
Bappenas Sebut Dominasi Ekonomi Negara-negara G7 Alami Penurunan, Apa Dampaknya bagi Indonesia?
Bendera negara-negara G7.
Foto: antara fotoJAKARTA - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyatakan bahwa ada penurunan dominasi ekonomi dari negara-negara maju yang tergabung dalam G7 (Amerika Serikat/AS, Inggris, Jerman, Jepang, Italia, Kanada, dan Prancis). Lantas apa dampaknya bagi perekonomian Indonesia?
Dominasi ekonomi G7 yang melemah ditandai dengan penurunan pangsa Produk Domestik Bruto (PDB) global dari 67 persen pada tahun 1990 menjadi 44 persen pada tahun 2022.
“Kita bisa lihat dinamika utama, ada penurunan dominasi dari negara-negara maju yang tergabung pada G7,” ujar Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian PPN/Bappenas Laksmi Kusumawati dalam Seminar Nasional: Outlook Hukum dan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 di Jakarta, Kamis (27/2).
Saat ini, lanskap global semakin terfragmentasi dan tak dapat diprediksi dengan banyak pemain yang mempengaruhi berbagai wilayah dan sektor.
Tiongkok menjadi pemain penting dalam dinamika ekonomi global karena mengalami kebangkitan dengan pangsa PDB meningkat dari 2 persen pada tahun 1990 menjadi 17 persen pada tahun 2022. Negara Tirai Bambu menjadi kekuatan manufaktur utama dan mitra dagang terbesar bagi banyak negara.
Pertumbuhan Tiongkok diiringi perubahan kebijakan perdagangan AS yang menciptakan potensi perang dagang, fluktuasi dollar AS yang menimbulkan ketidakpastian dalam perdagangan global, dan penurunan biaya pengiriman yang menunjukkan pelemahan permintaan global. “Ini bisa menjadi tantangan dan peluang bagi Indonesia,” katanya.
Tantangan yang muncul akibat sejumlah dinamika ekonomi global ialah peningkatan hambatan perdagangan (proteksionisme). Hal ini tercermin dari kekhawatiran ekonomi dan keamanan, terutama yang ditujukan pada dominasi manufaktur Tiongkok.
Di sisi lain, absennya pemimpin global tunggal memperburuk kompleksitas geopolitik, memicu persaingan regional, dan ketidakstabilan.
Adapun peluang dari keadaan ekonomi global terkini ialah kesempatan bagi pertumbuhan industri di negara berkembang di tengah sengketa tarif antara kekuatan besar.
- Baca Juga: Target penyerapan gabah
- Baca Juga: Menyimpan DHE SDA Perkuat Perputaran Ekonomi Dalam Negeri
“Ekonomi berkembang ini juga mengalami peluang dengan adanya pertumbuhan industri untuk di negara-negara berkembang,” ungkap Laksmi.
Berita Trending
- 1 Terkenal Kritis, Band Sukatani Malah Diajak Kapolri Jadi Duta Polri
- 2 Pangkas Anggaran Jangan Rampas Hak Aktor Pendidikan
- 3 Akses Pasar Global Makin Mudah, BEI Luncurkan Kontrak Berjangka Indeks Asing
- 4 Bangun Infrastruktur yang Mendorong Transformasi Ekonomi
- 5 Milan dan Bologna Berebut Posisi Empat Besar
Berita Terkini
-
Antisipasi Lonjakan Trafik Ramadan dan Lebaran XL Axiata Tingkatkan Kapasitas 2000 BTS
-
Pixel Group dan KCIC Bangun Ekosistem Media Luar Ruang di Kereta Cepat Whoosh dengan Optimasi Penggunaan Teknologi
-
Alami Kebakaran, Tim Pemadam di Kilang Cilacap Gerak Cepat
-
Survei Terbaru, Perempuan di Indonesia Lebih Aman Secara Finansial
-
Akibat Intensitas Hujan Tinggi, PLTA Koto Panjang Buka Pintu Pelimpah