Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Benny Susetyo: Perlu Evaluasi Efektif dan Kerja Kolaboratif dalam Penerapan Buku Teks Utama Pendidikan Pancasila

Foto : istimewa

Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Dr. Antonius Benny Susetyo.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Direktorat Pengkajian Implementasi Pembinaan Ideologi Pancasila dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengadakan Diskusi Kelompok Terarah (FGD) bertajuk Kajian Identifikasi Nilai Ideologi Pancasila dalam Kebijakan Sistem Pendidikan Nasional, Khususnya Terkait Penggunaan Buku Teks Pendidikan Pancasila pada Jenjang Pendidikan SD hingga SMA.

Acara yang diadakan di Jakarta, Senin (8/7) ini dihadiri narasumber, antara lain Dr. Antonius Benny Susetyo, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Doni Koesoema A.M.Ed., seorang peneliti dan konsultan pendidikan, dan Idris Hemay, M.Si, Direktur Center for Study of Religion and Culture (CSRC), dengan moderator Permonojati Yudo Prawiro, M.S.E., Ak., C.A.

Kebutuhan untuk mengevaluasi ulang dan mengintegrasikan kembali nilai-nilai Pancasila ke dalam sistem pendidikan nasional muncul dari persepsi bahwa sistem pendidikan saat ini telah menyimpang dari prinsip-prinsip dasar yang dirumuskan oleh tokoh-tokoh seperti Ki Hajar Dewantara dan Sukarno.

Menurut siaran persnya, FGD ini bertujuan mengatasi reduksi nilai-nilai Pancasila menjadi elemen mekanistik dalam kurikulum pendidikan dan mengusulkan cara untuk mengembalikan peran esensialnya dalam membentuk pendidikan yang holistik dan berbasis nilai.

Dr. Antonius Benny Susetyo menekankan perlunya menyelaraskan kembali sistem pendidikan nasional dengan tujuan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Dia merujuk pada prinsip-prinsip yang diutarakan oleh Ki Hajar Dewantara, yang menekankan pada pengolahan roso (jiwa/perasaan) dalam pendidikan.

Dia mengkritik sistem saat ini karena pendekatan mekanistiknya, yang dianggap telah jauh menyimpang dari cita-cita bangsa, menjadikan pendidikan sebagai alat produksi belaka.

Benny menyoroti perbedaan antara visi pendidikan Sukarno, yang menekankan pada pengembangan potensi universal berdasarkan lingkungan, dan praktik saat ini yang dianggapnya sebagai penyalahgunaan nilai-nilai Pancasila.

Dia mencontohkan pendidikan di Papua yang seharusnya memanfaatkan potensi maritimnya untuk memperkuat perannya dalam wilayah NKRI. Benny mengkritik penggunaan nilai-nilai Pancasila saat ini yang hanya dijadikan sebagai alat produksi, menghilangkan esensinya.

Dia menunjukkan bahwa kajian implementasi Buku Teks Utama Pendidikan Pancasila berfokus pada hilangnya nilai-nilai inti Pancasila dalam sistem pendidikan, yang telah jauh menyimpang dari konsep-konsep yang dirumuskan oleh Sukarno dan Hatta.

Dia juga memperingatkan "Profil Pelajar Pancasila" adalah proyek hasil reproduksi sistem kapital yang dapat menimbulkan kesalahan konsep esensi nilai Pancasila.

Benny Susetyo menegaskan kembali pentingnya menyelaraskan pendidikan dengan landasan filosofis yang ditetapkan oleh para pendiri Indonesia. Dia menekankan esensi Pancasila terletak pada kemampuannya membentuk individu yang tidak hanya berpengetahuan, tetapi juga berbelas kasih, adil, dan berdedikasi untuk kebaikan bersama.

Selanjutnya Doni Koesoema menekankan pentingnya menginternalisasi nilai-nilai Pancasila melalui pemahaman ideologi yang mendalam, yang diperlihatkan melalui sikap dan perilaku, bukan sekadar hafalan. Dia mencatat buku teks utama Pendidikan Pancasila belum memberikan contoh atau penjelasan yang konsisten tentang bagaimana nilai-nilai tersebut dapat diterapkan dalam sikap dan perilaku sehari-hari.

Doni mendorong metode pengajaran yang kreatif untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila secara mendalam pada siswa. Dia menyerukan agar para guru diberikan pelatihan dalam mengajar buku teks utama Pendidikan Pancasila dengan cara yang membuat konten ideologis lebih relevan dan dapat diterapkan oleh siswa.

Idris Hemay memberikan konteks untuk fokus kajian ini pada integrasi nilai ideologi Pancasila dalam kebijakan sistem pendidikan nasional. Idris mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis untuk membimbing kajian, antara lain bagaimana nilai ideologi Pancasila diintegrasikan dalam kebijakan sistem pendidikan nasional?

Apa saja tantangan dan hambatan dalam proses integrasi kebijakan sistem pendidikan nasional? Bagaimana efektivitas Profil Pelajar Pancasila dalam membentuk karakter siswa? Dia menjelaskan perlu ada metodologi kajian yang meliputi studi literatur, tinjauan dokumen, wawancara FGD, dan analisis data kualitatif.

