Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pangan I Produksi Panen Padi 2021 Lebih Besar

Bulog sebagai Stabilisator Harus Diperkuat

Foto : Sumber: Bulog-Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Sejak raskin ditiadakan, Bulog kesulitan dalam menyalurkan dan mengelola stok beras.

» Wacana impor menyebabkan harga gabah petani di beberapa tempat turun hingga 1.400 rupiah per kg.

JAKARTA - Turunnya harga gabah dan beras saat musim panen selain karena digembosi isu impor, juga dipengaruhi belum optimalnya penyerapan gabah oleh Perum Bulog. Hal itu karena manajemen pengadaan dan stok serta penyaluran banyak dipengaruhi kebijakan pemerintah, seperti ditiadakannya beras miskin (raskin) dan bantuan disalurkan dalam bentuk langsung tunai.

Ketua Komite Pendayagunaan Pertanian (KPP), Teguh Boediyana, yang diminta pendapatnya soal tata niaga beras di Jakarta, Senin (22/3), mengatakan pemerintah harus memberi insentif ke sektor pertanian seperti sektor lainnya mulai dari hulu hingga ke hilir.

"Di hulu sudah beberapa kebijakan dirasakan oleh petani, namun di hilir khususnya penyerapan hasil produksi, belum berpihak pada para petani," kata Teguh.

Saat musim panen, seharusnya pendapatan petani meningkat, namun yang terjadi, mereka malah merugi karena harga jual jatuh. Selain komitmen untuk tidak mengimpor pangan yang stoknya tersedia dalam negeri, pemerintah, jelasnya, harus memperkuat Bulog agar bisa menjalankan fungsi stabilisator harga.

"Sejak ditiadakannya raskin, Bulog terbukti kesulitan dalam penyaluran dan pengelolaan stok beras," kata Teguh.

Selain mengoptimalkan peran Bulog, dia juga mengimbau agar mengevaluasi strategi dan pelaksanaan program produksi padi di Kementerian Pertanian dan pemerintah daerah, mengingat anggaran di sektor pertanian yang begitu besar.

Dia juga berharap agar menteri-menteri dari partai politik dalam kabinet tidak memainkan isu impor saat musim panen. Sebab, secara psikologi pasar isu tersebut menyebabkan harga gabah petani langsung turun sekitar 1.400 per kilogram (kg) di beberapa tempat.

Efek psikologi pasar, jelasnya, membuat margin keuntungan petani padi turun drastis, bahkan berpotensi merugi. Apalagi saat ini, panen padi di tengah musim hujan menyebabkan petani kesulitan dalam penanganan pascapanen, karena keterbatasan sarana pengeringan gabah.

"Dengan kualitas padi yang rendah akibat intensitas hujan tinggi, membuat kadar rendemen gabah juga turun sehingga harga semakin tertekan," katanya.

Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso (Buwas), sebelumnya menyatakan lebih memprioritaskan penyerapan produksi gabah petani dalam negeri untuk memenuhi stok cadangan beras pemerintah, ketimbang melakukan impor.

"Walau kami mendapat tugas impor satu juta ton, belum tentu kami laksanakan karena kami tetap prioritaskan produk dalam negeri yang sekarang mencapai masa puncak panen raya," kata Buwas.

Total stok di gudang Bulog per 14 Maret 2021 mencapai 883.585 ton dengan rincian 859.877 ton merupakan stok cadangan beras pemerintah (CBP), dan 23.708 ton stok beras komersial. Stok tersebut dinilai cukup untuk kebutuhan penjualan, program kesejahteraan sosial anak dan tanggap darurat bencana sesuai dengan kebutuhan Perum Bulog.

Bahkan dari stok CBP, terdapat beras turun mutu eks impor tahun 2018 sebanyak 106.642 ton dari total impor beras sebanyak 1.785.450 ton.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik memprediksi terjadi kenaikan produksi pada 2021. Produksi tahun ini akan lebih besar dari konsumsi yang terus melambat, bahkan bisa surplus hingga satu juta ton.

Masih Parsial

Anggota Komisi VI DPR, Evita Nursanty, dalam keterangan tertulisnya menyatakan peran Bulog dalam pengelolaan beras harus diperkuat. Saat ini, kebijakannya masih parsial sehingga banyak stoknya dengan umur simpan di atas empat bulan sesuai dengan Permentan No 38 Tahun 2018, atau bahkan di atas satu tahun dan sudah mengalami turun mutu.

Dia berpendapat sebaiknya untuk jangka pendek Bulog dan kementerian terkait harus segera merumuskan kebijakan pengelolaan stok beras tersebut melalui pelepasan stok dengan penjualan di bawah harga eceran tertinggi (HET), pengolahan, penukaran dan atau hibah atas beras yang sudah turun mutu.

Dengan demikian, seluruh stok yang merupakan cadangan sewaktu diperlukan dalam program stabilisasi harga ataupun bantuan bencana kualitasnya tetap baik. n ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top