Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Moneter I Kurs Tembus Rp16.000 per Dollar AS Pertanda Intervensi BI Gagal

BI Didesak Naikkan Bunga Acuan ke Level 6,5 Persen

Foto : Sumber: Federal Reserve - AFP
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Otoritas moneter atau bank-bank sentral di negara-negara Asia harus berpikir ulang mengenai kemungkinan menurunkan suku bunga atau tidak sama sekali pada tahun ini. Hal itu didasarkan pada laju inflasi di Amerika Serikat (AS) yang belum mampu dijinakkan dengan baik, sehingga membuat pelaku pasar mempertimbangkan kembali peluang pelonggaran moneter di negeri ekonomi terbesar dunia itu.

Pada pekan lalu, AS merilis data inflasi di mana hasilnya masih berada di atas perkiraan selama 3 bulan beruntun. Akibatnya, investor memperkirakan bank sentral AS, Federal Reserve mungkin saja hanya menurunkan suku bunga acuan sekali tahun ini, setelah pada akhir Maret, pasar masih memperkirakan Fed Funds Rate (FFR) bisa turun empat kali.

"Bank -bank sentral di Asia harus mempertimbangkan perbedaan suku bunga dan risiko penguatan dollar AS akan berlangsung lebih lama. Ini berlangsung saat harga minyak sedang tinggi. Jadi, syarat untuk menurunkan suku bunga makin banyak," papar Kepala Ekonom untuk India dan Asia (kecuali Jepang) di Nomura Holdings, Sonal Verma.

Data inflasi Indeks Harga Konsumen (consumer price index/CPI) inti AS naik 0,4 persen dibanding Februari, menurut Badan Statistik AS, dalam rilisnya, Rabu (10/4).

Indeks harga konsumen terbaru, yang tidak termasuk biaya makanan dan energi, menjadi ukuran inflasi AS yang melampaui perkiraan selama tiga bulan berturut-turut.

Hal itu juga mencerminkan masih ada tanda tekanan harga, yang kemungkinan akan menunda penurunan suku bunga Federal Reserve hingga akhir tahun ini.

Masih Konservatif

Pengamat ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y Sri Susilo, mengatakan akhirnya nilai dollar AS tembus di atas batas psikologis pasar yakni 16 ribu rupiah per dollar AS. Hal itu menunjukkan bahwa intervensi BI sudah tidak kuat menahan terus turunnya nilai rupiah.

Susilo menunjuk sejumlah faktor yang membuat rupiah terus melemah yang merupakan kombinasi antara faktor ekternal yang sangat kuat dan faktor internal.

Faktor ekternal tersebut di antaranya suku bunga AS yang lebih menarik dan situasi geopolitik di Israel yang membuat harga minyak dunia terancam tembus 100 dollar AS AS per barrel yang ujungnya akan makin memperkuat dollar karena perdagangan minta memakai dollar AS.

"Sementara dari dalam negeri ada faktor menunggu putusan MK yang menambah ketidakpastian bagi investor, sehingga menurut saya suku bunga 7 days repo BI minggu depan semestinya naik minimal menjadi 6,5," kata Susilo.

Dengan level tersebut kata Susilo diharapkan akan membantu BI dalam menjaga kepercayaan pasar dan tidak menghambur-hamburkan cadangan devisa di tengah situasi penuh ketidakpastian seperti sekarang.

"Level 6,5 itu reasonable dan masih konservatif. Kalau sampai 7 berarti sangat agresif dan BI selama ini cenderung konservatif. Melihat situasi hari ini saya kira 6,5 sudah akan cukup membantu memberi insentif kepada pasar," kata Susilo.

Secara terpisah, Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi mengatakan, dengan status AS sebagai kiblat dunia, dan belajar dari pengaruhnya terhadap perekonomian dunia, negara negara Asia perlu mengambil langkah nyata.

"Memang, hal yang paling aman bagi negara negara di Asia adalah mempertahankan atau meningkatkan suku bunga acuan,"ungkapnya.

Hal itu penting untuk mengantisipasi perubahan global sebagai efek dari kondisi perekonomian AS.

Sementara itu, pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky mengatakan data menunjukan ekonomi AS masih sangat baik karena pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, sehingga memperkecil ruang bagi The Fed untuk untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan masih sangat kecil. Apalagi perekonomian AS masih cukup "panas".

"Kita memang belum melihat atau signal bahwa AS akan menurunkan tingkat suku bunga. Inilah yang membuat nampaknya The Fed akan mempertahankan tingkat suku bunganya yang tinggi untuk waktu yang lebih lama, dan ini nampaknya masih akan berlaku," kata Riefky.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top