Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Catatan Akhir Tahun

"Benang Kusut" Pelatnas Asian Games 2018

Foto : ANTARA /Sigid Kurniawan

EVALUASI PELATNAS I Atlet Jawa Tengah Wiji Lestari (tengah), atlet Jawa Barat Tresna Puspita Gusti Ayu (kiri), dan atlet Jawa Barat Vevi Dwi Fauzia mengikuti lari 100 meter gawang sapta lomba putri Kejuaraan Nasional Atletik 2017 di Stadion Atletik Rawamangun, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu. Kejuaraan yang digelar dari enam hingga sembilan Desember 2017 tersebut sebagai salah satu ajang evaluasi bagi atlet pelatnas menjelang Asian Games 2018.

A   A   A   Pengaturan Font

Tahun 2017 merupakan salah satu tahun yang diwarnai banyak dinamika di olahraga Indonesia. Di tengah gencar-gencarnya Indonesia mempersiapkan diri sebagai tuan rumah Asian Games dan Asian Para Games 2018, karut-marut pembinaan olahraga justru terus mencuat. Muara atas buruknya pembinaan itu yakni jebloknya prestasi Indonesia di ajang SEA Games 2017, Malaysia.

Kontingen Merah Putih hanya mampu finis di posisi lima dengan raihan total 191 medali, yakni 38 emas, 63 perak, dan 90 perunggu. Capaian ini menjadi prestasi terburuk sepanjang sejarah sejak 1977.

Perolehan medali Indonesia kalah jauh dari tuan rumah, Malaysia, yang keluar sebagai juara umum SEA Games 2017. Negeri Jiran itu mengumpulkan 145 emas, 92 perak, dan 86 perunggu.

Pencapaian Indonesia di SEA Games 2017 dengan komposisi 554 atlet mengalami penurunan dibandingkan dengan SEA Games 2015 di Singapura. Padahal di Singapura, kontingen Merah Putih dengan kekuatan 547 atlet bisa menghasilkan 47 emas, 61 perak, dan 74 perunggu.

Kegagalan ini jelas sulit untuk diterima bagi kita semua. Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) akhirnya harus menjadi sasaran atas kegagalan tersebut, hingga berbuntut pembubaran.

Sebelum dibubarkan, Ketua Satlak Prima, Achmad Sutjipto menuturkan alasan kegagalan Indonesia di SEA Games 2017. Ia menyebut ambisi tuan rumah, Malaysia, menjadi juara umum sebagai salah satu faktor kegagalan.

"Hasil di SEA Games 2017 jujur saja tidak memuaskan karena target tidak tercapai. Jumlah 55 medali emas yang sudah ditargetkan secara realistis justru tidak terwujud lantaran kendala yang dibuat tuan rumah sehingga memengaruhi kondisi bertanding," ujar Sutjipto ketika itu.
Kementerian Pemuda dan Olah raga (Kemenpora) akhirnya mengambil langkah pembubaran Satlak Prima dan meleburnya ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) agar dapat lebih maksimal dan meminimalisasi alur birokrasi di bidang Olahraga.

Pembubaran Satlak Prima tersebut tentu saja menimbulkan pro dan kontra. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), menilai langkah ini justru tidak menimbulkan efek yang besar bagi peningkatan prestasi Indonesia ke depan. Pembubaran Satlak Prima menunjukkan langkah panik dan hanya merupakan bentuk lempar tanggung jawab atas kegagalan Indonesia di SEA Games 2017.

Anggota Komisi X DPR yang juga mantan atlet Nasional, Yayuk Basuki menilai dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2017 pada 19 Oktober lalu yang bertujuan untuk memotong birokrasi dengan membubarkan Program Indonesia Emas (Prima) tidak akan menyelesaikan persoalan tetapi justru menimbulkan banyak persoalan lainnya. Terlebih, persiapan Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games 2018 sudah sangat mepet. Atlet-atlet dari cabang-cabang olah raga harus segera masuk pelatnas untuk menghadapi event olah raga terbesar di Asia tersebut.

"Sejak awal, saya sudah mengingatkan saat ini bukan waktu yang tepat untuk membubarkan Satlak Prima. Masa transisi itu butuh waktu sedangkan waktu persiapan Indonesia menghadapi Asian Games 2018 sangat mepet," kata Yayuk Basuki melalui keterangannya kepada Koran Jakarta di Jakarta, Minggu (17/12).

Usai Satlak Prima dibubarkan, Wasekjen Partai Amanat Nasional (PAN) ini memaparkan, beberapa cabang olahraga (cabor) resah karena tidak adanya kepastian. Sebagai contoh, ia mempertanyakan nama-nama atlet yang sudah masuk dalam Surat Keputusan (SK) yang dibuat Satlak Prima masih berlaku atau ada penambahan lagi.

Kemudian, Yayuk menyebut bagaimana dengan biaya akomodasi yang masih belum selesai dan kejelasan try out. "Saya kan terus mengikuti setiap perkembangan yang terjadi. Ada sejumlah cabor terpaksa membatalkan try out karena ketidakjelasan. Dalam kondisi ini atlet yang menjadi korban. Mereka dituntut berprestasi tetapi segala kebutuhannya tidak terpenuhi," tegas Yayuk.

Yang lebih membingungkan lagi, kata Yayuk, tentang keberadaan KONI Pusat. "Di awal, pemerintah sudah menegaskan tidak ada pergantian institusi lain yang mengisi posisi Satlak Prima. Tetapi, KONI yang berperan hanya sebatas pengawas dalam Perpres sepertinya ingin menggantikan posisi Satlak Prima," tandasnya.

Dalam masalah ini, Yayuk meminta agar Menpora Imam Nahrawi bersikap tegas agar polemik tidak berkepanjangan. Jangan sampai ini justru menjadi "benang kusut baru" dalam pembinaan atlet Indonesia dalam menghadapi Asian Games 2018.

Kini, tinggal beberapa bulan lagi Asian Games 2018 digelar. Ironisnya, untuk menghadapi gelaran olah raga terbesar di Asia pada 18 Agustus 2018 - 2 September 2018 itu, pelatnas juga baru akan mulai digelar pada Januari nanti. Sudah pasti rakyat Indonesia tak ingin melihat kegagalan di rumah sendiri.

Komentar

Komentar
()

Top