Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Bencana Alam I Pengembangan Wilayah Juga Harus Mengacu Pada Informasi Bencana

Belajar dari Gempa Turki, Gedung Tinggi di Indonesia Wajib Penuhi Syarat Tahan Gempa

Foto : OZAN KOSE/AFP

BELAJAR DARI GEMPA TURKI I Foto yang diambil dari ketinggian menunjukkan bangunan yang runtuh akibat gempa berkekuatan 7,8 skala Richter di Kahramanmaras, Turki, belum lama ini. Berkaca dari peristiwa gempa di Turki dan Suriah yang hingga saat ini telah menelan lebih dari 30.000 korban jiwa, Pemprov DKI diimbau segera melakukan audit bangunan gedung, baik yang berusia kurang dari 20 tahun, terutama yang lebih dari 20 tahun.

A   A   A   Pengaturan Font

ISTANBUL - Para ahli baru-baru ini mengatakan Turki sudah bertahun-tahun tidak menegakkan aturan konstruksi modern dan dalam beberapa kasus cenderung membiarkan sehingga mendorong ledakan real estat di daerah rawan gempa.

Dikutip dari Associated Press (AP) News, penegakan hukum yang longgar, yang telah lama diperingatkan oleh para ahli geologi dan teknik, yang kini baru mendapatkan pengawasan setelah gempa bumi dahsyat minggu ini. Bencana tersebut meratakan ribuan bangunan dan menewaskan lebih dari 23.000 orang di seluruh Turki dan Suriah.

"Ini adalah bencana yang disebabkan oleh konstruksi yang buruk, bukan gempa bumi," kata pakar perencanaan darurat di University College London, David Alexander.

"Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak bangunan di daerah yang dilanda dua gempa besar minggu ini dibangun dengan kualitas bahan dan metode yang lebih rendah, sering kali tidak sesuai dengan standar pemerintah," kata Presiden Kamar Arsitek Turki, Eyup Muhcu.

Dia mengatakan, itu tidak hanya pada bangunan tua, tetapi juga apartemen yang didirikan dalam beberapa tahun terakhir, hampir dua dekade setelah negara itu membawa standar bangunannya ke tingkat modern. "Stok bangunan di kawasan itu lemah dan tidak kokoh, meski realita gempa bumi," kata Muhcu.

Sebagian besar masalah diabaikan, kata para ahli, karena penanganan akan mahal, tidak populer, dan menjadi hambatan pertumbuhan ekonomi negara. Yang pasti, gempa bumi berturut-turut yang menghancurkan atau merusak setidaknya 12 ribu bangunan tersebut sangat besar kekuatannya, didukung oleh fakta bahwa gempa terjadi di kedalaman yang dangkal.

Gempa berkekuatan 7,8 skala Richter pertama terjadi pada pukul 4:17 pagi, membuat orang semakin sulit untuk melarikan diri dari bangunan mereka karena bumi berguncang hebat. Presiden Recep Tayyip Erdogan dalam tanggapannya mengakui "kekurangan" dari konstruksi bangunan tersebut.

Para ahli mengatakan, ada banyak bukti dan puing-puing yang menunjukkan kenyataan pahit tentang apa yang membuat gempa itu begitu mematikan. Meskipun Turki di atas kertas memiliki kode konstruksi yang memenuhi standar rekayasa gempa saat ini, aturan itu terlalu jarang ditegakkan, yang menjelaskan mengapa ribuan bangunan runtuh.

Di negara yang dilintasi oleh garis patahan geologis, orang-orang khawatir tentang kapan dan di mana gempa bumi berikutnya akan terjadi, khususnya di Istanbul, kota berpenduduk lebih dari 15 juta yang rentan terhadap gempa.

Sejak bencana itu, Menteri Kehakiman Turki, Bekir Bozdag, mengatakan akan menyelidiki bangunan yang hancur. "Mereka yang lalai, bersalah, dan bertanggung jawab atas kehancuran setelah gempa akan menjawab keadilan," katanya.

Namun, beberapa ahli mengatakan setiap penyelidikan serius terhadap akar lemahnya penegakan aturan bangunan harus mencakup pandangan tajam pada kebijakan Erdogan, serta pejabat regional dan lokal, yang mengawasi dan mendorong pertumbuhan properti yang membantu mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sesaat sebelum pemilihan presiden dan parlemen terakhir Turki pada tahun 2018, pemerintah meluncurkan program besar-besaran untuk memberikan amnesti kepada perusahaan dan individu yang bertanggung jawab atas pelanggaran tertentu terhadap kode bangunan negara. Dengan membayar denda, pelanggar dapat menghindari keharusan untuk membuat bangunan mereka sesuai dengan kode. Amnesti semacam itu juga telah digunakan oleh pemerintah sebelumnya menjelang pemilu.

