Boeing Dapat Dituntut atas Kecelakaan Pesawat 737 Max
Pekerja melewati gambar pesawat Boeing 737 di pabrik Boeing di Renton, Washington, beberapa waktu lalu. Departemen Kehakiman AS pada 14 Mei 2024 mengatakan Boeing dapat dituntut atas dua kecelakaan 737 Max berikutnya yang menewaskan 346 orang sekitar lima tahun lalu.
Foto: AFP/JASON REDMONDSAN FRANCISCO - Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS), pada Selasa (14/5), mengatakan produsen pesawat Boeing dapat dituntut atas dua kecelakaan produk 737 Max yang menewaskan 346 orang sekitar lima tahun lalu.
Menurut pejabat departemen itu dalam sebuah surat kepada pengadilan federal di Texas, Boeing telah melanggar kewajiban berdasarkan perjanjian yang melindunginya dari proses hukum atas kecelakaan itu.
"Kami yakin telah menghormati ketentuan perjanjian itu," kata Boeing dan menambahkan pihaknya berencana untuk mengajukan pembelaan.
"Boeing melanggar kewajibannya berdasarkan perjanjian penuntutan yang ditangguhkan atau deferred prosecution agreement (DPA) karena gagal merancang, menerapkan, dan menegakkan program kepatuhan dan etika untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran undang-undang penipuan AS di seluruh operasinya," kata para pejabat AS dalam surat mereka.
Dikutip dari The Straits Times, dengan pelanggaran seperti itu, lanjutnya, berarti Boeing dapat dituntut atas segala pelanggaran hukum federal terkait kecelakaan tersebut.
Pemerintah AS sedang mengevaluasi bagaimana tindakan selanjutnya dalam masalah ini dan telah mengarahkan Boeing untuk memberikan tanggapan di tanggal 13 Juni.
Para pejabat juga berencana untuk berunding dengan keluarga korban tewas dalam kecelakaan Lion Air Penerbangan 610 dan Ethiopian Airlines Penerbangan 302. "Ini adalah langkah awal yang positif. Bagi keluarga, ini adalah langkah yang akan memakan waktu lama," kata pengacara Paul Cassell, yang mewakili keluarga korban kecelakaan.
Cari Rincian Perbaikan
Cassell menyerukan tindakan lebih lanjut dari Departemen Kehakiman dan menambahkan dia akan mencari rincian mengenai "perbaikan yang memuaskan" atas kesalahan Boeing.
Pada bulan Maret 2019, sebuah Boeing 737 Max 8 yang dioperasikan oleh Ethiopian Airlines jatuh di tenggara Addis Ababa, menewaskan 157 orang di dalamnya.
Ini merupakan kecelakaan kedua dalam lima bulan yang dialami pesawat 737 Max, lini produk yang dimaksudkan untuk menggantikan 737 NG.
Kecelakaan pertama, yang melibatkan Max 8 yang dioperasikan oleh Lion Air terjadi pada bulan Oktober tahun sebelumnya di Laut Jawa, Indonesia dan menyebabkan 189 orang tewas.
Kedua pesawat tersebut jatuh tak lama setelah lepas landas, dan penyelidikan kemudian menunjukkan adanya masalah dengan sistem penerbangan otomatis. Pesawat tersebut untuk sementara dilarang terbang atau dilarang memasuki wilayah udara di seluruh dunia.
"Kami akan berhubungan dengan departemen dengan sangat transparan, seperti yang kami lakukan selama jangka waktu perjanjian," kata Boeing dalam sebuah pernyataan.
Dikatakan hal ini juga termasuk tanggapan terhadap pertanyaan mereka setelah kecelakaan Alaska Airlines (Penerbangan) 1282.
Ledakan dramatis di tengah penerbangan pada 5 Januari pada panel badan pesawat di pesawat Alaska Airlines memicu kepergian sejumlah pejabat tinggi Boeing, termasuk CEO Dave Calhoun, yang akan mengundurkan diri pada akhir tahun ini. Hal ini juga mengakibatkan berkurangnya produksi 737 Max.
Berbagai pertanyaan, audit Administrasi Penerbangan Federal AS mendapat kritik tajam setelah jatuhnya dua pesawat Boeing 737 Max pada tahun 2018 dan 2019.
Namun, ketika Boeing menghadapi banyak pertanyaan dan audit di AS dan luar negeri, Boeing berulang kali meyakinkan para kritikus bahwa mereka bekerja dengan transparansi penuh dan di bawah pengawasan regulator penerbangan AS, Federal Aviation Administration (FAA).
Ketentuan DPA mengharuskan Boeing membayar denda dan restitusi sebesar 2,5 miliar dollar AS sebagai imbalan atas kekebalan dari tuntutan pidana atas tuduhan yang menipu pemerintah selama sertifikasi Max.
Seorang hakim federal di Texas pada awal tahun 2023 menolak tuntutan keluarga korban kecelakaan Boeing 737 Max terhadap penyelesaian kriminal raksasa penerbangan AS tersebut, dan memutuskan untuk tidak memerintahkan perubahan pada DPA Januari 2021 yang kontroversial.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Selama 2023-2024, ASDP Kumpulkan 1,72 Ton Sampah Plastik
- 2 Kemenperin Desak Produsen Otomotif Tiongkok di Indonesia Tingkatkan Penggunaan Komponen Lokal
- 3 Jepang Siap Dukung Upaya RI Wujudkan Swasembada Energi
- 4 Irena Sebut Transisi Energi Indonesia Tuai Perhatian Khusus
- 5 Perkuat Kolaborasi, PM Jepang Dukung Indonesia untuk Jadi Anggota Penuh OECD
Berita Terkini
- Ini Kata Jens Raven Soal Kluivert dan Indonesia ke Piala Dunia
- Ternyata Ini yang Dilakukan Pembunuh Sandy Permana untuk Hilangkan Jejak
- Kepulauan Seribu Akan Bangun Tanggul Cegah Abrasi
- KAI Daop 1 Jakarta Ganti Rel Baru Sepanjang 45.950 Meter di 2024
- Antisipasi Serangan Harimau, Pemkab Mukomuko Sarankan Antar-jemput Anak Sekolah