Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Rektor UBT, Prof. Dr. Adri Patton, M. Si.

Berkomitmen Membangun Perbatasan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pembangunan di daerah terdepan, tertinggal, dan terluar (3T) merupakan prioritas Presiden Joko Widodo. Hal tersebut tercantum dalam salah satu Nawacita kepemimpinannya. Sampai saat ini, sudah banyak infrastrukrur yang di bangun di daerah-daerah 3T. Kalimantan Utara (Kaltara) sebagai provinsi terus berbenah. Meski begitu, pekerjaan tersebut tidaklah mudah mengingat letak Kaltara yang berada di perbatasan. Keberadaan PTN Universitas Borneo Tarakan (UBT) diharapkan tidak hanya membuka akses pendidikan, tapi juga menjadi bagian penting dalam pembangunan. Melalui Tri Darma Perguruan Tinggi, UBT diharapkan mampu memberi solusi untuk pengembangan di Kaltara. Untuk mengetahui kesiapan UBT dalam menjawab tantangan tersebut, wartawan Koran Jakarta, Muhamad Ma'ruf, mewawancarai Rektor UBT, Prof. Dr. Adri Patton, M. Si, dalam beberapa kesempatan. Berikut petikan wawancaranya.

Sebagai provinsi termuda, seperti apa kondisi dan kebutuhan di Kaltara?

Daerah perbatasan masih minim akses sarana prasarana. Dulu, harga bensin mencapai 35.000 rupiah seliter. Harga semen satu sak dapat mencapai 1.000.000 rupiah. Satu-satunya solusi yaitu menghubungkan akses daerah dengan pembangunan sarana prasarana. Memang perlu biaya besar, namun dapat mengurangi potensi risiko di perbatasan. Di daerah Tanjung Datuk, Malaysia, beberapa sekolah membuka peluang pendidikan bagi masyarakat Indonesia di perbatasan. Hingga muncullah anekdot warga perbatasan, yaitu "Garuda di dadaku, Ringgit di dompetku, Malaysia di perutku". Hal ini bukan masalah sepele. Menurut saya, ini bisa mengancam nasionalisme warga Indonesia di perbatasan. Masyarakat di perbatasan, untuk melahirkan saja lebih dekat ke Malaysia. Mata pencaharian pun lebih dekat ke Malaysia. Gambaran umum ini mencerminkan kehidupan, tinggal di Indonesia, namun pelayan publik dan pekerjaan di dapat dari Malaysia. Sangat penting pembangunan sarana dan prasarana di perbatasan. Wajib hukumnya. Masyarakat di wilayah perbatasan masih belum tersentuh oleh fasilitas publik dari pemerintah. Pemerintah sudah memutuskan memindahkan Ibu Kota Negara ke Pulau Kalimantan.

Apa dampak pemindahan ini untuk Kaltara sendiri?

Pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan akan memberikan efek yang besar. Otomatis, banyak infrastruktur yang akan dibangun karena Kalimantan masih jauh dari aspek pembangunan infrastruktur. Apalagi beberapa wilayah di Kalimantan berbatasan langsung dengan negara Malaysia. Inilah saatnya kita mengejar ketertinggalan. Tantangannya juga sangat berat. Pemindahan ibu kota negara akan memberikan efek positif bagi Kaltara. Sebab, Kaltara wilayah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Ini akan menjadi keuntungan bagi Kaltara. Presiden Joko Widodo memiliki prioritas dalam membangun wilayah-wilayah perbatasan.

Bagaimana pelaksanaannya sejauh ini?

Kami mengapresiasi komitmen Bapak Presiden melalui Nawacita Menghadirkan Negara, Membangun Indonesia Pinggiran (perdesaan, perbatasan, dan terpencil). Nawacita sangatlah tepat, dengan hadirnya negara untuk setiap warga negara. Pembangunan di daerah perbatasan, peningkatan sarana prasarana dan pelayanan publik sangat penting. Ini menjadikan kedaulatan negara dan harga diri bangsa tetap terjaga. Sebagai contoh, adanya program dana desa untuk percepatan pembangunan desa di perbatasan sangatlah bermanfaat. Walaupun di daerah perbatasan serbaketerbatasan, transparansi dan akuntabilitas anggaran khususnya APBD pemerintah daerah di perbatasan sangatlah baik.