Profesor Dadang Sundawa menambahkan pandangan penting mengenai penulisan dan penerapan buku teks utama Pendidikan Pancasila untuk menghindari tumpang tindih dan memastikan penanaman nilai-nilai Pancasila yang efektif. Ditekankan beberapa poin kritis yaitu sebelum menulis buku teks, sangat penting untuk mengembangkan rumusan tujuan pembelajaran yang jelas.

Hal ini bertujuan agar setiap materi yang disusun memiliki alur tujuan pembelajaran yang terstruktur dan dapat diikuti dengan baik oleh para pendidik dan siswa. Menurutnya, meskipun penanaman nilai-nilai Pancasila melalui Buku Teks Utama Pancasila sudah benar dilakukan, praktiknya di lapangan masih banyak kesalahan interpretasi.lebih lanjut beliau menekankan bahwa para guru masih belum sepenuhnya memahami tujuan utama dari Buku Teks Utama Pendidikan Pancasila.

Tujuan buku tersebut adalah menanamkan nilai-nilai Pancasila pada karakter pelajar, bukan hanya memberikan informasi kognitif semata.

Menurut Profesor Dadang, penerapan pendidikan Pancasila saat ini masih belum maksimal karena pemahaman guru yang masih kurang dan berbeda-beda. Hal ini menyebabkan variasi dalam implementasi di lapangan dan mengurangi efektivitas penanaman nilai-nilai Pancasila pada siswa.

Diskusi ini menyoroti beberapa tantangan utama dalam mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam kebijakan sistem pendidikan nasional yaitu kurangnya keseragaman dalam penerapan nilai-nilai Pancasila di berbagai materi pendidikan dan daerah.

Ketidakkonsistenan ini dapat menyebabkan beragam interpretasi dan implementasi nilai-nilai tersebut, selanjutnya tanpa disadari seringkali, nilai-nilai Pancasila diajarkan secara dangkal, dengan fokus pada hafalan daripada pemahaman dan internalisasi nilai-nilai tersebut melalui penerapan praktis dalam kehidupan sehari-hari, tidak bisa dipungkiri pula perbedaan sumber daya dan kualitas pendidikan di berbagai daerah mempengaruhi seberapa baik nilai-nilai Pancasila disampaikan dan diadopsi oleh siswa.

Selanjutnya di lapangan seringkali dilakukan pendekatan mekanistik dalam sistem pendidikan saat ini, yang berfokus pada output dan kompetensi yang dapat diukur, dapat merusak perkembangan holistik karakter dan nilai-nilai siswa.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, diusulkan beberapa strategi untuk integrasi nilai-nilai Pancasila yang lebih efektif ke dalam kebijakan sistem pendidikan nasional, antara lain pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila di semua mata pelajaran dan kegiatan, memastikan nilai-nilai ini tertanam dalam pengalaman pendidikan siswa.

Selanjutnya perlu memberikan pelatihan komprehensif bagi guru untuk menyampaikan nilai-nilai Pancasila secara efektif melalui metode pengajaran yang inovatif dan menarik. Guru harus dilengkapi untuk menjadi teladan dalam perilaku dan interaksi mereka dengan siswa selanjutnya perlu adanya pelibatan komunitas, termasuk orang tua dan pemimpin lokal, dalam proses pendidikan untuk memperkuat nilai-nilai Pancasila di luar kelas. Ini dapat menciptakan lingkungan yang mendukung internalisasi nilai-nilai tersebut.

Lebih lanjut untuk lingkup masyarakat kurikulum perlu mendorong siswa untuk mempraktikkan nilai-nilai Pancasila melalui layanan masyarakat, proyek, dan kegiatan ekstrakurikuler yang mempromosikan tanggung jawab sosial, empati, dan keterlibatan dalam masyarakat.

Untuk tahap selanjutnya kurikulum perlu menerapkan mekanisme penilaian dan umpan balik berkelanjutan untuk mengevaluasi efektivitas pendidikan Pancasila dan melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk meningkatkan dampaknya,karena kita perlu menyadari peran penting Pancasila dalam pengembangan karakter, karenanya perlu mengadvokasi sistem pendidikan yang memprioritaskan penanaman nilai-nilai moral dan etika.

Ini melibatkan peralihan dari sekadar akuisisi pengetahuan dan keterampilan menuju pengembangan karakter dan rasa tanggung jawab sosial siswa.

Dr. Antonius Benny Susetyo menutup diskusi dengan menekankan pentingnya upaya berkelanjutan untuk mengimplementasikan buku teks utama Pendidikan Pancasila secara efektif. Dia mengajak untuk membentuk skema pelatihan yang komprehensif yang memastikan nilai-nilai Pancasila diinternalisasi dan tercermin dalam tindakan, perilaku, dan sikap setiap siswa di Indonesia, sebagaimana cita-cita bangsa dan pendiri bangsa.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top