Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Come to Papa!

Foto : koran jakarta/ALOYSIUS WIDIYATMAKA
A   A   A   Pengaturan Font

Memanfaatkan keindahan alam dan kondisi ekstrem tengah menjadi tren di berbagai daerah. Hal ini juga kreasi masyarakat secara mandiri mengelola dan menciptakan destinasi wisata untuk "menghidupkan" daerah.

Salah satu destinasi wisata yang memanfaatkan alam (kondisi tebing ekstrem) dikembangkan masyarakat Pabangbon, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Masyarakat dengan cerdik melihat potensi wisata atas alam yang ada di sekitar mereka. Bogor kebetulan dianugerahi alam perbukitan menghijau nan menawan.

Inilah yang secara cerdik dimanfaatkan masyarakat. Mereka berkreasi menciptakan arena-arena selfie secara menarik. Hal ini memang tengah digandrungi kaum remaja dan muda. Mereka memburu tempat-tempat selfie yang menantang, unik, ekstrem, dan Instagramable. Salah satu tempat yang tengah ramai dibicarakan masyarakat Bogor, khususnya, adalah destinasi yang diberi nama Panorama Pabangbon (Papa), di Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

"Masyarakat sekitar memanfaatkan perbukitan milik Perhutani. Hasilnya dibagi dengan beberapa pihak," ujar salah seorang petugas setempat yang tak mau disebut namanya. Menurut dia, hasil pengelolaan tempat wisata ini 25 persen untuk pengelola. Kemudian, 75 persen dibagi untuk Perhutani, polres, polsek, kecamatan, dan kelurahan.

Wisata Papa Bogor ini berlokasi di kawasan hutan pinus dan hutan penelitian meranti milik Perhutani. Tempatnya cukup sejuk pada pagi hari dan sore. Pada siang hari tetap lumayan panas juga. Lokasinya berada sekitar 20 kilometer dari Kota Bogor berada dalam ketinggian 720 meter di atas permukaan laut. Papa memiliki pemandangan serbahijau sejauh mata memandang hutan lebat di kejauhan. Ini sangat penting untuk mata, agar memperoleh keindahan, kehijauan, dan kesejukan. Pemandangan Papa sangat asri, serbahijau. Destinasi ini bisa menjadi alternatif untuk menyegarkan pikiran dari segala kejenuhan rutinitas sehari-hari yang memenatkan.

10 "Spot"

Di tempat wisata Pabangbon Bogor ini, wisatawan dapat menikmati panorama alam sekitar berupa keindahan deretan pohon pinus, berfoto di beberapa spot yang telah disediakan pengelola, atau sekadar bersandar di pohon pinus untuk menikmati kerindangan suasana. Memang tempat ini hanya memiliki 10 spot untuk berfoto, tak sebanyak di "kembarannya" Bukit Bintang yang tak jauh dari Papa yang memiliki 32 spot.

Pengunjung bisa memilih berfoto di area hammocking, rumah pohon segi enam, api pon Pabangbon, spot flyingfox, spot perahu, rumah pohon dua tingkat, ayunan ekstrem, anjungan tepi jurang, sepeda gantung, atau gapura Pabangbon. Pelancong tinggal memilih mana yang menarik dan tentu saja hitung-hitung karena di setiap spot tentu saja harus membayar. Satu tempat untuk setiap orang harus membayar 5.000 rupiah.

Ini tentu masih lumayan dibanding di Bukit Bintang yang memiliki spot bagus-bagus, tetapi ongkos per spot dan perorang juga berbeda-beda. Bahkan, ada yang sampai 20.000 rupiah. Ongkos ini tak pelak sering dikeluhkan para pengunjung. "Kalau kita foto di seluruh spot, bangkrut," kata seorang pengunjung asal Bekasi, Susi (20).

Menurut dia, di tempat-tempat seperti ini juga terlalu banyak membayar. Katanya, parkir membayar. Masuk membayar. Foto membayar. "Repotlah kita yang belum kerja begini," keluh mahasiswi perguruan tinggi swasta di Jakarta Barat tersebut. "Akhirnya, kita hanya bisa foto di satu-dua spot. Selebihnya berjalan-jalan sambil melihat-lihat saja," tambah dia.

