Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Belum Terserap Optimal, Penguatan Literasi Wakaf Uang Secara Berkelanjutan Terus Dipacu

Foto : Istimewa

Direktur Pembiayaan Syari’ah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Dwi Irianti (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan disaksikan Ketua Umum Forum Jurnalis Wakaf Indonesia (Forjukafi) Wahyu Muryadi (dua kiri) dalam Rakernas dan Workshop Forjukafi yang berlangsung di Hotel A-One, Jakarta, Sabtu (24/2)

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA- Indonesia memiliki potensi wakaf yang besar, baik wakaf tanah maupun wakaf uang. Namun, potensi tersebut belum bisa dimanfaatkan secara optimal, sehingga masih kalah dan tertinggal jauh dibanding dengan negara-negara seperti Singapura, Malaysia apalagi Turki.

Ketua Umum Forum Jurnalis Wakaf Indonesia (Forjukafi) Wahyu Muryadi dalam Rakernas dan Workshop Forjukafi yang berlangsung di Hotel A-One, Jakarta, Sabtu (24/2) mengatakan masih tertinggalnya perwakafan di Indonesia dibanding negara-negara lain karena tingkat literasi wakaf masih rendah, yakni skor indeksnya baru sebesar 50,48 berdasarkan studi Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Kementerian Agama pada 2020.

"Penguatan literasi wakaf secara berkelanjutan perlu terus didorong, khususnya oleh para pegiat perwakafan seperti Forjukafi," kata Wahyu.

Penguatan literasi secara berkelanjutan, utamanya pada tiga unsur, yakni literasi tentang harta objek wakaf, peruntukan harta benda wakaf, dan kelembagaan wakaf.

Forjukafi sendiri kata Wahyu lahir sebagai sebuah kesadaran yang luar biasa untuk bersama-sama memajukan perwakafan di Indonesia. Kepedulian jurnalis diperlukan mengingat selama ini isu wakaf kalah populer dibandingkan isu zakat, infak, dan sedekah sehingga masih ada pemahaman yang keliru mengenai wakaf.

Pada kesempatan itu, Direktur Direktorat Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), Kementerian Keuangan, Dwi Irianti mengatakan Wakaf uang sebagai bagian dari sistem keuangan sosial berpotensi mendukung pengembangan investasi sosial dan wakaf produktif.

Iñdonesia jelasnya memiliki potensi wakaf uang yang besar diperkirakan mencapai 180 triliun rupiah per tahun.

Namun demikian, realisasinya masih sangat rendah. Pada 2020 hanya 328 miliar rupiah dan meningkat menjadi 2,07 triliun rupiah pada 2023. Dari jumlah tersebut, 728 miliar rupiah diantaranya melalui Cash Wafq Linked Sukuk (CWLS).

Masih tertinggalnya wakaf di Indonesia kata Dwi karena paradigma Nashir/pengelola wakaf yang masih fokus pada pemilihan instrumen keuangan konvensional seperti deposito.

"Terdapat problem mendasar yakni belum terciptanya tata kelola wakaf yang profesional sehingga belum memunculkan public trust pada pengelolaan wakaf uang di Indonesia," kata Dwi.

Sebab itu, perlu dilakukan inovasi instrumen/skema investasi wakaf uang yang aman, sehingga wakaf uang dan dana-dana sosial lainnya dapat dioptimalkan untuk medukung pengembangan investasi sosial dan wakaf produktif, termasuk pencapaian target Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Strategi Tersendiri

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Imam Teguh Saptono mengatakan sejak dicanangkan pada 2010, potensi wakaf tersebut belum terserap secara maksimal.

"Saat ini akumulasi wakaf uang baru sebesar 2,23 triliun rupiah atau kurang dari 2 persen dari potensi 180 triliun rupiah per tahun," kata Imam.

Menurut Imam, ada sejumlah faktor penyebab mengapa hal itu terjadi. Di antaranya, masih rendahnya literasi wakaf uang di masyarakat untuk kategori pengetahuan yang komprehensif.

"Kebanyakan pemahaman masyarakat masih terbatas pada wakaf tanah atau bangunan seperti masjid. Sementara literasi wakaf uang belum terlalu dipahami. Karenanya ini menjadi tugas jurnalis untuk meyebarkan informasi seluas-luasnya tentang wakaf uang di masyakarat," ujarnya.

Menurut Imam, peningkatan literasi soal wakaf uang memang memerlukan strategi tersendiri karena berkaitan dengan instrumen keuangan perbankan.

Saat ini ada sejumlah instrumen keuangan yang disediakan lembaga keuangan yang berkaitan dengan wakaf. Di antaranya CWLS (Cash Waqf Linked Sukuk Ritel) Ritel, SLW (Sukuk Linked Waqh), atau CLWD (Cash Waqh Linked Deposit).

"Instrumen-instrumen ini, dinilai masih terlalu rumit dipahami oleh masyarakat, sehingga menjadi salah satu faktor belum maksimalnya penyerapan potensi wakaf uang di Indonesia," papar Imam.

Dia pun mendorong semua pihak termasuk jurnalis untuk berperan serta meningkatkan literasi wakaf uang agar potensi yang diharapkan dapat tercapai.

Namun begitu, menurut Iman, secara umum perkembangan wakaf di Indonesia sudah menunjukkan peningkatan kinerja yang sangat baik.

Imam mencontohkan saat ini luas tanah wakaf yang tercatat di Indonesia mencapai 57.263 hektar yang tersebar di 440,512 lokasi. Selanjutnya pada 2023 lembaga wakaf yang tercatat juga meningkat menjadi 407 lembaga dan 44 bank syariah.

"Sedangkan lembaga wakaf BWI saat ini sudah ada di seluruh Indonesia dimana terdiri 1 lembaga BWI Pusat, 24 BWI Provinsi dan 271 BWI Kabupaten kota," katanya.

Dari sisi regulasi juga demikian, baik pemerintah pusat maupun daerah juga telah mengeluarkan sejumlah regulasi yang mendukung berkembangnya sektor wakaf. Saat ini, sudah ada terbit 31 regulasi di bidang wakaf.

"Bukan hanya itu, setiap tahun ada peningkatan jumlah nazhir bersertifikat. Saat ini jumlah nazhir yang sudah tersertifikasi sebanyak 3.887 orang dari sekitar 400 ribu nazhir," pungkasnya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Vitto Budi

Komentar

Komentar
()

Top