Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tata Niaga Pangan I Penguatan Stok Ciptakan Ekosistem Pangan Dalam Negeri

Badan Pangan Wajibkan Importir Serap Kedelai Lokal

Foto : Sumber: Kementerian Pertanian - Litbang KJ/and/one
A   A   A   Pengaturan Font

» Harga kedelai di tingkat petani harus dijaga untuk meningkatkan minat mereka menanam kedelai.

» Lahan penanaman kedelai harus diperluas agar produksi kembali meningkat dan secara perlahan mengurangi impor.

JAKARTA - Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) mewajibkan para importir menyerap kedelai petani lokal. Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, dalam keterangan di Jakarta, Senin (6/6), mengatakan kewajiban itu sebagai upaya memperkuat stok kedelai nasional.

Dengan penguatan stok, diharapkan tercipta ekosistem pangan dalam negeri dan menjaga ketersediaan pangan kedelai.

Upaya tersebut, kata Arief, dilakukan melalui sinergi dengan Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, BUMN pangan, Bulog, swasta, dan asosiasi.

"Di Indonesia market-nya sudah ada karena minat konsumsi kedelai seperti tahu tempe cukup tinggi. Saat kedelai harganya baik, bahkan lebih baik dari luar negeri, ini kesempatan kita untuk menanam kedelai. Memang butuh proses menanam dan bibitnya yang perlu disiapkan, namun gerakan menanam kedelai ini juga yang diamanahkan Presiden Joko Widodo," katanya.

Arief mengakui kalau minat petani untuk menanam kedelai masih minim dibandingkan seperti padi dan tebu, lantaran harga kedelai di tingkat petani masih rendah sehingga berdampak pada keengganan menanam kedelai.

"Jaga harga kedelai di tingkat petani dan serap produksinya menjadi pendorong untuk meningkatkan minat menanam kedelai dan penguatan stok kedelai nasional," kata Arief.

Dia menyebut bahwa harga acuan kedelai di tingkat petani saat ini di kisaran 8.500 rupiah per kilogram (kg). Badan Pangan Nasional bersama Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan pemangku kepentingan lainnya akan menyiapkan regulasi baru harga acuan kedelai di tingkat petani.

Badan Pangan, tambahnya, akan memperbarui harga acuan mengikuti perkembangan sarana produksi yang dibutuhkan petani, memperhatikan situasi perdagangan global, serta menjamin kepastian harga dan pasar bagi produk petani.

Dengan begitu diharapkan petani dapat terlindungi dan bisa mengembangkan produksinya, serta secara bertahap dapat mengurangi kebergantungan impor kedelai.

Ditangani Benar

Pengamat Pertanian, Said Abdullah, yang diminta pendapatnya menyatakan apresiasi kepada pemerintah yang mewajibkan importir menyerap kedelai lokal. Kendati demikian, kebijakan tersebut harus ditangani dengan benar.

"Jika tidak dilakukan dengan benar maka hanya bagus secara konsep. Sebab, bisa saja pelaksanaannya memunculkan praktik koruptif karena para pengusaha dan penyelenggara negara melakukan berbagai siasat untuk tetap impor dengan memenuhi syarat yang telah ditetapkan," kata Said.

Supaya berjalan dengan baik, Said menyebutkan tiga hal yang perlu diperhatikan pemerintah dalam pengembangan kedelai lokal. Pertama, soal produksi dalam negeri, importasi dan preferensi konsumsi kedelai. Produksi dalam negeri selama ini sangat kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan atau konsumsi. Bahkan dari tahun ke tahun terus berkurang.

Hal itu terkait dengan ketersediaan lahan yang terbatas karena bersaing dengan komoditas lain yang harga jualnya lebih baik semisal jagung. "Produksi jadi terbatas karena sebagian petani sudah tidak menanam kedelai lagi karena harganya kalah dengan komoditas lain. Sementara harga kedelai yang tertekan harga kedelai impor menjadikannya jauh di bawah harga jagung," kata Said.

Kedua, soal harga kedelai impor yang rendah dan volume yang besar. Tanpa proteksi yang memadai maka produksi dalam negeri juga akan sulit, misalnya soal ketentuan pajak impor yang diperbesar.

Harga kedelai impor yang murah menyebabkan harga kedelai lokal tidak bisa mengejar dengan biaya produksi yang lumayan tinggi, sementara harga impor jauh lebih murah karena pajak rendah bahkan bisa jadi ada dumping.

Terakhir, katanya, soal preferensi konsumen yang sudah sangat biasa mengonsumsi kedelai impor yang besar-besar. Akibatnya, para pengrajin tahu tempe juga lebih suka pakai yang impor karena lebih disukai konsumen pada umumnya harganya lebih murah.

"Kewajiban bagi importir mengakomodasi kedelai lokal sesuatu yang baik tentu dengan harapan harga menguntungkan petani sehingga menstimulasi mereka untuk tetap menanam," pungkas Said.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top