Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Aturan Pencalegan I Belum Ada Putusan MA yang Sebut PKPU Bertentangan

Bawaslu Didesak Koreksi Putusan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Polemik tentang larangan bagi mantan napi koruptor untuk menjadi caleg belum usai, sementara proses pencalegan sudah mendekati final.

Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tengah jadi sorotan pasca lembaga penyelenggara pemilu ini meloloskan calon legislator eks koruptor jadi calon legislatif. Langkah Bawaslu ini dianggap kontroversial, mengingat Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan aturan teknis yang melarang partai tak mencalonkan orang yang pernah tersangkut kasus korupsi.

Komisioner badan pengawas sendiri berkilah, aturan KPU yang memuat larangan tak mencalonkan caleg mantan koruptor tidak diatur dalamperundang-undangan. Selain itu, caleg mantan koruptor juga telah mendeklarasikan diri ke publik, bahwa pernah terjerat kasus korupsi. Namun dalih Bawaslu tak menghentikan kritikan.

Bahkan badan pengawas banjir kritikan, dan dianggap sebagai penyelenggara yang tak punya konsen terhadap pemberantasan korupsi serta terwujudnya pemilu yang berkualitas. "Sikap Bawaslu yang mengabulkan permohonan sengketa pencalonan mantan napi korupsi yang dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh KPU tidak hanya melukai impian kami mempunyai legislatif yang lebih bersih tetapi juga membuat kami bertanya-tanya.

Ada apa dengan Bawaslu?" ujar Roy Salam aktivis Indonesia Budget Center (IBC) mewakili Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, di Jakarta, Selasa (4/9). Roy sendiri berpendapat, perdebatan panjang pada saat perumusan peraturan KPU yang melarang partai mencalonkan mantan napi korupsi, telah selesai pada saat Menkumham telah mengundangkan Peraturan KPU No. 14 dan 20 tentang Pencalonan Calon Anggota Legislatif yang dicantumkan dalam lembaran berita negara No. 834.

Sehingga PKPU tersebut sah dan berlaku mengikat. Namun yang ia sayangkan, ketika peraturan KPU telah sah dan diundangkan, Bawaslu mengabaikan itu. Ray Rangkuti, Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) yang juga bagian dari koalisi masyarakat sipil menambahkan, Pasal 76 ayat 1 UU Pemilu telah mengatur bahwa dalam hal peraturan KPU diduga bertentangan dengan UU pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA). Ketentuan yang sama diatur dalam Pasal 9 ayat 2 UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan.

Menurut Ray, seharusnya Bawaslu tidak potong kompas. Dan menarik kesimpulan sendiri. Ray juga menegaskan koreksi atas P peraturan K PU bukan ranah dan wewenang badan pengawas. "Sedangkan hingga saat ini, belum ada putusan MA yang menyebutkan peraturan KPU bertentangan dengan UU," katanya.

Sudah Diingatkan

Komisioner Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, dari sejak draft PKPU Pencalonan ini dirancang, Bawaslu sudah pernah mengingatkan KPU agar ketentuan yang tertuang dalam pasal 7 ayat (1) huruf h Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/ kota itu tidak dimuat.

"Jadi sudah ada pijakannya putusan MK, sehingga kami (Bawaslu) meminta KPU jangan memasukan Pasal itu, karena kalau dimasukan berpotensi menjadi masalah bagi teman-teman KPU," ujarnya dalam diskusi bertema 'Polemik PKPU (Caleg Koruptor dan Calon DPD)', di Media Center DPR, Nusantara III, Kompleks DPR, Jakarta, Selasa (4/9).

Namun setelah PKPU Pencalonan ini diundangkan, Bawaslu sempat meminta Bawaslu di tingkat daerah menghentikan perdebatan yang terjadi karena PKPU itu sudah diundangkan. Apalagi Bawaslu juga menghimbau kepada partai politik peserta Pemilu menandatangani pakta integritas, agar tidak mencalonkan eks napi koruptor nyaleg.

Memang dalam upaya pencegahan, semangat Bawaslu dan KPU sama, ingin para caleg bebas dari jejak perilaku koruptif. Hanya saja pada titik penindakan, Bawaslu tidak lagi menggunakan logika pencegahan. Karena dalam bertindak, pihaknya berpegang teguh berdasarkan teori hukum yang menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian mengenyampingkan peraturan perundang- undangan yang terdahulu sepanjang mengatur objek yang sama (lex posterior derogat lex priori). ags/rag/AR-3

Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top