Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Bagaimana Ini Bisa Terjadi! Danau Besar di Chili yang Jadi Sumber Air Utama Berubah Menjadi Gurun Kering Dipenuhi Tulang-belulang

Foto : REUTERS/IVAN ALVARADO

Tulang kuda dan sapi tergeletak di tanah di Montenegro di Santiago.

A   A   A   Pengaturan Font

Waduk Penuelas di Chili yang telah menjadi sumber air utama bagi kota Valparaiso selama 20 tahun, kini menjadi hamparan besar tanah kering dan retak yang dulunya merupakan dasar danau dipenuhi dengan kerangka ikan dan hewan yang putus asa mencari air, seperti dilaporkan Reuters.

Reuters menuturkan tingkat curah hujan telah merosot di negara yang terletak di Amerika Selatan itu. Temperatur udara yang lebih tinggi telah membuat salju di Andes mencair lebih cepat atau bahkan langsung berubah menjadi uap.

Kekeringan telah memukul negara produsen tembaga terbesar di dunia itu yang sekaligus memicu ketegangan atas penggunaan air untuk litium dan pertanian.

"Kami harus memohon kepada Tuhan untuk mengirimkan kami air," kata Amanda Carrasco, (54), warga yang tinggal di dekat waduk Penuelas.

"Saya belum pernah melihatnya seperti ini. Sebelumnya air lebih sedikit, tetapi tidak seperti sekarang," tambahnya.

Jose Luis Murillo, manajer umum ESVAL, sebuah perusahaan yang memasok air ke Valparaiso, menjelaskan bahwa reservoir membutuhkan curah hujan yang sekarang berada di titik terendah dalam sejarah.

"Pada dasarnya yang kami miliki hanyalah genangan air," katanya, seraya menambahkan bahwa kota itu sekarang bergantung pada sungai.

"Ini sangat penting jika Anda berpikir bahwa beberapa dekade lalu waduk Penuelas adalah satu-satunya sumber air untuk semua Valparaiso yang lebih besar," pungkas Murillo seperti dikutip Reuters.

Di balik masalah ini, studi akademis seperti yang dilansir Reuters telah menemukan, bahwa perubahan global dalam pola iklim turut mempertajam siklus cuaca alami.

Sebelumnya, badai bertekanan rendah dari Pasifik menurunkan curah hujan di atas Chili di musim dingin, mengisi kembali akuifer dan memenuhi pegunungan Andes dengan salju. Tetapi sebuah studi global tentang suhu laut dan defisit curah hujan menuturkan, kenaikan suhu laut global telah membuat pemanasan yang terjadi secara alami di laut lepas pantai Chili menghalangi datangnya badai secara intensif.

Tak hanya itu, sebuah studi tentang variabel yang mempengaruhi cuaca Antartika juga menjelaskan bahwa penipisan lapisan ozon dan gas rumah kaca di Antartika turut memperburuk pola cuaca yang menjauhkan badai dari Chili.

Duncan Christie, seorang peneliti di Pusat Iklim dan Ketahanan di Chili bahkan menyebut kekeringan di Chili benar-benar tak tertandingi untuk durasi atau intensitasnya.

Kepada Reuters dia mengatakan kekeringan membuat Andes, yang dia sebut "menara air" negara itu, tidak mendapatkan kesempatan untuk kembali terisi. Hal ini berarti ketika salju mencair di musim semi, ada jauh lebih sedikit air untuk mengisi sungai, waduk, dan akuifer.

Miguel Lagos, seorang insinyur sipil dan spesialis air,

"Hanya ada sedikit kejadian presipitasi dan kondisi yang begitu hangat sehingga salju mencair pada musim dingin yang sama," ujarnya.

Saat salju menjadi padat, menciptakan lapisan baru, ini membantu membuatnya lebih dingin lebih lama. Tetapi dengan cuaca yang lebih hangat dan lebih sedikit hujan salju, kata Lagos, lapisan atas salju mencair lebih cepat atau langsung berubah menjadi uap, sebuah proses yang disebut sublimasi.

"Sekarang tidak ada air, ini adalah gurun di sini. Hewan-hewan sekarat dan tidak ada yang bisa dilakukan di sini di laguna lagi," ujar Francisco Martinez, manajer perkemahan lokal di Laguna de Aculeo, danau kering lainnya di selatan Santiago.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Suliana

Komentar

Komentar
()

Top