Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Ayo Diperbaiki, Pedestrian di DKI Jakarta Masih Belum Ramah untuk Difabel

Foto : ANTARA/Aprillio Akbar

Pengendara sepeda motor melintas di atas trotoar Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (6/3/2023). Tindakan pengendara sepeda motor yang menggunakan trotoar untuk menghindari kepadatan lalu lintas saat jam sibuk tersebut melanggar hak pejalan kaki dan penyandang disabilitas serta dapat dikenai hukuman sesuai pasal 284 dengan ancaman denda Rp500 ribu.

A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Ayo diperbaiki, Perencana Ahli Utama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Oswar Mungkasa mengatakan trotoar di DKI Jakarta sudah jauh lebih baik, namun efektivitasnya masih kurang memadai atau belum ramah untuk kalangan difabel.

Ia mencontohkan jalur kuning di trotoar yang dikhususkan untuk membantu tuna netra ketika berjalan kaki. Namun, kenyataannya, ada banyak hal yang menghalangi jalur kuning tersebut, salah satunya pedagang kaki lima.

"Bagaimana jika tuna netra menabrak kompor? Kalau tuna netra menggunakan jalur kuning itu, maka dia akan menabrak ke mana-mana dan itu berbahaya," kata Oswar dalam acara "Rembuk Kota #2: Nyamankah Jakarta?" di Jakarta Future City Hub, Jakarta Pusat, Kamis.

Ia mengatakan indikator suatu kota, termasuk DKI Jakarta, bisa disebut kota yang layak adalah ketika ramah bagi pejalan kaki.

"Ketika kita masih bisa berjalan kaki di sebuah kota dengan aman tanpa polusi, sebenarnya itu indikator sebuah kota yang layak," ujarnya.

Untuk mewujudkan DKI sebagai kota global yang ramah pejalan kaki, Oswar memaparkan prinsip Kota Ramah Pejalan Kaki.

Prinsip pertama adalah membudayakan berjalan kaki. Menurutnya, saat ini masih banyak warga yang menggunakan kendaraan roda dua untuk pergi ke tempat dalam jarak dekat.

"Bahkan di sekolah-sekolah, anak SD itu kan tidak diajarkan jalan kaki. Biasa diantar dengan motor," ujarnya.

Ia mengatakan dukungan serta regulasi dari pemerintah untuk budaya jalan kaki sudah cukup, namun staf pemerintah juga perlu menjadi contoh dengan berangkat ke kantor dengan naik transportasi umum.

Prinsip selanjutnya adalah peningkatan inklusivitas mobilitas. Menurutnya, jalan, taman, gedung publik, dan transportasi publik harus terjangkau oleh semua kalangan.

Prinsip ketiga adalah dukungan rencana tata ruang dan guna lahan. Ia menyebut jaringan pejalan kaki di DKI Jakarta masih belum saling terintegrasi.

Prinsip lainnya adalah peningkatan keterpaduan jaringan, dukungan pemerintah, terbebas dari kejahatan dan rasa takut, pengurangan bahaya jalan raya, dan ruang dan tempat terancang yang terkelola baik.

Oleh karena itu, ia meminta Pemprov DKI Jakarta untuk memanfaatkan momen penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk merancang sistem transportasi dan peta jalan Kota Ramah Pejalan Kaki.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top