Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penanggulangan Bencana

BPBD DKI Modifikasi Cuaca Saat Kemarau

Foto : ANTARA/Asprilla Dwi Adha

Arsip. Sejumlah petugas memasukan garam kedalam pesawat Cassa A-2104 untuk persemaian garam dengan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Skadron Udara 2, Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (28/12/2022). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerjasama dengan TNI Angkatan Udara (TNI AU), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BMKG dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melaksanakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan menyiapkan 30 ton garam untuk persemaian dari tanggal 25 Desember 2022 - 3 Januari 2023 untuk mengantisipasi cuaca ekstrem.

A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta menyatakan bahwa penggunaan teknologi modifikasi cuaca (TMC) akan dilakukan pada puncak musim kemarau untuk mengurangi polutan udara.

"TMC akan banyak berperan saat kemarau sampai akhir Desember," kata Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta Isnawa Adji saat dihubungi di Jakarta, Selasa (25/6).

Menurut dia, untuk saat ini pihaknya masih berkoordinasi dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BNPB) dan TNI AU.

Ia menjelaskan bahwa untuk saat ini hujan masih mengguyur wilayah DKI Jakarta sehingga bisa mengurangi polutan udara yang akhir-akhir ini menyebabkan polusi.

"Jakarta sesekali masih diguyur hujan, hal ini bagus untuk mengurangi polutan udara Jakarta," ujarnya.

Isnawa menambahkan bahwa TMC tidak hanya dilakukan ketika musim kemarau saja, namun apabila ada potensi cuaca ekstrem yang menyebabkan bencana hidrometeorologi juga digunakan.

"Ketika ada potensi bencana hidrometeorologi seperti angin kencang, hujan ekstrem, potensi dampaknya seperti longsor, pohon tumbang sampai dengan banjir (juga dilakukan TMC)," katanya.

Sebelumnya, kualitas udara di Jakarta pada Selasa pagi menduduki peringkat nomor satu sebagai kota dengan udara terburuk di dunia.

Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 07.00 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di urutan pertama dengan angka 179 atau masuk dalam kategori tidak sehat.

Angka itu memiliki penjelasan kategori tingkat kualitas udaranya tidak sehat bagi kelompok sensitif karena dapat merugikan manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.

Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta sedang mengembangkan sistem inventarisasi emisi yang lebih sistematis untuk memantau sumber-sumber polusi udara di daerah tersebut.

"Walaupun di tengah-tengah kondisi udara yang sedang menurun, Pemprov DKI sudah memiliki langkah yang jelas dalam menanggulangi pencemaran udara. Kita sedang dalam proses menyelesaikan itu," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto Rabu (19/6).

Ia mengatakan bahwa DLH melanjutkan upaya serius dalam menanggulangi penurunan kualitas udara di Jakarta melalui implementasi Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 576 Tahun 2023 tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara (SPPU).

Menurut dia, SPPU ini menjadi panduan strategis bagi DLH dan seluruh pemangku kepentingan dalam meningkatkan kualitas udara di Jakarta hingga tahun 2030.

Selain itu kata Asep, DLH sedang mengembangkan sistem inventarisasi emisi yang lebih sistematis untuk memantau sumber-sumber polusi udara di Jakarta.

Ia menjelaskan, dengan sistem itu memungkinkan pengumpulan data yang lebih baik tentang emisi dari berbagai sumber, termasuk kendaraan bermotor dan industri.


Redaktur : andes
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top