Untuk pendidikan sendiri seperti apa?

Saat Presiden Joko Widodo datang ke Kaltara, saya sempat menyampaikan terkait kebutuhan gedung dome yang bisa digunakan untuk pelaksanaan wisuda, kegiatan organisasi mahasiswa, olahraga dan kegiatan lainnya. Pada saat saya menyampaikan hal tersebut, beliau mengiyakan. Gedung tersebut menjadi salah satu yang diperlukan UBT sebagai perguruan tinggi di daerah perbatasan dan masuk daerah 3T. Jadi, kalau ada gedung ini, kita tidak perlu lagi menyewa gedung di luar universitas, seperti yang dilakukan selama ini. Gedung ini membuat kita bisa sejajar dengan perguruan tinggi lainnya di Indonesia. Namun, karena ada Covid-19, itu masih tertunda. Saya yakin dan percaya itu bisa terealisasi.

Bagaimana peran UBT dalam pembangunan di Kaltara?

Secara pribadi, saya ingin mencerdaskan anak bangsa di Kaltara melalui perguruan tinggi UBT. Oleh sebab itu, saat terpilih menjadi rektor pada 2017, jadi jalan untuk mewujudkan impian tersebut terbuka Ketika kami dilantik, UBT sebagai perguruan tiggi negeri baru ada beberapa gedung yang pembangunannya mangkrak. Dengan dukungan pemerintah, saat ini gedung mangkrak terbangun, bahkan ada juga fasilitas pembangunan science techno park. Selama empat tahun menjadi rektor, kami telah berhasil menuntaskan visi dan misinya sebagai rektor UBT, yang dimulai dari pembangunan fisik UBT hingga penyediaan sumber daya manusia (SDM). Dengan berdiri kokohnya UBT, kami berkomitmen mengamalkan Visi Misi UBT yang fokus pada pembangunan perbatasan. Apresiasi juga kepada Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, yang telah memberikan peluang besar pada masyarakat daerah perbatasan untuk berkesempatan menempuh pendidikan sampai perguruan tinggi.

Di periode kedua Bapak menjabat rektor, apa saja program peningkatan di UBT?

Di periode kedua sebagai rektor, saya berkomitmen melanjutkan pengembangan infrastruktur kampus, semakin menggiatkan Tri Darma Perguruan Tinggi, meningkatkan manajemen keuangan dan kepegawaian, serta melaksanakan program dari Mendikbud, yakni "Kampus Merdeka, Merdeka Belajar". Kami ingin mengembangkan kelembagaan UBT agar menjadi lebih baik, seperti pembangunan infrastruktur dan laboratorium. Oleh sebab itu, saya mengharapkan adanya kerja sama yang baik, dari pihak pemerintah terhadap UBT kelak sehingga program mencerdaskan anak bangsa dapat terus berjalan di Kaltara. Peningkatan kualitas dosen, akademika, dan melaksanakan peningkatan pendidikan dari S2 menjadi S3, dosen yang sudah S3 menjadi guru besar dan seterusnya akan dilakukan. Ini merupakan prioritas unggulan selain membangun infrastruktur. Dalam kunjungannya ke UBT, salah satu yang menjadi perbincangan adalah pembukaan fakultas kedokteran di UBT. Bisa diterangkan urgensinya. Memang, mimpi besar saya adalah bagaimana UBT bisa memiliki fakultas kedokteran. Kami sudah punya Fakultas Kesehatan, tapi kedokteran harus fakultas tersendiri karena dekannya harus dokter. Bukan untuk gagah-gagahan bagi UBT, tetapi ini kebutuhan di daerah pedalaman dan Kaltara. Fakultas Kedokteran sangat penting untuk dapat memenuhi kebutuhan dokter dan tenaga kesehatan di Kaltara. Fakultas tersebut nantinya diharapkan mencetak para dokter dan tenaga kesehatan yang bisa memberikan pelayanan publik di bidang kesehatan dan pendidikan di Kaltara.

