai pileg dan pilwalkot secara langsung.

"Sebab, kata kuncinya warga Jakarta harus dilibatkan dalam pembahasan dan perumusan regulasi ini agar suara mereka terdengar dan kebijakan yang dihasilkan benar-benar mewakili kepentingan masyarakat. Bisa dimulai dengan hearing-hearing dulu dengan banyak wakil kelompok masyarakat," jelas Heroe.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top