Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Kebijakan Moneter

BI Harus Lebih Independen dan Fokus Jalankan Tugasnya

Foto : Sumber: DJPPR, Kemenkeu –Litbang KJ/and/ones
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kebijakan bersama antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk saling berbagi beban dalam menangani krisis khususnya saat pandemi Covid-19 lalu dinilai sebagai langkah yang harus ditempuh saat kondisi darurat. Namun demikian, upaya berbagi beban atau burden sharing itu membuat bank sentral semakin tidak independen.

Pengajar dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, yang diminta pendapatnya di Jakarta, Senin (21/11), mengatakan sebagai otoritas moneter, BI seharusnya lebih independen dan fokus menjalankan tugasnya untuk stabilisasi nilai tukar rupiah dan pengendalian inflasi.

Pada saat pandemi Covid-19, BI sudah membantu pemerintah dengan membeli surat berharga dengan payung burden sharing pemulihan ekonomi nasional, sampai sampai dibuat regulasi.

Menurut Esther, periode burden sharing itu seharusnya dari 2020- 2022 saja atau terakhir tahun ini. Kementerian Keuangan seharusnya memindahkan skema burden sharing dari BI ke pemerintah daerah (pemda).

"Pemda diminta untuk beli surat berharga, tetapi sekarang malah BI tetap menanggung beban itu," kata Esther.

Jangan sampai, katanya, kembali mempraktikkan masa pemerintahan Orde Baru, yang mana saat ada masalah dengan anggaran pemerintah maka BI diminta cetak uang. "Bedanya sekarang, kalau pemerintah kesulitan anggaran, BI diminta beli surat berharga," terang Esther.

Kebijakan bank sentral, tambahnya, harus diarahkan ke stabilitas nilai tukar dan harga sesuai tupoksinya, bukan menutup kekurangan anggaran pemerintah. "Memang diperlukan koordinasi kebijakan fiskal dan moneter, tetapi seharusnya koordinasi, bukan intervensi," katanya.

Pemulihan Ekonomi

Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (21/11), mengatakan otoritas moneter itu telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana sebesar 974,09 triliun rupiah sejak 2020 hingga 15 November 2022.

Pembelian itu untuk mendukung pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terhadap program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), serta penanganan kemanusiaan dan kesehatan sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020, yang ditindaklanjuti melalui Keputusan Bersama (KB) antara Gubernur BI dan Menteri Keuangan.

Dari jumlah tersebut, masih terdapat sisa komitmen sebesar 128,58 triliun rupiah yang akan direalisasikan hingga akhir tahun ini. Dengan demikian, pada akhir tahun diperkirakan pembelian SBN BI di pasar perdana mencapai 1.444 triliun rupiah.

"Jadi, 1.444 triliun rupiah ini jumlah SBN yang kami beli di pasar perdana selama tiga tahun untuk dukungan kepada APBN dalam rangka penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi," kata Perry.

Dukungan pembiayaan APBN, jelas Perry, merupakan salah satu bentuk kebijakan moneter bank sentral di dalam bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Selain pembelian SBN di pasar perdana, kebijakan moneter lainnya yang kini sedang dijalankan BI yakni menaikkan suku bunga acuan, memperkuat operasi moneter, memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah, dan mempertahankan kebijakan likuiditas longgar.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top