Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengembangan EBT | Indonesia Miliki Potensi EBT dengan Total 3.687 GW

Butuh Regulasi Khusus untuk Energi Terbarukan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Indonesia membutuhkan payung hukum khusus untuk energi terbarukan. Pasalnya, penggabungan regulasi dengan energi baru justru kontraproduktif.

Energi baru adalah energi yang dihasilkan dari teknologi baru baik yang berasal dari sumber terbarukan maupun tidak terbarukan contohnya hidrogen dan nuklir. Sementara itu, energi terbarukan berasal dari sumber daya energi yang berkelanjutan seperti panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, dan aliran air.

"Istilah new energy itu tidak dikenal di dunia internasional. Dan, ketika Indonesia seharusnya lebih ambisius dalam mencapai target bauran energi terbarukan, rencana regulasi yang sedang disusun malah tidak sejalan dengan ambisi itu," kata pakar hukum lingkungan dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Yulinda Adharani, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (26/9).

Yulinda merekomendasikan beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah terkait dengan energi terbarukan. Pertama, perlu ada lembaga atau badan khusus yang mengelola energi terbarukan agar capaian transisi energi terlaksana dengan baik.

Kedua, jika tujuannya untuk transisi energi, lebih baik fokus pada energi terbarukan saja, sementara regulasi mengenai energi baru dimasukkan dalam perubahan undang-undang sektoral.

Ketiga, perlu ada penguatan peran pemerintah daerah serta partisipasi publik dalam mengelola energi terbarukan. Keempat, tetap memperhatikan lingkungan dan mengutamakan teknologi ramah lingkungan.

Yulinda menilai Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) telah mempertimbangkan manfaat energi terbarukan bagi lingkungan, tetapi realisasi dari peraturan tersebut perlu dipertegas.

"Karena bagaimana pun dalam draf yang sudah ada sekarang pun, sudah mengatur bahwa regulasi ini akan mempertimbangkan manfaatnya bagi lingkungan, hanya saja realisasi dari ketentuan itu yang masih perlu dipertegas," ujarnya.

Sementara itu, pengamat hukum lingkungan lulusan Universitas Indonesia, Fajri Fadhillah, mengatakan RUU EBET harus mempertimbangkan nilai keekonomian dari energi baru salah satunya manfaat kesehatan.

"Sementara kita tahu, penggunaan energi baru yang bersumber dari bahan bakar fosil justru berdampak buruk pada kesehatan jangka panjang, melalui penurunan kualitas udara," katanya.

Fajri menambahkan pemerintah dan DPR sebaiknya hanya mengatur energi terbarukan yang sumber energinya berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Sementara itu, ketentuan terkait energi baru yang sumbernya dapat berasal dari bahan bakar fosil tidak perlu ditambahkan dalam rancangan regulasi.

Potensi Besar

Indonesia memiliki potensi energi baru dan terbarukan (EBT) yang besar, dengan total 3.687 gigawatt (GW). Potensi hidro sebesar 95 GW, tersebar di seluruh wilayah Indonesia terutama Kalimantan Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Papua.

Potensi surya sebesar 3.294 GW tersebar di seluruh wilayah Indonesia terutama di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, dan Riau.

Kemudian, potensi sebesar 155 GW dari angin dengan kecepatan lebih dari 6 meter per detik terdapat di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Nanggroe Aceh Darussalam, dan Papua.

Potensi energi laut sebesar 60 GW, terdapat di seluruh wilayah Indonesia terutama Maluku, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Bali.


Redaktur : andes
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top