Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kedaulatan Pangan I Liberalisasi Sektor Pertanian Rugikan Kepentingan Petani

Butuh Konsistensi Regulasi Pro Petani

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Selain menekan impor, pemerintah perlu mengarahkan Bulog agar tidak hanya masuk ke ranah distribusi, melainkan juga diperluas hingga produksi dan industri.

JAKARTA - Keberpihakan terhadap petani lokal dinilai masih sangat minim seiring masih banyaknya kebijakan sektor pertanian yang tidak konsisten. Pemerintah dinilai lebih berpihak ke pasar atau korporasi dan cenderung menekan produsen lokal sehingga menyebabkan produksi nasional tak meningkat.

Untuk itu, pemerintah didesak untuk konsisten melindungi produsen komoditas pertanian lokal. Salah satunya dengan mengurangi aktivitas impor komoditas pertanian, termasuk padi, garam, gula, dan kedelai.

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) melihat selama ini niat pemerintah untuk melindungi petani lokal sangat minim. Hal itu tercermin dari penurunan harga gabah di puluhan wilayah di Indonesia. Bahkan, Fitra mencatat 70 persen bahan baku RI, termasuk komoditas, masih bersumber dari impor.

"Tingginya ketergantungan pada impor membuat pemerintah lupa atau mengabaikan petani lokal, apalagi impor menjadi celah bagi elite untuk memburu rente. Berdasarkan data itu, jelas terlihat bagaimana pemerintah mengabaikan posisi sulit yang dialami produsen lokal," jelas Sekretaris Nasional Fitra, Yenny Sucipto, di Jakarta, Kamis (10/8).

Yenni menilai pemerintah lebih memprioritaskan impor dengan beragam alasan, termasuk penguatan stok dan pajak internasional. Padahal, mestinya yang diperkuat sektor hulu. Menurut dia, keberpihakan terhadap impor berarti tunduk pada mekanisme pasar yang biasanya merugikan produsen.

"Makanya, pemerintah diharapkan tak hanya sesaat melindungi petani. Petani harus diperkuat dengan banyak kebijakan yang berpihak padanya. Skema lainnya dengan memperkuat Bulog. Bulog diarahkan bukan hanya masuk ke ranah distribusi seperti yang terjadi selama ini, tetapi diperluas hingga produksi dan industri," paparnya.

Tetap Dilindungi

Secara terpisah, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menegaskan, dalam beberapa tahun terakhir, upaya proteksi terhadap petani gencar dilakukan, termasuk dengan menekan impor jagung hingga 60 persen.

"Selain menghemat devisa sekitar 12 trilliun rupiah, langkah itu juga untuk melindungi produsen lokal, sehingga jagungnya terserap di pasar," paparnya.

Skema lainnya, sambung Amran, melalui mekanisasi pertanian untuk menekan biaya produksi hingga 40 persen.

Terkini, Kementan menjalin kerja sama sektor pangan dengan tiga negara di oceania, yakni Fiji, Vanuatu, dan Samoa. Ketiga negara tersebut bersedia mengimpor beras dan kelapa dari RI. Terkait itu, Kementan telah membuka lahan di daerah perbatasan atau didaerah pinggiran seperti di Kabupaten Lingga.

"Kita sudah bangun sawah 10 hektare di Merauke, Papua. Kita akan tambah lagi. Selain Merauke, peningkatan lahan di beberapa daerah perbatasan lain juga bakal dilakukan dalam waktu dekat, seperti di Lingga, Nusa Tenggara Timur (NTT)," paparnya.

Amran menyebutkan upaya mencari mitra tersebut agar produsen petani bisa terserap. Di sisi lain, stok beras domestik tetap terjaga. Stok saat ini mencapai 1,7 juta-1,8 juta ton atau setara kebutuhan nasional selama sembilan bulan. ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top