Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Cegah Kebutaan, Pasien AMD Perlu Rajin Berobat

Foto : ISTIMEWA

mata

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Penyakit mata degenerasi makula terkait usia (age-related macular degeneration/AMD) yang menjadi penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan lansia perlu ditangani. Pasien diharapkan tetap berobat secara rutin untuk mempercepat kesembuhan, meskipun pandemi Covid-19 masih berlangsung.

AMD merupakan penyakit mata berupa kerusakan makula, sebagai pusat fokus penglihatan pada retina mata. Perubahan anatomi pada makula, menyebabkan gangguan fungsi penglihatan mulai dari distorsi bentuk atau penglihatan buram, hingga buta pada penglihatan sentral, yang mengganggu kemampuan membaca, menulis, bahkan melihat wajah orang di hadapannya.

"Jika tidak ditangani secara tepat dan teratur, maka AMD akan berujung parah. Bagi penderita AMD tipe basah (wet AMD), dapat terjadi komplikasi hingga kebutaan," ujar Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) Pusat dr. M. Sidik, Sp.M(K), dalam acara virtual media briefing Kamis (14/10).

Penelitian Seyed Ahmad Rasoulinejad (2015) di seluruh dunia prevalensi AMD tahap awal pada pasien berumur 45 hingga 85 tahun sebesar 8 persen dan AMD tahap lanjut sebesar 0,4 persen. Diperkirakan sebanyak 288 juta orang memiliki AMD pada 2040. Lima negara dengan jumlah penduduk yang mengalami gangguan penglihatan terbanyak yaitu Cina, India, Pakistan, Indonesia dan Amerika Serikat.

Sidik memaparkan, dalam rangka Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day/ WSD) 2021, seluruh masyarakat diingatkan akan pentingnya kesehatan mata khususnya bagi penderita AMD. Jika tidak ditangani akan berdampak pada pendidikan, pekerjaan, kualitas hidup, hingga kemiskinan.

"Saya mewakili seluruh Dokter mata di Indonesia mengajak para pemangku kepentingan baik pemerintah, perusahaan, institusi dan individu, untuk secara aktif mendukung akses kesehatan mata yang universal," ujar dia.

Sidik mengatakan, gangguan penglihatan dan kebutaan akibat AMD sangat menurunkan kualitas hidup lansia, yang sebetulnya perlu tetap aktif dan berkontribusi dalam masyarakat. "Gangguan terjadi secara perlahan dan progresif, sehingga memerlukan pemantauan ketat, serta kontrol dokter dan pengobatan berkala.

Situasi pandemi Covid-19 memang menyulitkan, namun Ia menghimbau agar pasien AMD, tetap memiliki semangat dan tidak takut untuk ke rumah sakit guna mendapatkan pengobatan. Keberanian diperlukan agar kondisi penglihatan pasien tidak memburuk.

Dokter Spesialis Mata Konsultan RSCM-FKUI Dr.dr. Gitalisa Andayani, Sp.M(K), menegaskan, tanpa penanganan secara dini dan berkelanjutan, AMD akan terus memburuk dari waktu ke waktu dan bisa berubah menjadi AMD tipe basah (wet AMD). "Bisa dikatakan wet AMD menjadi penyebab utama kehilangan penglihatan permanen yang parah pada orang di atas usia 60 tahun," ungkapnya.

Pada AMD kering (dry AMD) terjadi kerusakan makula biasanya secara bertahap, selama bertahun-tahun, karena sel-sel retina mati dan tidak terjadi regenerasi. Sekitar 10 persen hingga 15 persen orang dengan AMD kering, penyakitnya akan berkembang menjadi AMD basah.

Pada AMD basah, terjadi pertumbuhan pembuluh darah abnormal ke dalam makula, sehingga terjadi perdarahan atau akumulasi cairan di makula. Akibatnya, akan timbul jaringan parut pada makula yang menyebabkan pasien kehilangan penglihatan sentralnya (kebutaan). "AMD basah sering berkembang dengan sangat cepat dan dapat menyebabkan kehilangan daya lihat yang sangat signifikan," jelasnya.

Gitalisa menjelaskan, faktor risiko utama dari AMD adalah usia. Namun beberapa faktor lain seperti faktor genetik dan merokok, juga bisa meningkatkan risiko AMD. Meski biasanya terjadi pada orang berusia di atas 60 tahun, tetapi dapat terjadi lebih awal.

"Mereka yang memiliki faktor risiko ini tentu harus waspada, karena jika tidak ditangani dengan baik, AMD bisa mengakibatkan komplikasi hingga kebutaan, bahkan juga mempengaruhi kesehatan mental seperti risiko depresi dan isolasi sosial yang lebih tinggi," jelas Gitalisa.

AMD kering biasanya tidak mengakibatkan kehilangan penglihatan total, dan saat ini belum ada pengobatan yang efektif. Namun terapi pada AMD basah telah mengalami perkembangan pesat dalam dua dekade terakhir, salah satu obat adalah Aflibercept yang dapat menghambat faktor pertumbuhan endotel antivaskular (vascular endothelial growth factor/VEGF).

"Terapi dengan Aflibercept dilakukan dengan cara suntikan ke dalam bola mata (intravitreal), dapat memperlambat pertumbuhan pembuluh darah abnormal dan mencegah kerusakan makula lebih lanjut, sehingga mencegah kebutaan," ujar dia.

Head of Medical Pharmaceuticals PT Bayer Indonesia Dr. Dewi Muliatin Santoso mengatakan, peningkatan pengetahuan dan kesadaran pasien dan keluarganya merupakan langkah penting dalam menangani penyakit AMD, yang memengaruhi kehidupan dari segala lini, seperti kualitas hidup hingga beban ekonomi masyarakat.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top