BRIN Ingatkan Pentingnya Mitigasi Hadapi Bencana Tsunami
Ilustrasi. Wisatawan mancanegara mengunjungi destinasi wisata edukasi bencana alam Museum Tsunami Aceh di Banda Aceh, Aceh, Kamis (4/1/2024).
JAKARTA - Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Franto Novico mengatakan upaya mitigasi menjadi cara paling ampuh menekan angka korban jiwa akibat sapuan gelombang tsunami.
"Tsunami adalah bencana yang cukup jarang terjadi dan cukup sulit untuk dipahami," ujarnya dalam lokakarya mengupas tentang bahaya tsunami yang dipantau di Jakarta, Jumat (15/3).
Franto menuturkan 20 tahun lalu hanya sedikit orang yang mengetahui apa itu tsunami. Namun, peristiwa gempa bumi dan tsunami Samudera Hindia yang terjadi pada 26 Desember 2004 telah membuka mata umat manusia modern di seluruh dunia tentang betapa bahayanya bencana tersebut.
Ketika tsunami Samudera Hindia menyapu Banda Aceh, orang-orang masih belum menyiapkan upaya mitigasi. Bahkan, bencana tsunami tersebut membuat Pulau Sumatera hampir hancur total.
Franto menuturkan beberapa metode kini digunakan untuk melihat skenario tsunami dan melihat lokasi, bukan melakukan prediksi.
Pada 11 Maret 2024, gelombang tsunami juga menyapu Jepang akibat guncangan gempa bumi. Dalam tujuh tahun pasca tsunami di Aceh, umat manusia telah belajar banyak hal untuk mengurangi dampak dari bencana tersebut.
"Tidak ada mitigasi yang tersedia (di Aceh) pada saat itu. Namun di Jepang, Jepang adalah negara yang paling siap dalam merespons tsunami," kata Franto.
Tcucydides merupakan orang pertama yang berpendapat bahwa gempa bumi laut menjadi penyebab tsunami.
Sejarahwan Romawi bernama Ammianus Marcellinus menggambarkan rangkaian tsunami, termasuk gempa bumi yang baru terjadi, laut surut secara tiba-tiba, dan gelombang raksasa muncul, setelah tsunami tahun 365 masehi yang meluluhlantakkan Alexandria.
Redaktur : Lili Lestari
Komentar
()Muat lainnya