Kapan Fakultas Kedokteran tersebut bisa beroperasi?

Harapannya tahun ini berjalan. Mas Mendikbudristek dan Pak Menkes sudah memberi respons positif terkait hal ini. Dukungan pemerintah daerah juga kuat dengan menyediakan rumah sakit pendidikan. Belum lagi dukungan dari universitas lain seperti Universitas Gadjah Mada. Saya berharap 7-8 tahun ke depan kita tidak akan kekurangan. Kita juga akan ada afirmasi kepada lima kabupaten kota di Kaltara untuk lulusan yang pintar dan brilian lulusan IPA berkuliah di Fakultas Kedokteran. Kalau anak daerah sekolah ke luar, kemungkinan besar dia tidak mau kembali. Ketika anak kita sendiri, sekolah dan dididik menjadi dokter, dia akan senang hati bertugas di daerahnya. Itu kenapa kita ada afirmasi untuk putra daerah. Pemerintah mengeluarkan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

Bagaimana pandangan Bapak terkait program tersebut?

Paradigma MBKM ini baik agar mahasiswa bisa memahami disiplin ilmu yang menjadi jurusan. Dia bisa memahami kepemimpinan, budaya lokal, teknik, komunikasi. Dalam paradigma MBKM ada SKS di prodi, tapi ada juga di luar prodi. MBKM melatih mahasiswa untuk siap menghadapi realitas setelah lulus. Dari hasil wawancara dengan mahasiswa UBT, pada umumnya hampir semua mau melaksanakan MBKM. Mereka banyak mengetahui berbagai macam ilmu.

Bisa jelaskan upaya UBT merespons program tersebut?

UBT terus mengembangkan kualitas pendidikan dengan spirit MBKM. Sinergi UBT dengan Pemerintah Provinsi Kaltara dan Pemerintah Kabupaten/Kota di seluruh Kaltara akan terus terjalin. Bukan hanya menjalin kerja sama dengan penentu kebijakan, UBT juga terus melakukan kerja sama dengan dunia usaha, serta universitas yang ada di dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu, akan dilakukan MoU (Memorandum of Understnding). Ke depan, industri akan semakin banyak. Apalagi Presiden sudah groundbreaking wilayah industri pelabuhan sehingga akan tersedia lapangan kerja. Kalau ini bisa direspons dengan industri-industri di Kaltara, tentu masyarakat tidak jadi penonton. Kita buat mahasiswamahasiswa bisa masuk ke industri dengan spesialisasi dan kemampuan masing-masing.

Apa kewajiban mahasiswa?

MBKM mewajibkan ada tiga semester untuk para mahasiswa mengikuti pembelajaran di luar kampus dan di luar prodi. Ini bisa dilaksanakan dengan berbagai macam kegiatan. Ada kerja sama dengan perusahaan BUMN maupun swasta sehingga ada hubungan dengan dunia usaha. Maka lulusan UBT bukan hanya tahu ilmu manajemen, tetapi juga memahami ilmu sosial lainnya, termasuk hal-hal yang bersifat aplikasi maupun kemasyarakatan.

Adakah kerja sama dengan asing?

Ada. Untuk kerja sama dengan luar negeri yang telah terjalin adalah Jerman terkait dengan penjaminan mutu oleh LP3M. Sedangkan di Thailand juga telah dilakukan oleh Fakultas Keguruan dengan pertukaran mahasiswa sekaligus magang mengajar. Kami juga telah mengembangkan beberapa prodi baru. Perkembangannya dari 20 prodi sekarang menjadi 29 prodi, di antaranya Teknik Komputer, Akuntasi, Keperawatan dan Kebidanan, serta menambah jenjang strata dua, meliputi pengajuan untuk lingkungan, pertanian. Kemudian magister manajemen juga sedang proses dengan harapan bisa direstui dan terlaksana dengan baik. Sejalan dengan itu, sesuai dengan pesan Mas Menteri, jangan sampai ada masyarakat miskin yang kuliahnya terkendala karena biaya. Kita akan perhatikan dengan bantuan SPP juga.

Apa saja yang perlu ditingkatkan dari program MBKM ini?

