Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

BNI Perkuat Fundamental dan Gulirkan Transformasi

Foto : Istimewa

Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA- Pandemi Covid - 19 telah menyebabkan banyak tantangan bagi dunia usaha di tanah air hampir disepanjang tahun 2020. Namun, perkembangan yang terjadi selama kuartal IV- 2020 menunjukkan bahwa perekonomian mulai menunjukkan pemulihan, meskipun tanda berakhirnya pandemi Covid - 19 belum terlihat jelas.

Sejak akhir tahun 2020 hingga saat ini, pemerintah masih terus menjalankan kebijakan pembatasan aktivitas sosial dengan seksama untuk mengendalikan penyebaran kasus Covid-19, sambil mempercepat program vaksinasi kepada masyarakat yang ditargetkan dapat selesai pada akhir tahun 2021.

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BBNI terus beradaptasi di tengah masa pemulihan dari Pandemi Covid-19 dan terus berupaya menumbuhkan bisnis, terutama pada triwulan terakhir tahun 2020, dengan fokus pada penguatan fundamental perseroan. Hasilnya cukup memuaskan. Dengan progam transformasi yang dilakukan, kami yakin bahwa kinerja BNI tahun 2021 jauh akan lebih baik dibandingkan dengan tahun 2020.

Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (29/1) mengatakan pihaknya berupaya mengelola imbal hasil dari aset-aset pencetak pendapatan perseroan dengan sangat baik, yang tentunya ditopang oleh kredit yang disalurkan pada 2020 sebesar 586,2 triliun rupiah atau tumbuh 5,3 persen yoy.

"Perseroan juga melakukan upaya-upaya untuk mengoptimalkan komposisi aset dan liabilities, sehingga pengelolaan dana perseroan dapat lebih efektif," kata Royke.

Pada tahun 2020, perseroan mampu menjaga NIM di level 4,5 persen melalui strategi manajemen biaya dana yang efektif. BNI mencatatkan biaya dana (cost of fund) yang terus mengalami perbaikan di setiap kuartalnya, terutama pada Kuartal IV - 2020 yang berada pada level 2,0 persen atau membaik 60 basis poin dari kuartal sebelumnya, sehingga cost of fund pada akhir 2020 turun menjadi 2,6 persen dari 3,2 persen di 2019.

Di tengah kondisi perkonomian yang menantang, perseroan kata Royke dapat merealisasikan pendapatan non bunga atau fee based income sebesar 11,9 triliun rupiah atau tumbuh 4,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019, serta dapat melakukan efisiensi biaya operasional yang hanya tumbuh 2,2 persen yoy.

"Kedua hal ini menjadi sasaran utama perusahaan selama masa pandemi untuk meredam tekanan pendapatan bunga yang turun 4,0 persen yoy dalam rangka pemberian stimulus restrukturisasi kredit kepada para debitur yang terdampak oleh pandemi, serta berkontribusi pada pencapaian pertumbuhan laba sebelum provisi dan pajak (PPOP) sebesar 27,8 triliun rupiah pada akhir 2020," kata Royke.

Bekal PPOP tersebut menambah ruang bagi BNI untuk memupuk pencadangan yang memadai dalam menghadapi tantangan perekonomian di masa mendatang dan juga memberikan kekuatan untuk meminimalisir volatilitas keuntungan perseroan.

"Pada 2020, BNI mencatatkan laba bersih sebesar 3,3 triliun rupiah disertai dengan rasio kecukupan pencadangan atau coverage ratio berada pada level 182,4 persen lebih besar dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 133,5 persen," kata Royke.

Intermediasi
Lebih lanjut dikatakan, pendapatan bunga bersih (Net Interest Income) masih dapat tumbuh berkat penyaluran kredit di tengah pandemi, sekaligus memastikan fungsi intermediasi perseroan tetap berjalan. Kredit BNI tersalurkan pada segmen koorasi, segmen bisnis kecil, dan payroll loan dari segmen bisnis konsumer yang memiliki risiko rendah.

Pada Desember 2020, penyaluran kredit di segmen koorasi meningkat 7,4 persen yoy menjadi 309,7 triliun rupiah. Sementara itu, pertumbuhan kredit kepada segmen bisnis kecil masih sustain sebesar 12,3 persen yoy menjadi 84,8 triliun rupiah.

Demikian juga kredit konsumer yang masih tumbuh 4,7 persen yoy menjadi 89,9 triliun rupiah pada akhir tahun lalu. Pertumbuhan kredit segmen kecil terutama disalurkan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR), adapun kredit konsumer sebagian besar tersalurkan dalam bentuk kredit pemilikan rumah dan payroll loan.

Penyaluran kredit tersebut tambah Royke ditopang oleh akumulasi Dana Pihak Ketiga (DPK). Pada akhir tahun 2020, DPK tumbuh 10,6 persen yoy menjadi sebesar 679,5 triliun rupiah. Strategi perseroan untuk terus fokus pada peningkatan dana murah tercermin dari rasio CASA pada akhir Desember 2020 yang berada di level 68,4 persen atau meningkat 160 bps secara yoy.

Upaya perseroan dalam peningkatan CASA berhasil menekan biaya dana pihak ketiga. Dampak positif dari penurunan biaya dana pihak ketiga ini diteruskan oleh bank kepada nasabah dalam bentuk penurunan suku bunga kredit.bud/E-9


Komentar

Komentar
()

Top