Jenis pelanggaran yang dikutip dalam laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Urbanisasi tersebut sangat beragam, termasuk rumah yang dibangun tanpa izin, bangunan yang menambah lantai tambahan atau memperluas balkon tanpa izin, dan keberadaan yang disebut rumah liar yang dihuni oleh warga miskin.

Besarnya gempa memang mematikan, tetapi penelitian akademik juga menunjukkan bahwa gempa bumi menelan banyak korban jiwa di negara-negara dengan angka korupsi yang tinggi.

Pengembangan Wilayah

Ahli kegempaan dan bangunan dari Fakultas Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Wahyu Wilopo, mengatakan secara umum kekuatan bangunan di Turki lebih baik dibandingkan di Indonesia. Namun demikian, magnitudo gempa di Turki cukup besar karena tingkat kedalaman pusat gempa yang dangkal. Hal itu menyebabkan risiko tingkat kerusakan bangunan begitu besar.

"Kerusakan gempa bumi sangat dipengaruhi oleh kekuatan gempa, durasi gempa, jarak gempa (jarak horizontal dan kedalaman) dari lokasi, kondisi tanah dan batuan di lokasi termasuk ada tidaknya jalur patahan dan kekuatan bangunan yang ada," papar Wahyu, di Yogyakarta, Minggu (12/2).

Menurut Wahyu, sebagian besar tipikal bangunan di Turki adalah bangunan bertingkat dan bukan satu lantai sehingga lebih rentan runtuh dan menimbulkan banyak korban.

"Pelajaran yang bisa kita petik dari kejadian gempa di Turki dan Suriah adalah bahwa kita harus selalu waspada terhadap kejadian gempa bumi yang ada di Indonesia," katanya.

Salah satu kewaspadaan yang harus dilakukan adalah dengan membangun bangunan yang tahan terhadap gempa. Hal yang tidak kalah lebih penting, melakukan pemetaan sesar-sesar aktif sebagai pemicu terjadinya gempa bumi, perlu dilakukan lebih detail untuk inventarisasi daerah berpotensi terjadi gempa bumi.

Sebab, pengembangan wilayah juga harus mengacu pada informasi bencana, salah satunya gempa bumi, di mana harus ada rekomendasi kekuatan bangunan yang sesuai dengan ancaman gempanya.

"Kota-kota besar seperti Jakarta apalagi di mana banyak bangunan bertingkat harus benar-benar diawasi ketat agar pembangunannya mengikuti standar dan memperhitungkan potensi gempa. Kalau sewaktu-waktu terjadi gempa tidak menimbulkan korban yang banyak seperti di Turki," paparnya.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Studi Perkotaan, Nirwono Joga, mengatakan BMKG, BNPB, dan BNPD DKI Jakarta perlu segera memastikan jalur sesar yang melintasi wilayah atau kawasan di Jakarta.

"Pemprov DKI Jakarta harus segera melakukan audit bangunan gedung, baik yang berusia kurang dari 20 tahun, terutama yang lebih dari 20 tahun, dengan kategori merah (tidak tahan gempa, mudah runtuh), kuning (tahan gempa, sudah tua, perlu renovasi, retrofit, penguatan), hijau (tahan gempa, aman)," kata Nirwono.

Untuk bangunan baru maupun yang baru mengajukan izin membangun, kata Nirwono, wajib memenuhi syarat bangunan tahan gempa dalam pengajuan Persyaratan Bangunan Gedung (PBG) pengganti IMB.

"Selain itu, pengelola bangunan gedung wajib melakukan simulasi atau latihan rutin jika terjadi gempa. Dengan demikian, mereka siap, sigap, dan tahu ke mana dan bagaimana menyelamatkan diri ketika ada gempa. Ada persyaratan tahan gempa pun kalau tidak dipatuhi ya percuma. Ujiannya ya saat terjadi gempa," tuturnya.

Sebagai negara yang paling rentan gempa bumi, Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan beberapa Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait antisipasi bahaya gempa, salah satunya SNI 1726:2019 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan nongedung.

Dalam SNI itu memuat persyaratan minimum yang harus dipenuhi, baik menyangkut beban, tingkat bahaya, kriteria yang terkait, serta sasaran kinerja yang diperkirakan untuk bangunan gedung, struktur lain, dan komponen nonstrukturalnya yang memenuhi persyaratan peraturan bangunan.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Yohanes Abimanyu, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top