Banyak pengunjung usul dikurangi membayarnya. Misalnya, dijadikan paket masuk sebagai tiket terusan. Jadi, tidak setiap foto di spot selalu membayar. Hanya sayangnya, lokasi-lokasi tersebut dibuat perorangan, terutama di Bukit Bintang. Jadi bukan dibuat bersama-sama, makanya sulit memutuskan tiket paketan. Tapi, ini memang perlu dipikirkan pengelola agar tidak ditinggalkan pengunjung. wid/G-1

Destinasi dengan Jalur Ekstrem

Perjalanan menuju ke perbukitan selalu harus berhati-hati karena biasanya jalurnya selain menanjak juga berkelok-kelok, apalagi kalau jalannya cukup sempit, sehingga sulit bila terjadi papasan mobil. Itu pula yang harus dilakukan para pengunjung saat menuju ke Panorama Pabangbon (Papa) di Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Dari Jakarta, wisatawan dapat melalui Tol Jagorawi keluar di eksit Sentol Selatan. Dari sini, dilanjut bablas sampai masuk lagi tol lingkar Bogor sampai akhir. Dari ujung tol ini, pengunjung harus mulai berjuang dengan kemacetan dengan puncak kepadatan nanti menjelang Kampus IPB Dramaga, lalu dilanjutkan menuju Leuwiliang.

Jalur ini kalau hari libur atau Minggu sangat padat alias macet sekali. Maka lebih baik datang lebih pagi, agar tak terlalu macet. Setelah keluar dari jalan raya Leuwiliyang- Bogor, saat belok kiri, jalan mulai memasuki jalur sempit sehingga kalau berpapasan dengan mobil lain harus benar-benar ekstrahati-hati.

Malahan kadang salah satu mobil harus mengalah saat ada ruang untuk berpapasan, memberi kesempatan mobil lain lewat. Pengemudi harus cermat karena kiri kanan ada kanal kecil. Saking sempitnya, dan mungkin sopir tidak cermat, ada mobil minibus terperosok ke parit, sehingga para penumpang terpaksa turun. Dengan susah payah mobil harus diangkat sejumlah orang agar roda menapak kembali di aspal.

Selain itu, kendaraan juga harus prima karena jalurnya terus menanjak dan semakin berat. Pengunjung harus mengecek kondisi kendaraan bermotor terlebih dulu. Cek terutama rem dan ban, sehingga dipastikan bahwa kondisi kendaraan dalam kondisi baik. Untuk pengguna kendaraan motor roda dua, agar lebih aman, hindari motor matik. Motor matik cenderung lebih mudah mengalami rem blong, sehingga lebih aman menggunakan motor manual. Kalau punyanya hanya matic, ya yang penting berhati-hati.

Sebab ada pelancong naik motor matic berdua dari Serang, kendaraannya akhirnya tidak kuat nanjak. "Mungkin panas," kata wisatawan asal Serang, Rudy, sambil beristirahat mendinginkan kendaraan di bawah rerimbunan pepohonan. Lebih dari tiga jam perjalanan dari serang untuk sampai di tempat mogok. Dia telah berhasil melewati BB. Perjalanan tinggal sedikit lagi, tetapi ada tanjakan cukup ekstrem. Jalannya menanjak, lalu belok kanan dan belok kiri,

Setelah beberapa saat pengendara sampai di Bukit Bintang (BB). Sesampai di sini, kalau mau mampir sebentar ke BB juga bisa sekalian agar mobil mengambil "napas", Setelah selfie-selfie di BB boleh melanjutkan perjalanan ke Papa. Kesan jalur ekstrem disampaikan seorang turis asal Kemayoran, Jakarta, Frans. "Saya pernah menanjak di Kalibiru, Kulonprogo, yang terkenal menakutkan. Tapi di sini lebih menakutkan," kata Frans usai selfie dengan putrinya di Papa.

Paling mantap kalau terpaksa naik sepeda motor, gunakan roda dua dengan kopling. Demikian, gunakan mobil manual akan lebih aman. Namun, apa pun jenis kendaraan, ekstrahati-hati, wajib dilakukan para pelancong. Setelah sampai di Papa, bisa menikmati kesejukan udara. Maka, datang lebih pagi untuk menghirup udara lebih sehat dan segar. Siang sedikit juga mulai panas. wid/G-1


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Aloysius Widiyatmaka

Komentar

Komentar
()

Top