Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Efisiensi Perbankan - Kadin Desak Perbankan Turunkan NIM hingga ke Level 3,5 Persen

Bank Perlu Optimalkan Teknologi

Foto : ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

Wimboh Santoso Ketua Dewan Komisioner OJK

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui salah satu indikator profitabilitas bank yakni marjin bunga bersih atau net interest margin (NIM) terus turun hingga Juni 2019. Namun, industri perbankan telah menyiasati tekanan keuangan itu dengan menggenjot pendapatan berbasis komisi atau fee based income.

"Kami melihat margin (NIM) yang di atas lima persen jadi di bawah lima persen. Tapi ini tanpa mengurangi untung bank, karena bank-bank masih banyak andalkan pendapatan komisi," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, di Komisi XI DPR, di Jakarta, Kamis (29/8).

Wimboh mengatakan penurunan NIM tersebut karena bank harus menaikkan suku bunga simpanannya pascakenaikan agresif suku bunga acuan Bank Indonesia 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 1,75 persen selama 2018. Namun, beban kenaikan bunga simpanan itu, diklaim Wimboh, tidak diikuti perbankan dengan menaikkan suku bank kredit. Alhasil, marjin bunga dan juga pendapatan bunga bank turun.

Otoritas bahkan menekankan akan menjaga suku bunga kredit perbankan untuk terus rendah. "Kalau kami lihat di perjalanannya, suku bunga kredit akan kita jaga di momentum rendah. Bahwa pada sejak 2018, suku bunga kredit itu tidak pernah naik, meski suku bunga deposito naik," ujarnya.

Wimboh meminta perbankan untuk menjaga NIM di parameter yang efisien. Untuk memangkas biaya operasional agar NIM terjaga, perbankan diminta meningkatkan digitalisasi perbankan yang dapat menghapuskan komponen pengeluaran operasional bank konvensional.

Pendapatan Nonbunga

Dia juga meminta perbankan lebih jeli menggenjot pendapatan berbasis komisi sehingga tidak hanya mengandalkan pendapatan bunga. Hal itu agar kontribusi perbankan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menyalurkan pembiayaan yang kompetitif. "Kami juga berterima kasih kepada BI telah menurunkan suku bunga acuannya dua kali sebesar 0,5 persen dan menurunkan Giro Wajib Minimum," ujar Wimboh.

Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) periode Juni 2019, NIM menunjukkan penurunan hingga ke 4,9 persen atau sekitar 363,3 triliun rupiah dari rata-rata total aset produktif sebesar 7.407,3 triliun rupiah. NIM itu terpangkas 0,24 persen dari 2018 sebesar 5,14 persen.

NIM merupakan selisih dari bunga yang didapatkan perbankan dengan bunga yang dibayarkan kepada nasabah, dan dibagi dengan total aset yang menghasilkan bunga. Semakin besar NIM, maka tingkat profitabilitas sebuah bank akan semakin besar.

Meskipun turun, pelaku usaha menilai NIM perbankan masih tinggi, terlebih dibandingkan sejumlah negara tetangga. Untuk itu, mereka meminta industri perbankan memangkas NIM sehingga akan berdampak pada penurunan bunga kredit.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Rosan Roeslani, meminta industri perbankan diminta menurunkan NIM ke level 3,5 persen dari posisi saat ini di 4,9 persen. Menurut Rosan, NIM di industri perbankan di Indonesia merupakan NIM tertinggi di dunia. Rinciannya, NIM Singapura kurang lebih sebesar 1,3-1,4 persen, Malaysia 1,6-1,7 persen, Vietnam 2,4-2,5 persen, dan Filipina di bawah 3 persen.

Bahkan, di negara maju seperti Korea Selatan, tingkat NIM perbankan sebesar 1,5-1,6 persen. Karena itu, kata Rosan, seharusnya NIM bisa diturunkan agar pembiayaan atau bunga kredit untuk dunia usaha dapat lebih murah.

mad/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top