Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelolaan Anggaran | Realisasi Subsidi dan Kompensasi Energi sepanjang 2024 Capai Rp155,7 Triliun

Defisit Harus Dijaga Jangan Melebar

Foto : ANTARA/BASRI MARZUKI
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah harus memperketat dan merelokasi anggaran agar defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tidak terlalu dalam. Tujuannya agar jangan sampai masyarakat kecil menjadi korban dengan menaikkan harga energi.

Peneliti Ekonomi Celios, Nailul Huda mengatakan kenaikan beban subsidi energi ini memang sangat besar. Terkait dengan nilai tukar rupiah yang melemah sudah dipastikan target realisasi subsidi energi bakal meleset dari yang dianggarkan dalam APBN 2024.

Dalam APBN 2024, nilai tukar rupiah yang diasumsikan di level 15.000 rupiah per dollar AS. Sedangkan hingga saat ini, nilai tukar riil rupiah terhadap dollar AS di atas 16.200 rupiah.

Terlebih lagi, Indonesia saat ini sudah menjadi negara net importir minyak. "Sudah dapat dipastikan anggaran subsidi untuk energi, terutama BBM akan membengkak. Maka pemerintah harus melakukan pengetatan dan realokasi anggaran untuk menahan defisit APBN tidak terlampau dalam," ucap Huda.

Anggaran untuk perjalanan dinas ataupun proyek yang tidak penting bisa dialihkan untuk menambal alokasi subsidi energi. "Jangan sampai yang dikorbankan adalah masyarakat dengan memangkas subsidi yang dapat menyebabkan inflasi meningkat tajam dan daya beli menurun," tegasnya.

Adapun pemerintah mengakui subsidi energi dalam APBN bakal meningkat tahun ini disebabkan oleh perubahan parameter asumsi makro yaitu harga dan lifting minyak serta kurs rupiah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR mengatakan pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar 155,7 triliun rupiah untuk subsidi dan kompensasi energi. "Dana tersebut digunakan untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebanyak 7,16 juta kiloliter dan LPG 3 kilogram sebanyak 3,36 juta kilogram," ucap Menkeu.

Menkeu menyebutkan lonjakan belanja subsidi dan kompensasi energi akibat depresiasi nilai tukar rupiah berdampak terhadap peningkatan belanja negara. Belanja negara pada semester I-2024 tercatat meningkat 11,3 persen secara tahunan mencapai 1.398 triliun rupiah.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menilai saat ini pemerintah menghadapi tantangan sulit dalam memformulasikan kebijakan fiskal dan harga energi secara optimal untuk mengantisipasi dampak pelemahan rupiah.

Pelemahan nilai tukar rupiah berpotensi memberikan dampak negatif terhadap kondisi fiskal Indonesia. Untuk APBN 2024, setiap pelemahan rupiah sebesar 100 rupiah per dollar AS memang berpotensi meningkatkan pendapatan negara sekitar 4 triliun rupiah.

Namun, pelemahan tersebut memberikan konsekuensi terhadap meningkatnya belanja negara sekitar 10,20 triliun rupiah. "Artinya, setiap pelemahan rupiah sebesar 100 rupiah per dollar AS berpotensi meningkatkan defisit APBN sekitar 6,20 triliun rupiah," paparnya.

Dijelaskannya juga, setiap pelemahan rupiah sebesar 100 rupiah per dollar AS akan meningkatkan biaya pengadaan BBM sekitar 100 rupiah per liter.

Opsi Terbatas

Jika mempertimbangkan kondisi realisasi APBN serta memperhatikan aspek keberlanjutan ketersediaan BBM di dalam negeri, menurutnya, penyesuaian harga BBM kemungkinan menjadi opsi cukup logis di tengah relatif terbatasnya opsi kebijakan pemerintah.

Namun, dia menegaskan, meskipun kemungkinan akan menjadi opsi kebijakan cukup logis, pemerintah perlu mengantisipasi potensi risiko dari kebijakan kenaikan harga BBM.

"Produk domestik bruto (PDB) Indonesia baik berdasarkan pendekatan sektoral maupun kelompok pengeluaran memiliki keterkaitan yang kuat dengan harga energi," ucapnya.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top