Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Energi I Kementerian ESDM Minta PLN Ganti Bahan Bakar PLTD dari Solar ke Biodiesel

Beralih ke Biodiesel, PLN Bisa Merugi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Saat ini, harga bahan bakar nabati lebih mahal dibandingkan BBM konvensional sehingga dipastikan bisa meningkatkan biaya produksi listrik PLN.

Jakarta - Kebijakan pemerintah meminta PLN mengganti penggunaan solar ke biodiesel dinilai positif dalam mengurangi defisit neraca perdagangan. Namun, rencana tersebut menghadapi sejumlah kendala, terutama kenaikan ongkos produksi bagi PLN akibat selisih biaya bahan bakar yang sangat besar.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta PLN segera mengganti penggunaan solar untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan biodiesel sebagai upaya menekan angka impor solar, terlebih saat ini ada sekitar 2.000 megawatt (MW) PLTD yang masih menggunakan solar sebagai bahan bakar.

"Jika ditinjau dari aspek neraca perdagangan dan penguatan rupiah, kebijakan tersebut bagus dan positif, namun dari aspek biaya produksi, kebijakan produksi tersebut perlu dilihat secara berhati-hati," kata pengamat energi, Komaidi, di Jakarta, Rabu (26/9).

Komaidi, yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Reforminer Institute itu, mengingatkan sampai saat ini, bahan bakar nabati (BBN) harganya masih lebih mahal dari BBM konvensional, sehingga pasti akan meningkatkan biaya produksi listrik PLN.

"Di tengah keputusan pemerintah yang tidak akan menyesuaikan harga BBM sampai 2019, saya kira kebijakan ini menjadi tekanan tersendiri bagi keuangan PLN," papar Komaidi.

Dia mengemukakan, bisa saja bila pemerintah memberikan opsi untuk menambah subsidi kepada PLN terkait peralihan ke biodiesel tersebut, tetapi konsekuensinya tekanan akan bergeser ke APBN.

Tekan Impor

Sebelumnya, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengatakan peningkatan penggunaan biodiesel ke depannya mampu menekan impor BBM sehingga dapat mengurangi defisit APBN.

"Kenaikan konsumsi biodiesel akan menekan impor BBM sekaligus meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan dan menghemat devisa," kata Deputi Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material BPPT, Eniya L Dewi, dalam acara Dialog Nasional Biofuel, Selasa pekan ini.

Eniya mengatakan pertumbuhan kebutuhan energi terus meningkat dengan rata-rata tujuh persen per tahun, namun kondisi itu belum diimbangi dengan pasokan energi yang cukup. Dia menuturkan pemenuhan kebutuhan energi fosil khususnya BBM masih dipenuhi melalui impor, dan besarnya subsidi BBM selama ini telah berdampak negatif pada neraca perdagangan dan neraca pembayaran.

Di sisi lain, Eniya menuturkan seiring peningkatan kebutuhan biodiesel nasional maka perlu dipikirkan pasokan metanol yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Karenanya, perlu didorong agar pabrik produksi metanol berkembang.

Terkait metanol, sebelumnya, Pupuk Kaltim menargetkan rencana pembangunan pabrik metanol di Bontang sudah dapat beroperasi secara komersial pada tahun 2023. "Mudah-mudahan akhir 2023 (pabrik metanol) bisa komersial, paling lambat tahun 2024," kata Direktur Pupuk Kaltim, Bakir Pasaman, di Bontang, Kalimantan Timur, beberapa waktu lalu.

Menurut dia, hal tersebut juga sesuai dengan arahan Menteri BUMN, Rini Soemarno, yang menginginkan Pupuk Kaltim ke depannya dapat dikembangkan tidak lagi hanya memproduksi pupuk, tetapi juga sebagai pusat industri petrokimia penghasil metanol.

Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top