Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Moneter - Persepsi Pasar soal Kenaikan Bunga The Fed Menguat

BI Tahan Bunga Acuan, Kurs Rupiah Melemah

Foto : koran jakarta /ones
A   A   A   Pengaturan Font

>>Kebergantungan yang tinggi pada impor turut melemahkan rupiah.

>>Nilai tukar rupiah mencapai posisi terlemah sejak Oktober 2015.

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mempertahankan posisi bunga acuan, BI-7 Day Reverse Repo Rate, di level 5,25 persen.

BI juga mengungkapkan akan menempuh arah kebijakan yang hawkish, artinya ke depannya lebih condong menaikkan suku bunga atau mengetatkan kebijakan moneter.

Kebijakan BI tersebut dinilai belum mampu menahan pelemahan kurs rupiah. Bahkan, mata uang RI itu terus melemah hingga sempat menembus level 14.500 rupiah, yakni di posisi 14.554 rupiah per dollar AS.

Pada perdagangan di pasar spot, Kamis (19/7), nilai tukar rupiah akhirnya ditutup melemah 28 poin atau 0,19 persen menjadi 14.442 rupiah per dollar AS. Posisi rupiah itu merupakan yang terlemah sejak 5 Oktober 2015 di level 14.503 rupiah per dollar AS.

Menurut pelaku pasar, pelemahan rupiah kemarin juga didorong oleh penguatan dollar AS terhadap semua mata uang Asia lainnya, yang masih disokong oleh makin kuatnya persepsi tentang kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) sebanyak empat kali sepanjang tahun ini.

Analis Samuel Sekuritas, Muhammad Alfatih, menilai pelemahan rupiah kali ini tidak terlepas dari pengaruh faktor eksternal yang lebih dominan. Indikatornya, pelemahan nilai tukar tidak hanya terjadi pada rupiah tapi juga mata uang Asia lainnya.

"Kalau kali ini dollar memang sedang menguat, sedangkan yang lain terkena dampak," kata dia, di Jakarta, Kamis (19/7). Menurut Alfatih, pelemahan rupiah seharusnya tidak semata-mata dilihat dari suku bunga acuan BI.

Namun, kebergantungan yang tinggi pada impor juga patut diperhatikan. Produksi nasional yang masih banyak mengandalkan bahan baku impor, serta ekspor yang terus mengandalkan barang mentah membutuhkan kebijakan jangka panjang untuk memperbaikinya.

"Jadi menaikan suku bunga bukan satusatunya jalan keluar. Tapi yang dibutuhkan saat ini adalah dorongan untuk memacu sektor riil," tutur dia.

Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga, Ardianto, mengatakan selain instrumen suku bunga, pemerintah juga harus memperkuat fundamental ekonomi agar rupiah tidak semakin melemah.

"Untuk menghindari capital outflow, kita harus menjaga perekonomian nasional yang kondusif terlebih dulu," jelas dia. Ardianto memaparkan untuk memperkuat sektor riil harus ada link industri dengan infrastruktur penunjang industri, dari hulu sampai hilir.

"Karena agar rupiah kuat kita harus bekerja secara holistik, bukan parsial. Kegagalan kita menyatukan itu telah menyulitkan para pelaku usaha dan investor," jelas dia.

Menurut Ardianto, kuncinya adalah memperkuat industri dalam negeri, sektor perbankan, dan sektor penunjang ekonomi lainnya.

Sektor moneter perlu ditunjang sektor riil, tidak bisa bekerja sendiri. Efek bunga The Fed yang terjadi di dalam negeri sangat dipengaruhi kondisi sektor riil nasional.

"Dengan memperkuat sektor riil, impor bisa berkurang, dan ujungnya menahan kejatuhan rupiah," ungkap dia.

Terus Memantau

Terkait kebijakan BI, Rapat Dewan Gubernur, kemarin, memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 5,25 persen.

Selain itu, suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 4,50 persen, dan suku bunga Lending Facility tetap 6,00 persen.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan keputusan tersebut konsisten dengan upaya BI mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.

"Kami pandang bahwa suku bunga kebijakan kita itu sudah cukup kompetitif di dalam memberikan ruangan bagi masuknya aliran modal asing," jelas dia, di Jakarta, Kamis.

Perry menegaskan kebijakan BI tetap hawkish dan fokus pada menjaga stabilitas perekonomian khususnya nilai tukar. Hawkish artinya BI akan selalu menjalankan kebijakan moneter yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve.

Dia juga menyatakan BI akan terus memantau lagi perkembangan ke depan ekonomi dalam negeri dan luar negeri, antara lain, mengenai arah kebijakan Bank Sentral AS atau The Federal Reserve.

Meskipun BI sudah memperkirakan masih akan ada kenaikan suku bunga acuan AS, Fed Fund Rate (FFR), dua kali tahun ini dan tiga kali tahun depan, tetapi BI akan tetap memantau faktor yang mempengaruhi kenaikan FFR. ahm/SB/WP

Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top