ChatGPT Matikan Tugas Esai Mahasiswa, Filsuf Bilang Itu Omong Kosong
Bahwa murid dan mahasiswa bisa menggunakan ChatGPT untuk melakukan kecurangan dengan lebih efisien tidak semestinya dijadikan lendasan untuk mengklaim bahwa tugas esai telah “mati”.
ChatGPT bisa memberi jawaban meyakinkan untuk instruksi dan pertanyaan esai yang lugas dan mudah, tapi tidak menunjukkan adanya pemahaman, penilaian, maupun kebenaran.
Dylan J. White, University of Guelph dan Joshua August (Gus) Skorburg, University of Guelph
Sejak layanan ChatGPT dirilis, banyak pihak mengkhawatirkan potensi bahwa kecerdasan buatan (AI) bisa mengambil alih banyak hal dalam pendidikan. Kata mereka, misalnya, dosen bisa saja kehilangan pekerjaan atau bahwa tugas esai tidak akan relevan lagi bagi murid atau mahasiswa.
Ini merupakan reaksi yang berlebihan dan kurang tepat. Sifat dari ChatGPT itu sendiri membuatnya tidak bisa melakukan hal-hal yang seharusnya kita uji melalui tugas esai.
Sebagai contoh, ChatGPT beserta berbagai layanan AI lainnya tidak bisa menunjukkan kepedulian. Seperti yang diungkapkan filsuf John Haugeland, AI tidak mungkin peduli, karena tidak ada hal yang berarti baginya.
Meski demikian, ChatGPT menghadirkan tantangan maupun peluang yang unik dalam pendidikan dan proses asesmen (evaluasi murid). Beberapa tantangan dan peluang ini mungkin tak secara langsung lahir akibat fitur-fitur ChatGPT, tapi tentu menjadi semakin disorot dengan adanya urgensi baru setelah munculnya layanan AI ini.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : -
Komentar
()Muat lainnya