Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Kebijakan Sektor Keuangan | Kenaikan Suku Bunga Bantu Mencegah Arus Modal Keluar

BI Diimbau Lanjutkan Pengetatan Moneter

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

» Nilai tukar rupiah masih volatile di tengah aliran modal yang bergejolak.

» Inflasi pada 2023 akan kembali ke dalam koridor sasaran BI antara 2-4 persen.

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dipandang masih perlu melanjutkan siklus pengetatan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen bulan ini. Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (FEB UI), Teuku Riefky, mengatakan perlunya menaikkan bunga acuan itu dengan pertimbangan kemungkinan kenaikan suku bunga.

"Nilai tukar rupiah masih volatile di tengah aliran modal yang bergejolak, dan inflasi masih di atas target, BI masih perlu melanjutkan siklus pengetatan moneternya," kata Teuku Riefky dalam keterangan resmi, di Jakarta, Rabu (18/1) seperti dikutip dari Antara.

Meskipun laju kenaikan suku bunga the Fed mulai melambat, perbedaan imbal hasil antara obligasi pemerintah Indonesia dan US Treasury masih cukup tipis, sehingga dia menilai BI masih perlu melanjutkan kenaikan suku bunga acuan guna mempertahankan spread (selisih) suku bunga.

"Menaikkan suku bunga kebijakan akan membantu mengurangi potensi jumlah arus modal keluar, menstabilkan pergerakan rupiah, dan mengurangi tekanan inflasi yang disebabkan oleh barang-barang impor," jelas Riefky.

Pada akhir tahun 2022 dan awal tahun 2023 siklus pengetatan suku bunga acuan bank sentral di berbagai negara diperkirakan akan berakhir karena inflasi mulai mereda.

Di AS, inflasi pada Desember 2022 tercatat sedikit menurun menjadi 6,50 persen secara tahunan karena penurunan harga energi yang signifikan. Angka inflasi AS terbaru merupakan angka terendah sejak Oktober 2021 dan telah melambat sejak mencapai puncaknya pada Juni 2022.

"Hal ini membuat pasar berekspektasi bahwa the Fed hanya akan menaikkan suku bunganya sebesar 25 bps pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) di bulan Januari," katanya.

Untuk Indonesia, Riefky memperkirakan tingkat inflasi pada 2023 akan kembali ke dalam koridor sasaran bank sentral antara, yakni antara 2 sampai 4 persen.

"Hal ini sejalan dengan menurunnya inflasi global meskipun banyak ketidakpastian yang datang dari perang Russia-Ukraina, risiko resesi global, dan bagaimana Tiongkok menangani dampak pelonggaran kebijakan zero-Covid," katanya.

Langkah Antisipasi

Dihubungi secara terpisah, Pengamat Ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y Susilo, mengatakan untuk Januari 2023 jika suku bunga acuan tetap seperti bulan Desember 2022 masih dimungkinkan karena kondisi ekonomi makro sampai akhir tahun 2022 cukup baik.

"Jika BI tetap menaikkan suku bunga acuan 25 bps menjadi 5,75 persen dapat dimaklumi sebagai kebijakan untuk mengantisipasi ekonomi ke depan. Hal itu juga menunjukkan kebijakan moneter BI yang konservatif BI," papar Susilo.

Sementara itu, Direktur Utama Indef, Ahmad Tauhid, mengatakan inflasi Januari levelnya masih tinggi sehingga mau tidak mau BI masih akan menaikkan tingkat suku bunga. Inflasi inti salah satunya karena beras masih cukup tinggi sebab panen raya baru akan dimulai pada Februari, Maret, dan April.

Selain itu, penguatan nilai tukar hanya sesaat dan kembali melemah. Begitu pula devisa hasil ekspor yang bertambah hanya tujuh miliar dollar AS atau belum cukup signifikan. "Mau tidak mau perlu insentif suku bunga dari bank sentral. Jadi, saya kira memang masih perlu naik 0,25 bps," jelas Tauhid.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan tren kenaikan suku bunga untuk menahan laju inflasi dan keluarnya dana asing memang perlu dilakukan. Namun demikian, BI juga harus peka terhadap dampak negatif kenaikan suku bunga terhadap pemulihan sektor riil.

Untuk mengurangi tekanan kurs rupiah, pemerintah dan Bank Indonesia harus mengoptimalkan kebijakan repatriasi Devisa Hasil Ekspor (DHE). Perluasan sektor yang wajib merepatriasi DHE seperti manufaktur harus berjalan optimal karena dampaknya sangat positif ke penambahan likuiditas valas di dalam negeri.

"Sementara untuk menekan inflasi, pemerintah bisa segera turunkan harga bahan bakar pertalite dan solar. Ketersediaan pangan juga mendesak terutama jelang Ramadan, jangan sampai ada gejolak dari beras, telur, dan daging ayam," kata Bhima.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top