Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Operasi Moneter - BI 7DRR Berpotensi Naik 75 Bps karena Rupiah Terus Lampaui Level Rp15.000

BI Harus Lebih Agresif Lagi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dinilai perlu agresif lagi dalam melakukan operasi moneter, khususnya melalui instrumen kenaikan suku bunga acuan. Penyesuaian BI 7Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) yang moderat diperkirakan tak akan berdampak positif bagi perekonomian, terutama rupiah yang terus terdepresiasi.

Kepala Ekonom PT Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro, mengatakan BI berpotensi menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Oktober 2022. "Kami mempertimbangkan kemungkinan BI mungkin harus mengejutkan konsensus lagi dengan menaikkan 75 bps untuk meningkatkan likuiditas domestik valuta asing (valas) yang tipis dan menahan penurunan rupiah," ujar Satria dalam hasil kajiannya di Jakarta, Rabu (19/10).

Menurut dia, terdapat beberapa alasan BI untuk agresif, yakni situasi umum pada Oktober ini yang tidak diragukan lagi kurang kondusif dibandingkan dua bulan sebelumnya. Imbal hasil global meningkat tajam, sementara tekanan jual terhadap rupiah kian menguat.

"BI juga tertinggal di belakang sejumlah bank sentral lainnya, sikap yang dapat diambil ketika pasar valas domestik dibanjiri likuiditas dollar AS dari ledakan komoditas, tetapi tidak sekarang ketika rupiah berada di bawah tekanan karena mundurnya harga komoditas bertepatan dengan permintaan dollar AS pada akhir tahun yang tinggi di antara perusahaan lokal," jelasnya.

Selain itu, BI pada RDG bulan lalu juga menyoroti perlunya langkah frontloaded atau membebani kenaikan suku bunga, yang membuka kemungkinan kenaikan suku bunga yang lebih besar dari perkiraan bulan ini yaitu 50 bps.

Satria melanjutkan kemungkinan kenaikan suku bunga acuan sebesar 75 bps juga berpotensi dilakukan lantaran rupiah saat ini sudah melemah ke 15.500 rupiah per dollar AS. "Kami membaca di sini adalah BI telah melakukan intervensi dalam jumlah yang lebih besar selama dua minggu terakhir daripada yang pernah dilakukan sebelumnya tahun ini. Suku bunga simpanan valas overnight yang digunakan BI dalam operasi moneternya pun telah meningkat," tuturnya.

Namun, sambung dia, hal tersebut tidak diikuti oleh bank umum, yang terkendala oleh tingkat bunga penjaminan 0,75 persen untuk simpanan valas yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan.

Likuiditas Menipis

Terlepas dari surplus perdagangan Indonesia yang besar, menurut Satria, likuiditas dollar AS saat ini tipis di antara bank-bank lokal karena BI menjadi satu-satunya pemasok dollar AS di pasar valas.

Seperti diketahui, BI dalam RDG pada 21-22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen dari 3,75 persen. Gubernur BI, Perry Warjiyo, beralasan keputusan kenaikan BI7DRR sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran dua persen hingga empat persen pada semester II-2023.

Bulan ini, BI menggelar RDG selama dua hari hingga, Kamis (20/10). Para pelaku pasar menilai BI perlu kembali menaikkan suku bunga acuan pada Oktober dengan besaran mulai dari 25-50 bps.

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps dalam RDG bulan ini. Namun, keputusan RDG BI diprediksi tidak akan berdampak signifikan untuk mengangkat rupiah dari depresiasi.

"Pasar akan mencermati panduan dari BI besok, namun mungkin tidak terlalu memberi pengaruh besar terhadap rupiah," ujarnya.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top