Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Awasi Ketat Pabrik Rumahan

A   A   A   Pengaturan Font

Peristiwa terbakarnya pabrik perakitan mancis atau korek api gas di Desa Sambirejo, Kecamatan Binjai, Sumatera Utara, membuat prihatin. Ada 27 pekerja dan tiga anak tewas. Sedihnya lagi, mereka tewas di tempat mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menapaki masa depan.

Ironisnya lagi, pada peristiwa itu berbagai upaya masyarakat sekitar lokasi kejadian telah dilakukan untuk menyelamatkan para korban, tetapi terkendala pintu depan rumah merangkap pabrik itu digembok dari luar. Sementara itu, mobil pemadam kebakaran baik dari Pemkot Binjai maupun Pemkab Langkat dibantu masyarakat berusaha memadamkan api. Namun api baru berhasil dipadamkan satu jam sesudahnya. Malah, salah seorang saksi mata menyampaikan peristiwa yang merengut nyawa para pekerja itu hanya berlangsung selama 20 menit.

Sejauh ini, pemilik pabrik serta stafnya telah menjadi tersangka dan harus bertanggung jawab di meja hijau. Apalagi, dia bukan hanya memiliki satu pabrik perakitan mancis, tapi tiga dan tersebar di wilayah Kabupaten Langkat. Menurut polisi, pemilik pabrik ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti lalai menyebabkan kematian.

Mereka mengoperasikan pabrik tidak sesuai standar, tidak punya izin, tidak membayar pajak, dan menghindari jaminan sosial ketenagakerjaan. Lebih dari itu, polisi juga mengungkap pabrik tersebut sistemnya tertutup dan tidak terekspos. Inilah sebab, banyak masyarakat sekitar tidak tahu ada aktivitas pabrik di situ.

Berdasarkan catatan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), tragedi pabrik mancis di Binjai hanyalah salah satu dari kelemahan pengawasan aparat terkait terhadap pabrik rumahan. Pada 2015, kecelakaan di PT Mandom Indonesia Bekasi, menewaskan 22 orang, dan pada 2017 kebakaran di pabrik kembang api PT Panca Buana Cahaya Sukses di Tangerang, menewaskan 49 orang.

KPBI menegaskan, mayoritas dari 30 korban para pekerja rumahan pabrik korek api Binjai adalah buruh.

Mereka harus mendapat perlindungan hukum yang jelas. Hal ini termasuk pemenuhan hak-hak para buruh korban kecelakaan fatal tersebut, sebagaimana layaknya buruh sektor formal di pabrik.

KPBI juga melihat ada persoalan dalam pengawasan terhadap industri.

Tragedi di Tangerang dan Binjai memiliki kemiripan, karena produksi barang berbahaya bisa terjadi di rumah atau dalam industri rumahan. Produksi korek api dan kembang api memiliki aspek pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, sehingga tidak boleh berada di kawasan perumahan. Ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 142 tahun 2015 tentang Kawasan Industri.

Kecelakaan kerja dengan korban massal terjadi karena kelalaian pengawasan ketenagakerjaan. Padahal, pengawas semestinya mampu mencegah kecelakaan kerja dengan jumlah massif. Permenaker Nomor 33 tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan, mengizinkan pengawas ketenagakerjaan memasuki tempat kerja, tanpa pemberitahuan sekalipun.

Dia bebas melakukan penyelidikan dan hak untuk mengambil langkah yang diperlukan guna memperbaiki kesalahan pabrik, tempat kerja, atau metode kerja yang mengancam kesehatan atau keselamatan pekerja.

Kita tak ingin kekurangan pengawas ketenagakerjaan menjadi alasan pemerintah gagal memantau aktivitas kalangan pekerja. Jika pemerintah memiliki kemauan politik dapat menambah anggaran guna menggenjot jumlah pengawas ketenagakerjaan.

Lebih dari itu, semua instansi terkait kegiatan pabrik rumahan tersadar untuk ke lapangan mengecek kondisi sekarang. Ini penting, agar peristiwa terbakarnya pabrik perakitan mancis di Binjai tak terjadi di tempat lain.

Komentar

Komentar
()

Top