Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Program Kerja I Data Stok dan Harga Pangan Disajikan di Dashboard Neraca Pangan

Dalam Stabilisasi Harga, Badan Pangan Harus Berpihak ke Petani

Foto : ANTARA/PRASETIA FAUZANI

PERAJIN TAHU KURANGI PENGGUNAAN KEDELAI I Pekerja mengemas tahu takwa khas Kediri ke dalam kantong plastik di Kampung Tahu Kelurahan Tinalan, Kota Kediri, Jawa Timur, Rabu (23/2). Perajin tahu takwa di kawasan tersebut terpaksa mengurangi penggunaan kedelai guna menyiasati tingginya harga kedelai.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Setelah dilantik sebagai Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi memaparkan program kerja lembaga yang dipimpinnya ke depan. Langkah pertama yang akan dilakukan adalah transformasi digitalisasi data stok dan harga pangan melalui dashboard neraca pangan. Hal itu dimaksudkan agar Badan Pangan Nasional menjadi sentral data untuk semua pemangku kepentingan.

Dalam keterangan tertulisnya yang diterima Rabu (23/2), Arief mengatakan telah mengunjungi sejumlah pemangku kepentingan, mulai dari perwakilan penggiling padi, peternak layer, dan asosiasi petani tebu rakyat Indonesia (APTRI) sebagai upaya menampung aspirasi guna mewujudkan transformasi ketahanan pangan di Indonesia.

Dia pun mendukung komitmen APTRI yang bertekad mewujudkan swasembada gula di Indonesia melalui program revitalisasi industri agar kapasitas meningkat dan produksi lebih berkualitas, sehingga meningkatkan kesejahteraan petani.

Sesaat setelah dilantik, Arief juga mengajak seluruh pemangku kepentingan, baik kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) hingga asosiasi bidang pangan untuk mengutamakan dan meningkatkan sinergi. "Kami harus bersinergi, berkolaborasi dengan seluruh kementerian, lembaga stakeholders pangan yang ada," kata Arief.

Kepala Pusat Ketersediaan Pangan dan Kerawanan Pangan Badan Ketahanan Pangan, Andriko Noto Susanto, dalam sebuah diskusi secara daring mengatakan kewenangan tiga kementerian yang berkaitan dengan pangan akan dilimpahkan kepada Badan Pangan Nasional sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional. "Begitu besar kewenangan yang dimiliki Badan Pangan Nasional, di dalam pasal-pasal itu juga menyatakan pentingnya pendelegasian kewenangan dan pemberian kuasa," kata Andriko.

Badan tersebut juga didesain lintas sektor sehingga ada pelimpahan kewenangan dari tiga kementerian, yaitu Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Kementerian BUMN.

Kemendag harus mendelegasikan kewenangannya terkait perumusan kebijakan dan penetapan kebijakan stabilisasi harga dan distribusi pangan serta perumusan kebijakan dan penetapan kebutuhan ekspor dan impor.

Sementara itu, Kementan mendelegasikan kewenangan terkait perumusan kebijakan dan penetapan besaran jumlah cadangan pangan pemerintah yang akan dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara di bidang pangan. Begitu juga dengan perumusan kebijakan dan penetapan harga pembelian pemerintah dan rafaksi harga.

Sedangkan Kementerian BUMN akan menguasakan kepada Kepala Badan Pangan Nasional untuk memutuskan penugasan Perum Bulog dalam rangka pelaksanaan kebijakan pangan nasional.

Badan Pangan, tambahnya, sangat penting karena ada 273 juta penduduk Indonesia yang terus bertambah 3 persen tiap tahun, sehingga akan menjadi persoalan, jika penanganan pangan tidak dilaksanakan dengan baik.

Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Felippa Ann Amanta, mengatakan Badan Pangan Nasional punya pekerjaan rumah yang besar karena ketahanan pangan Indonesia masih rendah. Berdasarkan Global Food Security Index dari The Economist Intelligence Unit, ketahanan pangan Indonesia ada di posisi 69 dari 113 negara, dengan nilai yang rendah untuk indikator seperti keterjangkauan pangan, kualitas, dan pengelolaan sumber daya alam dan resiliensi.

Masalah terbesar ketahanan pangan Indonesia adalah keterjangkauan di mana masyarakat harus membelanjakan rata-rata 56 persen dari pengeluaran mereka untuk membeli makan, lebih tinggi dari Singapura 20 persen, Malaysia 21 persen dan Thailand 26 persen.

"Badan tersebut ke depan harus memastikan kompetisi yang sehat, keterbukaan, dan efisiensi dalam rantai pasok pangan mulai dari produksi, pengolahan, hingga distribusi," katanya seperti dikutip dari Antara.

Sementara itu, Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan sangat bagus jika ada dashboard neraca pangan yang penyajian datanya terus di-update, sehingga kebijakan yang diambil akan tepat dan akurat.

"Pemerintah jangan sebatas menyelesaikan ketersediaan pangan, tetapi juga mewujudkan swasembada pangan," tegas Esther.

Data Tunggal

Dihubungi terpisah, Pakar Pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jawa Timur, Surabaya, Ramdan Hidayat, berharap di bawah Arief Prasetyo Adi, Badan Pangan dapat mewujudkan single data atau data tunggal untuk mengatasi karut-marut harga pangan.

"Semoga visi misinya menstabilkan harga dan berpihak kepada petani. Kepemimpinan yang baru dapat segera mengordinasi semua stakeholders dengan digitalisasi data stok dan harga pangan melalui dashboard neraca pangan, supaya kita punya single data valid yang bisa diandalkan dalam pertimbangan untuk setiap kebijakan," kata Ramdan.

Dengan data tunggal diharapkan tidak ada lagi oknum yang bermain dan mencari keuntungan dari kelangkaan pangan seperti minyak goreng dan kedelai akhir-akhir ini.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top