Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Fiskal I Kenaikan Plafon Utang Merupakan Racun Politik

AS Terhindar dari Bencana Keruntuhan Ekonomi

Foto : ISTIMEWA

Amerika Serikat (AS)

A   A   A   Pengaturan Font

WASHINGTON - Para senator di Kongres Amerika Serikat (AS), pada Kamis (1/6), memilih untuk menangguhkan batas waktu pembayaran utang federal, guna mengakhiri negosiasi selama berminggu-minggu demi menghindari ancaman gagal bayar, hanya empat hari sebelum tenggat waktu yang ditetapkan oleh Departemen Keuangan.

Seperti dikutip dari France 24, para ekonom telah memperingatkan, negara itu bisa kehabisan uang untuk membayar tagihannya pada Senin, sehingga hampir tidak ada ruang untuk penundaan dalam memberlakukan Undang- Undang Tanggung Jawab Fiskal, yang memperluas otoritas pinjaman pemerintah hingga 2024 sambil memangkas pengeluaran federal.

Setelah perdebatan antara Presiden AS, Joe Biden dan Partai Republik, langkah itu disahkan Senat dengan dukungan mayoritas 63 suara berbanding 36, sehari setelah lolos dari Dewan Perwakilan Rakyat.

"Tidak ada yang mendapatkan semua yang mereka inginkan dalam negosiasi, tapi jangan salah, perjanjian bipartisan ini adalah kemenangan besar bagi ekonomi kita dan rakyat Amerika," kata Biden dalam pernyataan yang diunggah ke media sosial.

Biden mengatakan akan menandatangani RUU itu sesegera mungkin dan berpidato pada Jumat. Pemimpin Mayoritas Senat Demokrat, Chuck Schumer, menambahkan bahwa negara adidaya itu dapat "bernapas lega" setelah menghindari "bencana keruntuhan ekonomi".

"Tapi, untuk semua pasang surut dan liku-liku yang diperlukan untuk sampai ke sini, sangat baik bagi negara ini bahwa kedua belah pihak akhirnya bersatu untuk menghindari gagal bayar," kata Schumer.

AS membelanjakan lebih banyak anggaran daripada penerimaan perpajakan, sehingga menerbitkan obligasi pemerintah untuk menutupi defisitnya.

Baik Republik maupun Demokrat melihat menaikkan batas utang sebagai racun politik, meskipun mereka mengakui kegagalan melakukannya akan menjerumuskan ekonomi AS ke dalam depresi dan mengacaukan pasar dunia karena pemerintah melewatkan pembayaran utang.

Menanggapi kondisi itu, pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B. Suhartoko, mengatakan kenaikan batas utang pemerintah AS menunjukkan negara ekonomi terbesar dunia itu dihadapkan pada masalah gagal bayar atas surat utang mereka. "Kemampuan membayar utang AS sebenarnya rendah, karena utang dibayar dengan utang baru, sehingga gagal bayarnya tertunda," katanya.

Kalau persoalan tersebut tidak dibenahi, akan jadi bom waktu dan akan menimbulkan potensi risiko sistemik di pasar keuangan dunia. Kegagalan pemerintah AS akan berdampak kepada Tiongkok dan Jepang sebagai negara pembeli surat utang AS, sehingga ancaman krisis keuangan yang meluas bisa terjadi.

Likuiditas Global Ketat

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan dengan kenaikan plafon utang, artinya AS akan terbitkan utang dalam jumlah lebih besar untuk menutupi defisit anggarannya. Kondisi itu menciptakan penarikan likuiditas global secara masif, dan untuk menarik minat investor, Fed bisa saja naikkan suku bunga lebih agresif.

"Situasi ini perlu dicermati karena berimbas ke kebijakan moneter BI. Era suku bunga tinggi akan membuat perebutan likuiditas yang sengit di pasar keuangan," kata Bhima.

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, mengatakan dengan disetujuinya kenaikan batas plafon utang dari satu triliun dollar AS per tahun menjadi 1,5 triliun dollar AS tahun ini akan menyebabkan likuiditas global mengetat. The Fed akan terus menaikkan suku bunga dan negara berkembang seperti Indonesia dipaksa juga untuk menaikkan suku bunga.

"Dengan kebutuhan utang AS yang begitu besar, kemungkinan bond kita dipaksa untuk naik sampai 30 persen. Suku bunga BI tentu sama. Kalau tidak begitu, uang akan mengalir ke AS," kata Daeng.

Secara terpisah, pengamat ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, mengatakan keputusan Senat AS menangguhkan pembayaran utang pemerintah sampai 1 Januari 2025 mengakhiri kekhawatiran AS akan mengalami gagal bayar.

"Tentu saja mata uang dollar AS dapat menguat, sehingga menarik investor menempatkan portofolionya dalam aset-aset berbasis dollar AS," kata Aloysius.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top