Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Baleg DPR Sebut Ada Enam  Substansi Krusial di RUU P-KS

Foto : Koran Jakarta/M. Fachri

Urgensi Pengesahan RUU PKS I Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya (kanan), dan Ketua Umum Indonesian Feminist Lawyers Club (IFLC), NS Alam Prawiranegara (kiri) menjadi pembicara dalam Diskusi Forum Legislasi di Media Center, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (16/3). Diskusi membahas tema Urgensi Pengesahan RUU PKS.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya menilai ada enam poin yang substansial dan krusial yang ada dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) sehingga perlu didiskusikan secara lebih mendalam.
"Langkah diskusi itu penting agar di satu sisi fakta kekerasan seksual yang terus meningkat dan di sisi lain kita punya beberapa adab yang tidak bisa 'gebyah uyah' (menyamaratakan)," kata Willy dalam diskusi bertajuk "Urgensi Pengesahan RUU P-KS" di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (16/3).
Dia menjelaskan, poin krusial pertama, terkait definisi "hasrat seksual" yang terdapat dalam Pasal 1 RUU P-KS yang harus benar-benar didefinisikan secara lebih arif, bijaksana, dan tepat.
Kedua menurut dia, dalam Pasal 12 terkait pelecehan fisik dan non-fisik, yang mengenai "sweeping" sehingga harus dibicarakan tentang mekanisme kontrol masyarakat.
"Selama ini kalau ketahuan berzina, seorang ditelanjangi, dibawa keliling kampung, apa itu bentuk yang lebih beradab? Perdebatan ini keras sekali, harus dicari jalan tengah sehingga saya mengusulkan pendekatan harus berbasis sosiokultural," ujarnya.
Ketiga menurut politisi Partai NasDem itu, Pasal 15 tentang pemaksaan aborsi, yang dianggap sebagai "pintu masuk" legalisasi aborsi, karena itu perlu didiskusikan bagaimana bentuknya.
Willy menjelaskan poin krusial keempat adalah terkait pemaksaan perkawinan yang diatur dalam Pasal 17 RUU P-KS yang dikhawatirkan terjadi benturan pandangan di masyarakat. "Kelima, dalam Pasal 18 terkait pemaksaan pelacuran, kalau anggota Baleg yang menolak mengatakan kalau ada pemaksaan pelacuran maka artinya sepakat dengan legalisasi prostitusi," katanya.
Poin keenam, menurut Willy, dalam Pasal 19 tentang perbudakan seksual, yang terkait dengan relasi perkawinan sehingga harus meletakkannya secara clear and clean, mana yang menjadi domain privat dan publik.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top