Ada tiga klaster perguruan tinggi, yaitu PTNBH, BLU, Satker. Harusnya dalam MBKM, menurut hemat saya, para perguruan tinggi yang sudah mapan bisa mengabdikan diri membina perguruan tinggi satker ini. Contoh ketika MBKM tidak hanya kampus dan mahasiswa, dosennya boleh merdeka mengajar. Misalnya di UBT mau membuka S2 Lingkungan. Itu penting di Kaltara sebab kita memiliki hutan yang jadi paru-paru dunia untuk mencegah global warming. Ketika kita mau membuka, banyak peminat, tapi kekurangan dosen. Kalau infrastruktur dan lain-lain kita sudah punya. Masalah kami kekurangan dosen. Saran saya, harus ada kerja sama dengan perguruan tinggi negeri lainnya supaya para dosen bisa mengajar. Misalnya, dosen UBT mengajar di Brawijaya, Mulawarman, dan lain sebagainya. Begitu pula sebaliknya, para dosen yang di sana juga bisa mengajar di UBT. Sekarang tidak perlu perkuliahan offline, bisa daring.

Selama masa pandemi Covid- 19, bagaimana proses perkuliahan di UBT?

Meskipun pola daring bisa berjalan dengan baik, tetapi ada beberapa daerah yang belum terlayani jaringan internet yang memadai sehingga masih ada mahasiswa yang kesulitan. Ada beberapa daerah di Kaltara ini yang masih blank spot, sehingga ada mahasiswa yang masih kesulitan, termasuk dosen untuk melaksanakan kuliah secara daring. Setelah berkoordinasi dengan Kominfo di daerah kami ada yang tadinya blank spot, akhirnya bisa. Ini luar biasa komitmen dari pemerintah. Mahasiswa kita tidak kesulitan pembelajaran daring dan terbuka. Tidak ada alasan anak pedalaman tidak bisa menyelesaikan perkuliahan mereka. Kami mengapresiasi Mendikbud yang telah memberikan berbagai macam kuota paket internet untuk belajar baik mahasiswa, pelajar SMA, SMP, SD maupun guru dan dosen. Ini sangat membantu sekali dalam proses pembelajaran di masa pandemi Covid-19.

Adanya teknologi dalam pembelajaran sering disebut penyebab learning loss, tapi di satu sisi juga memberi akses. Bagaimana tanggapan Bapak?

Menurut saya, learning loss di mahasiswa tidak terjadi. Hanya perubahan perkuliahan tatap muka dan daring. Mereka tetap punya komitmen. Hanya ada pembaruan dan proses pembelajaran kita jadikan hybrid. Jadi, tidak kehilangan minat belajar Memang ada sebagian learning loss, tapi orang juga sudah sadar, pembelajaran tidak perlu tatap muka terus. Mahasiswa sendiri ingin ada dua model yaitu hybrid. Itu terobosan yang bagus, tinggal peningkatkan kualitas pembelajaran daringnya dengan modul, serta komitmen dosen dan mahasiswanya. Di UBT mahasiswa dan dosen antusias dengan daring ini. Tidak ada hambatan dan malah semangat.

Riwayat Hidup*

Nama: Prof. Dr. Adri Patton, M.Si.

Tempat, tanggal lahir: Tanjung Selor, Kalimantan Utara, 15 Agustus 1963

Pendidikan:

  • Sarjana Administrasi Negara di Universitas Mulawarman (1986)
  • Magister Administrasi Pembangunan di Universitas Brawijaya (1999)
  • Doktor Manajemen Publik di Universitas Brawijaya (2005)

Karier:

  • Dosen sejak 1988
  • Direktur Pascasarjana Fisip Universitas Mulawarman (2003 - 2009)
  • Kepala Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan, Pedalaman dan Daerah tertinggal (BPKP2DT) Provinsi Kaltim (2009 - 2012)
  • Sekretaris Daerah Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara (2012 - 2015)
  • Ketua Assessment Center Universitas Mulawarman (2016)
  • Rektor Universitas Borneo Tarakan (2017-2021, 2021-sekarang)

*BERBAGAI SUMBER/LITBANG KORAN JAKARTA/AND


Redaktur : Sriyono
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top